Jaka, pemuda desa yang tak tahu asal-usulnya, menemukan cincin kuno di Sungai Brantas yang mengaktifkan "Sistem Kuno" dalam dirinya.
Dibimbing oleh suara misterius Mar dan ahli spiritual Mbah Ledhek, ia harus menjalani tirakat untuk menguasai kekuatannya sambil menghadapi Bayangan Berjubah Hitam yang ingin merebut Sistemnya.
Dengan bantuan Sekar, keturunan penjaga keramat, Jaka menjelajahi dunia gaib Jawa, mengungkap rahasia kelahirannya, dan belajar bahwa menjadi pewaris sejati bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang kebijaksanaan dan menjaga keseimbangan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ali Jok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJAGA SETIA DAN GURU BIJAK
Kalau ada yang bilang pulang kampung itu mudah, mereka pasti belum pernah mencoba melakukannya sebagai pewaris sistem kuno dengan makhluk gaib sebagai penjaga pribadi dan guru spiritual yang cerewet. Enam jam perjalanan menuju Sukoharjo terasa seperti kembali ke masa lalu yang sudah bukan lagi milikku.
"Gugup?" tanya Sekar sambil menatapku, tangannya masih tergenggam erat di tanganku.
"Lebih tepatnya bingung," jawabku. "Bagaimana cara menjelaskan, 'Bu, ini Banaspati, penjaga pribadiku yang dulu pernah mencoba membunuh kita semua'?"
Sekar terkekeh. "Setidaknya kau tidak perlu memperkenalkan Mar."
"Analisis: Detak jantung meningkat 45%. Tingkat kecemasan: tinggi. Saran: tarik napas dalam dan jangan mengatakan hal-hal yang tidak perlu," suara Mar terdengar di kepalaku.
Saat desa Sukoharjo mulai terlihat, sesuatu yang aneh terjadi. Burung-burung beterbangan dari pepohonan, dan angin tiba-tiba berhembus kencang membawa aroma yang familiar, aroma api dan bumi yang hanya berarti satu hal.
"Banaspati," gumamku. "Dia sudah tahu kita datang."
Desa Sukoharjo ternyata tidak seperti yang kuingat. Rumah-rumah tampak baru dicat, tanaman tumbuh subur, dan ada aura perlindungan kuat yang menyelimuti seluruh desa. Seperti ada perisai energi ala film sci-fi, tapi versi Jawa.
Bu Parmi sudah berdiri di depan rumah, seperti sedang menunggu tamu penting. Tapi yang membuatku terkejut, Mbah Ledhek juga ada di sampingnya, tersenyum-senyum seperti baru memenangkan undian.
"Jaka, Nak!" teriak Bu Parmi sambil memelukku erat. "Akhirnya pulang juga!"
Tapi matanya langsung beralih ke Sekar. "Ini...?"
"Sekar, Bu," perkenalkanku. "Dia... temanku dari padepokan."
Mbah Ledhek menyeringai. "Teman' katanya. Mbah bisa melihat energi antara kalian berdua, Nak."
Sekar memerah, tapi tetap bersikap sopan. "Selamat siang, Bu. Selamat siang, Mbah."
"Analisis: Tingkat energi spiritual desa meningkat 300%. Sumber: tidak diketahui," lapor Mar.
Tiba-tiba, bayangan besar muncul dari belakang rumah. Banaspati, dalam wujud yang lebih kecil dan tidak terlalu menyeramkan, berdiri di sana dengan mata api yang berkedip-kedip.
"Banaspati!" teriak Bu Parmi seperti memanggil tetangga. "Lihat, Jaka sudah pulang!"
Aku terbelalak. "Bu... Ibu tidak takut padanya?"
"Takut? Dialah yang menjaga desa kita selama kau pergi!" kata Bu Parmi. "Saat banjir besar kemarin, dialah yang menyelamatkan ternak warga. Saat preman dari kota mau mengganggu, dialah yang mengusir mereka."
Banaspati mendekat, kepalanya sedikit merunduk. "Selamat datang, Pewaris."
Malam itu, kami duduk di teras rumah Bu Parmi. Mbah Ledhek mulai bercerita dengan suara serius.
"Setelah kau pergi, Nak, ada yang aneh di desa ini," mulanya sambil menyeruput teh. "Energi dari pertempuran-pertempuranmu mengganggu keseimbangan alam. Makhluk-makhluk kecil mulai gelisah."
Banaspati duduk dekat kami, seperti anjing penjaga setia. "Aku merasakan tanggung jawab. Warisan dari pertempuran terakhir."
"Lalu Banaspati datang," lanjut Mbah Ledhek. "Awalnya warga takut. Tapi dia membuktikan diri, menjaga, membantu, menyembuhkan."
"Aku belajar... arti keluarga dari kalian," Banaspati menambahkan. "Dan ternyata, menjadi penjaga tidak harus dengan menakuti, tapi dengan melindungi."
Sekar memandangku dengan mata berkaca-kaca. "Dia berubah, Jaka."
"Analisis: Banaspati menunjukkan perkembangan emosional tak terduga. Tingkat kesetiaan: 98%," Mar menambahkan.
