"Memang ayah kamu gak ada kemana?" tanya Dira yang masih merasa janggal dengan apa yang dimaksud anak itu.
Divan berpikir. Sepertinya ia mencoba merangkai kata. "Kabul. Cali mama balu," jawab Divan. Kata itu ia dapatkan dari Melvi.
****
Bia gadis yatim piatu yang haus akan cinta. Dia menyerahkan segalanya untuk Dira, pria yang dia cintai sepenuh hati. Dari mulai cintanya sampai kehormatannya. Tapi Dira yang merupakan calon artis meminta putus demi karir, meninggalkannya sendirian dalam keadaan mengandung.
Demi si kecil yang ada di perutnya Bia bertahan. Memulai hidup baru dan berjuang sendirian. Semua membaik berjalannya waktu. Ia dan si kecil Divan menjalani hari demi hari dengan ceria. Bia tak peduli lagi dengan Dira yang wara wiri di televisi dengan pacar barunya.
Tapi rupanya takdir tak tinggal diam dan mempertemukan mereka kembali dalam kerumitan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elara-murako, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Seperti dia!
Bia rasanya lega sekali malam ini. Ia terbangun tengah malam dan Divan masih tertidur nyenyak.
Padahal hampir setiap tengah malam Bia was-was sendiri. Divan selalu tiba-tiba bangun dan berteriak. Kemudian ia akan menangis dengan mata tertutup hingga pukul satu pagi. Kejadian itu hampir terulang setiap hari.
"Begitu dong, Nak. Kalau bobo yang nyenyak," ucap Bia. Ia memeluk lembut bayi kecilnya dalam dekapan. Jemari Bia menyingkap bagian poni rambut Divan. Ia melihat garis alis, mata, hidung serta bibir putranya.
Ada sebuah beban yang masih mengusik dalamnya batin. Garis-garis wajah itu memiliki lukisan yang sama dengan orang yang menggoreskan luka di hati Bia. Luka yang akhirnya menimbun benci.
"Kenapa kamu harus mirip dengan dia?" tanya Bia. Tangannya gemetaran setiap kali ia ingat dengan wajah pria itu. Namun Bia mencoba menenangkan perasaan. "Cukup wajahmu saja yang mirip, jangan contoh sikapnya," nasehat Bia meski ia tahu Divan masih terlelap dalam mimpi sambil memeluk pororo di tangannya.
Sama sekali dulu Bia tidak pernah menyangka akan memiliki anak dari pria itu. Bahkan menjadi kekasihnya saja rasanya masih menjadi mimpi. Dulu mungkin itu mimpi indah, sekarang berganti menjadi buruk.
"Untung saja kau pulang dengan selamat. Syukur kau tidak bertemu pria jahat itu. Kalau tidak, kau akan semakin sering bermimpi buruk," tambah Bia. Tangannya mengusap pipi tembam Divan. Anak itu terlihat sedikit bergerak memeluk pororonya semakin erat. Bia tertawa. "Bahkan sejak membawanya dari Heren, ia tidak mau melepas benda ini."
Bia sempat mengambilnya ketika Divan tidur. Hasilnya Divan langsung bangun dan mengomel. Segala macam kalimat Divan keluarkan. Dimulai dari mama jahat, mamah galak, mamah tak sayang Divan. Mendadak ia menjadi begitu buruk di mata anaknya hanya karena mengambil benda itu. Bia tahu Divan menginginkannya sudah sejak lama dan ia belum pernah bisa membelikannya karena harga benda itu sangat mahal.
🌿🌿🌿
Dira turun dari kamarnya dengan nyawa yang hanya baru kembali lima dari sembilan. Ia mengusap-ngusap rambut sambil berjalan menuju ruang makan. Matteo sudah menyiapkan berbagai hidangan di atas meja. Dira hampir selalu membeli makan dari luar jika tidak sempat memasak sendiri. Pelayan juga hanya datang untuk bersih-bersih setelah itu pergi.
Untung kotak marshmallow tadi malam sudah ia lenyapkan dibakar di atas tungku panggangan yang masih tersimpan di taman balkon. Gawat kalau sampai Matteo menemukannya. Bukan hanya diomeli karena masalah berat badan juga karena pria itu akan mengatainya kekanak-kanakan.
