NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:809
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah tamparan keras

Hujan semakin deras mengguyur atap villa. Jarum jam sudah menunjuk angka tujuh malam, namun sosok Tasya belum juga terlihat.

Revan berdiri di teras, ponselnya terus menempel di telinga. "Kenapa nggak tersambung juga sih …" gumamnya, suara rendahnya penuh resah. Untuk kesekian kali ia mencoba menelepon Tasya, tapi hasilnya tetap sama, tidak aktif.

Ia mengembuskan napas berat, lalu melangkah masuk ke ruang tengah. Beberapa anak buahnya yang sedang bercengkerama sontak berdiri begitu melihat wajah pucat Revan.

"Kalian lihat Tasya, nggak?" tanya Revan langsung, suaranya tegas tapi terdengar cemas.

Mereka saling pandang, lalu menggeleng. Vera yang ikut duduk di antara mereka dengan cepat menimpali, "Kayaknya dari tadi aku nggak lihat dia, Pak. Mungkin lagi istirahat di kamar?" Nada suaranya terdengar datar, tapi matanya menyimpan kilatan samar.

Revan mengernyit. "Aku udah cek kamarnya. Nggak ada."

Ia merogoh ponsel lagi, tetap tak ada jawaban dari panggilan berikutnya.

Saat itu, pintu villa terbuka. Fira masuk dengan jaket yang masih basah terkena gerimis. 'Duh, akhirnya balik juga …" katanya sambil menurunkan tas belanja oleh-oleh di meja.

Revan langsung menghampiri. "Fira, kamu tadi sama Tasya, kan? Dia sekarang di mana?"

Fira yang masih sibuk melepas jaket menoleh dengan bingung. "Loh, harusnya Tasya masih di villa. Aku pergi tadi sore, dia bilang mau santai di sini aja, nggak ikut belanja."

Revan menegang. "Apa? Jadi kamu nggak lihat dia lagi setelah itu?"

"Enggak …" Fira mengerutkan kening, mulai ikut khawatir. "Kenapa, Van? Tasya kenapa?"

Revan mengusap wajahnya, jelas-jelas panik mulai menguasai dirinya. "Semua orang! Cek sekeliling villa sekarang. Cari Tasya!" suaranya menggema, membuat semua orang di ruangan sontak bergegas.

Beberapa anak buah langsung keluar, menyisir halaman dan jalan setapak di sekitar villa. Revan sendiri mengambil payung dan senter, matanya tajam menyapu setiap sudut gelap.

"Tasya!"

"Tasya kamu dimana?"

Semua orang berteriak memanggil nama Tasya.

Revan berusaha menahan gejolak panik yang makin menghantam dadanya. Nafasnya tersengal, tapi ia memaksa untuk tetap tegar di depan semua orang. "Kita butuh bantuan tambahan. Saya nggak mau ada area yang terlewat."

Beberapa anak buah langsung mengangguk. Seseorang berinisiatif menghubungi warga setempat. Tak lama, beberapa pria dewasa dari kampung terdekat datang membawa senter dan jas hujan seadanya.

"Kami sudah dengar, Pak. Katanya ada tamu villa yang hilang?" tanya salah seorang warga, wajahnya penuh prihatin.

"Iya, namanya Tasya. Perempuan, tinggi sekitar seratus enam puluh, rambut hitam panjang," jawab Revan cepat. Suaranya bergetar samar. "Tolong … bantu kami mencarinya. Mungkin saja dia tersesat di sekitar sini."

Warga itu mengangguk. "Baik, kita bagi kelompok aja biar cepet."

Satu per satu warga mulai menyebar, menyisir jalan setapak yang licin, kebun teh, bahkan area belakang villa yang jarang dilewati. Hujan masih deras, membuat suasana semakin mencekam.

Di antara kerumunan warga, seorang bapak tua dengan wajah khawatir mendekat ke rekannya. Suaranya ditekan rendah, nyaris hanya berupa bisikan.

"Semoga anak itu nggak ketemu sama si Ujang …"

Rekan di sampingnya menoleh cepat, wajahnya ikut tegang. "Astaghfirullah … jangan sebut-sebut itu. Ujang kan udah lama nggak keliatan."

"Justru itu." Bapak tua itu menelan ludah. "Kalau dia lagi kambuh, siapa pun bisa jadi sasaran."

Perkataan itu membuat udara dingin pegunungan seolah menusuk lebih tajam. Gelombang kekhawatiran baru mengalir, seakan ada bahaya lain yang mengintai Tasya di balik gelap dan derasnya hujan.

Sementara itu, Revan terus berjalan menembus hujan dengan payung di satu tangan, senter di tangan lain. Jantungnya berdegup keras, tiap bayangan di balik pepohonan membuatnya berharap sekaligus takut.