Tapi kemudian Mbah Ledhek menjadi serius. "Ada alasan lain kenapa Mbah di sini, Nak. Masalah desa kita belum selesai."
Mbah Ledhek membawa kami ke pinggir Sungai Brantas, tempat dimana semuanya bermula.
"Lihat airnya," dia menunjuk ke sungai. "Berkabut dan berbau aneh, bukan?"
Benar juga. Air yang dulu jernih sekarang keruh dan berbau belerang.
"Pembacaan energi: polusi spiritual tingkat tinggi. Sumber: dunia antara," Mar mengonfirmasi.
"Setelah Sang Tuan hilang," jelas Mbah Ledhek, "kekosongan kekuatannya menciptakan ketidakseimbangan. Gerbang antara dunia yang dulu dia jaga sekarang terbuka lebar."
Banaspati mengangguk. "Aku sudah mencoba menjaganya, tapi kekuatanku tidak cukup. Makhluk-makhluk dari dunia antara mulai masuk."
"Makhluk apa?" tanya Sekar waspada.
"Bukan makhluk jahat," jawab Mbah Ledhek. "Tapi mereka yang tersesat. Roh-roh yang seharusnya sudah melanjutkan perjalanan, tapi terjebak di antara dunia."
Aku bisa merasakan penderitaan mereka, suara Banaspati penuh empati. Mereka butuh pertolongan.
Kami memutuskan untuk melakukan ritual pada malam itu juga. Di tepi Sungai Brantas, dengan Mbah Ledhek memimpin, kami membentuk lingkaran.
"Jaka, kau harus menggunakan sistem kunomu untuk membuka jalan," kata Mbah Ledhek. "Sekar, kau yang menenangkan air. Banaspati, kau yang menjaga perbatasan."
"Dan aku akan memantau aliran energi," tambah Mar.
Ritual dimulai. Aku merasakan sistem dalam diriku bangun, tapi kali ini berbeda, lebih halus, lebih penuh pengertian. Jejak Eyang Retno dan Bramantya dalam sistemku seperti membimbing tanganku.
Sungai mulai bersinar, cahaya keemasan memancar dari dasarnya. Bayangan-bayangan samar mulai muncul, wujud-wujud tanpa bentuk yang terjebak antara dunia.
"Jaka, sekarang!" teriak Mbah Ledhek.
Aku mengulurkan tangan, merasakan aliran energi dari dalam. "Mar, bantu aku!"
"Mengakses modul penyembuhan spiritual. Tingkat keselarasan: 91%."
Cahaya dari tanganku menyapu sungai, membersihkan kabut kegelapan. Bayangan-bayangan itu perlahan menghilang, tapi satu sosok kecil tertinggal, roh anak kecil yang terlihat kebingungan.
Banaspati mendekat dengan lembut. "Biarkan aku."
Dia mendekati roh kecil itu, mengeluarkan suara dengkuran yang menenangkan. Perlahan, roh itu tersenyum dan menghilang dalam cahaya.
Saat ritual berakhir, sesuatu tersangkut di tepi sungai, sebuah kotak kayu kecil dengan ukiran yang familiar.
"Ini..." desisku, mengambil kotak itu. "Ini ukiran yang sama seperti di cincinku."
Mbah Ledhek mendekat, matanya berbinar. "Buka, Nak. Mbah yakin ini untukmu."
Di dalam kotak terdapat surat dan sebuah medaliun kecil. Surat itu ditulis tangan dengan tulisan yang langsung kukenali, tulisan ibuku.
"Untuk Jaka yang kami cintai,
Jika kau membaca ini, berarti kau telah menemukan jalan pulang. Medaliun ini adalah kunci menuju laboratorium rahasia kami, tempat dimana semua bermula.
Dengarkan Mbah Ledhek, dia tahu jalannya.
Dengan cinta,
Ayah dan Ibu"
Aku menatap Mbah Ledhek. "Kau... kau tahu?"
Dia mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Selama ini, Nak. Mbah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu sampai waktunya tiba."
Banaspati mendekat, menunduk. "Aku akan menemani kalian. Sampai akhir."
Sekar menggenggam tanganku. "Kita hadapi ini bersama."
Dan di tepi Sungai Brantas, tempat dimana semuanya bermula, perjalanan baru dimulai. Kini bukan lagi tentang menjadi pewaris, tapi tentang memahami warisan sebenarnya dari orang tuaku.
Tapi seperti biasa, tidak ada yang mudah dalam hidupku. Karena seperti yang Mar katakan:
"Tingkat bahaya: tinggi. Tapi tingkat kebersamaan: 100%. Kemungkinan berhasil: mari kita buktikan saja."
Besok, kami memulai petualangan baru. Dan untuk pertama kalinya, aku merasa memiliki keluarga yang lengkap, ibu angkat, guru bijak, kekasih cantik, penjaga gaib, plus AI yang semakin mirip manusia.
Yah, setidaknya tidak membosankan.
Walaupun latar belakangnya di Indonesia, tapi author keren gak menyangkut-pautkan genre sistem dengan agama🤭
bantu akun gua bro