"Kau kemana kemarin sore?" tanya Matteo kebingungan. Kemarin Dira tidak ada pekerjaan juga tidak ada di rumah. Matteo sempat menelpon Cloe dan wanita itu sibuk shooting. Pria yang Matteo tanyai justru dengan santai duduk di atas kursi makan dan bersiap menikmati hidangan.
"Aku bukan anak TK yang perlu kau buntuti kemana-mana. Kau juga bukan ibu-ibu, kan?" ledek Dira. Matteo memutar bola matanya. Jika saja bukan karena statusnya sebagai manager termahal, Matteo sudah lama mengundurkan diri. Sayang, Dira artis yang paling tinggi menggaji staffnya.
Matteo mengisi air putih di gelas Dira. "Aku dengar kamu bertengkar dengan Cloe?" tanya Matteo antusias. Apapun yang berhubungan dengan keretakan mereka berdua membuat Matteo antusias.
"Begitulah," jawab Dira singkat.
Matteo bertepuk tangan. "Apa tidak ada keinginan putus dalam waktu dekat? Kalau ada katakan, aku bantu kau klarifikasi pada media," celetuk Matteo.
Dira melempar Matteo dengan sepotong roti. "Berapa kali aku tekankan, aku dan Cloe tidak akan putus. Nanti juga baik lagi," tukas Dira. Matteo jelas sekali memperlihatkan wajah kecewa.
"Kau tahu tidak, kemarin aku ke mall dan bertemu anak kecil," ucap Dira mendadak berubah ceria. Biasanya wajah pria itu berbinar hanya jika melihat Cloena Parviz.
Matteo tidak merespon dengan berlebihan. "Aku tahu kau suka anak-anak. Tapi ingat, pacar yang tidak pernah akan kau putuskan itu tidak," ucap Matteo telak.
Dira membuka layar ponselnya. Ia menunjukkan foto anak kecil yang menjadi wallpaper ponselnya. Matteo akhirnya terlihat antusias. "Akhirnya ada juga yang menurunkan posisi Cloena Parviz di sana meski hanya anak kecil," celetuk Matteo sambil mengusap wajahnya.
"Lihat!" tekan Dira memaksa Matteo mengomentari wajah anak laki-laki yang ia temui di Mall Blue Humble. Matteo menatap wajah anak itu kemudian melihat ke arah Dira. "Dia lucu, kan? Namanya Divan," lanjut Dira.
Matteo masih membanding-bandingkan setiap lekukan wajah anak itu dengan Dira. "Dia anak kamu?" tanya Matteo. Dira menggeleng.
"Anak dari mana? Dari Hongkong?" protes Dira.
"Mirip sekali kalian," celetuk Matteo. Bahkan tidak ada satu bagian pun dari anak itu yang tidak mirip Dira. Mendengar itu Dira sendiri langsung menelisik wajah Divan. Sial, bahkan hatinya juga tidak bisa menampik kemiripan itu.
"Jangan-jangan ibunya pas hamil sering melihat kau di televisi. Untung saja bapaknya tidak menembak kau mati di tempat," canda Matteo.
Mendengar kata 'bapak' membuat Dira ingat ucapan Divan. "Kabul. Cali mama balu." Wajah anak itu yang sayu masih terekam di pikiran Dira. "Siapa pula pria mbak jingan yang meninggalkannya," ucap Dira geram sambil menggenggam ponsel di tangan.
"Siapa yang mbak ji ngan?" tanya Matteo.
Dira menggeleng. "Ayah anak itu pergi meninggalkan ibunya dan dia," jawab Dira.
Matteo mengangguk mengerti apa yang Dira maksud. "Pria semacam itu pasti akan mendapat karmanya. Kita berdoa saja mudah-mudahan ia cepat sadar dan kembali pada anak itu dan ibunya," nasehat Matteo.
Dira mengaminkan ucapan Matteo. "Kalau aku punya anak selucu ini, tentu aku akan mengorbankan seisi dunia untuknya." Dira masih menatap wajah Divan di ponselnya.
"Kalau mau punya anak, cepat menikah!" nasehat Matteo.
🌿🌿🌿
******Seperti biasa 2 episode lagi up nanti sore, ya? 😉. Ayok ajak lagi pasukannya buat baca. Biar viewnya naik, authornya senang, novelnya lanjut 😁
Yang bingung mw komen apa, komen saja ... gimana episode hari ini****?