---

Di dalam gudang yang pengap dan gelap, Tasya duduk memeluk lututnya. Nafasnya naik-turun, tubuhnya masih gemetar. Hujan deras di luar membuat suaranya nyaris tenggelam. Ia coba berteriak beberapa kali, namun hanya gema samar yang terdengar kembali.

"Tolong! Tolong!"

Tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Suara berdecit papan lantai kayu membuat bulu kuduknya meremang. Dari celah pintu, muncul bayangan seorang laki-laki.

"Halo? Siapa di dalam?" suara serak terdengar.

Tasya refleks bangkit, matanya berbinar. "Tolong! Saya terkunci! Tolong buka pintunya!" serunya dengan nada memohon.

Laki-laki itu mendekat, menendang kuat hingga pintu gudang terbuka dengan suara berdebam. Tasya sempat menghela nafas lega, tapi detik berikutnya, tatapan pria itu membuat tubuhnya kembali kaku. Pandangannya menyapu Tasya dari atas hingga ke bawah dengan cara yang tidak wajar.

Naluri Tasya langsung berteriak ada yang salah. Ia mundur selangkah, ingin lari keluar, namun tangan pria itu lebih cepat menangkap pergelangan tangannya.

"Hei … jangan pergi. Tenang saja, aku bakal … menemani kamu," ucapnya dengan nada aneh yang membuat darah Tasya serasa membeku.

"A-apa maksudnya?" Tasya berusaha melepaskan diri, wajahnya tegang.

Pria itu semakin mendekat, mencoba menahan tubuh Tasya. Tasya melawan sekuat tenaga, menepis, mendorong, dan berteriak sekencang-kencangnya. "Tolong! Lepaskan aku!"

Perlawanan itu justru membuat pria itu makin kasar. Namun di tengah kepanikan, suara pintu utama villa terbanting keras. Seseorang berlari masuk.

"Tasya!!"

Suara itu bagai cahaya di tengah kegelapan. Revan.

Tanpa pikir panjang, Revan langsung menghantamkan pukulannya ke wajah pria itu. Tubuh lelaki itu terhuyung, tapi ia melawan. Adu pukulan tak terhindarkan. Hantaman keras, suara tubuh terhempas ke dinding, napas berat beradu di ruang sempit gudang.

Revan yang terbakar emosi tak memberi kesempatan. Dengan sekali gerakan cepat, ia berhasil melumpuhkan pria itu hingga terkapar di lantai, tak mampu bangkit lagi.

Dengan napas memburu, Revan segera berbalik ke arah Tasya. Wajahnya pucat, mata masih berkaca-kaca.

"Sya … kamu nggak apa-apa?" suaranya serak, penuh ketakutan bercampur amarah.

Tasya langsung jatuh terduduk, tubuhnya lemas. Air matanya jatuh begitu saja saat akhirnya merasa selamat.

Revan segera menghampiri Tasya dan tanpa pikir panjang, ia langsung meraih gadis itu ke dalam pelukannya. Tubuh Tasya bergetar hebat, wajahnya masih basah oleh air mata. Revan mengusap pelan punggungnya, suaranya lirih penuh ketakutan.

"Syukurlah aku sempat dengar suaramu … maafin aku, Sya," bisiknya sambil mempererat dekapannya.

Tak lama, suara langkah-langkah ramai terdengar. Fira bersama anak-anak tim lain datang dengan wajah cemas. Beberapa warga yang ikut mencari pun ikut berkerumun. Melihat pria asing itu tergeletak, beberapa orang langsung turun tangan untuk mengikat dan mengamankannya.

Tasya yang masih di pelukan Revan akhirnya perlahan bangkit. Napasnya masih tersengal, tapi matanya berkilat tajam. Di antara kerumunan itu, pandangannya tertumbuk pada sosok Vera yang berdiri di belakang, wajahnya pucat pasi.

Tanpa ragu, Tasya melangkah menghampirinya. Semua orang hanya bisa terdiam menyaksikan langkah tegas itu. Sesampainya tepat di depan Vera, tanpa sepatah kata pun, Tasya mengangkat tangannya lalu ...

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Vera.

Vera terbelalak, memegang pipinya yang memerah. Tasya menatapnya tajam, suaranya bergetar namun penuh ketegasan.

"Kalau bukan karena ulah kamu, aku nggak mungkin ada dalam situasi ini.'"

Suasana mendadak hening. Semua orang menatap bergantian antara Tasya dan Vera. Revan yang tadi berdiri di belakang hanya mengepalkan tangannya, menahan amarah yang hampir meluap.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!