NovelToon NovelToon
Bayang-bayang Yang Tidak Pergi

Bayang-bayang Yang Tidak Pergi

Status: tamat
Genre:Toko Interdimensi / Tamat
Popularitas:477
Nilai: 5
Nama Author: Made Budiarsa

Bayang-Bayang yang Tidak Pergi adalah sebuah novel puitis dan eksistensial yang menggali luka antar generasi, kehancuran batin, dan keterasingan seorang perempuan serta anak-anak yang mewarisi ingatan dan tubuh yang tidak pernah diminta.

Novel ini terbagi dalam tiga bagian yang saling mencerminkan satu sama lain:

Bagian Pertama, Orang yang Hilang, mengisahkan seorang perempuan yang meninggalkan keluarganya setelah adik perempuannya bunuh diri. Narasi penuh luka ini menjelma menjadi refleksi tentang tubuh, keluarga, dan dunia yang ia anggap kejam. Ia menikahi seorang pria tanpa cinta, dan hidup dalam rumah penuh keheningan, sambil mengumpulkan kembali kepingan-kepingan jiwanya yang sudah dibakar sejak kecil.

Bagian Kedua, Bunga Mawar, Kenanga dan Ibu, melanjutkan suara narator laki-laki—kemungkinan anak dari tokoh pertama—yang menjalani rumah tangga bersama seorang istri polos, namun hidup dalam bayangan cinta masa lalu dan sosok ibu yang asing. Kenangan, perselingkuhan, dan percakap

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Made Budiarsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cerita tambahan: Boneka bayi

Aku membuka mata–ini mudah bukan? Dan tidak perlu aku menegaskannya dengan tulisan. Semua orang membuka mata ketika di pagi hari kemudian menutupnya ketika malam; tidak ada yang spesial dan tidak ada yang perlu tahu bahwa aku membukannya.

Namun ketika melakukannya, aku sering kali melihat rencana-rencana yang kususun sebelumnya, seperti harus bergegas bangun membuat sarapan untuk suami, mencuci pakaian yang akan di kenakannya besok, memberi makan beberapa burung merpati liar, dan pergi bekerja dengan kejar-kejaran agar tidak terlambat.

Aku bernostalgia dengan itu.

Sekarang kulihat hanya cahaya matahari pagi yang terbit, menembus jendela dan jatuh di lantai kayu yang dingin.

Membuka jendela, buru-buru merpati liar terbang dan hinggap di dahan pohon. Aku menyapa dan menyuruhnya untuk bersabar. Pergi mencuci muka, rasanya benar-benar segar, tapi aku merasa kesepian. Aku ingin memanggil, tapi teringat jika aku sendirian sekarang.

Membuat sarapan dan makan sendiri. Aku merasa ini ganjil. Biasanya aku akan cepat-cepat dan tidak pernah memikirkan cahaya pagi yang jatuh atau tidak, bahkan burung merpati yang menyapa. Aku merasa burung itu benar-benar pengemis dan aku merasa kecewa dengan mereka. Tapi aku merasa ada yang membutuhkanku, tidak apa-apa jika itu beberapa burung yang perlu aku demi makanannya.

Hari ini aku hanya makan mie instan. Kata ibu dan Dara ini tidak sehat dan tidak ada gunanya. Aku setuju tapi kupikir inilah makanan yang cepat di buat, enak dan hanya perlu mencampurnya saja.

Di dinding ada beberapa kertas-kertas yang tertempel dengan garis-garis krayon warna-warni. Dara suka menggambar dan dingin rumah kami yang putih itu dipenuhi karya Seninya, banyak sekali Hingga seperti lukisan abstrak. Ayah memarahinya dan mengecat ulang satu sisi dinding dapur menggunakan warna biru. Ayah suka warna biru, bagiannya dia seperti melihat langit. Ayah suka makan sembari melihat langit.

Rumah ini selain kecil juga seperti tidak ada langit. Tiga gedung tinggi berdiri mengelilingi rumah kecil ini. Jika ayah ingin menikmati langit maka dia harus pergi keluar dan jauh berjalan. Ayah tidak suka berjalan jauh. Lelah, katanya. Jadi dia mengecat satu tembok itu dengan warna biru. Ini membuat dapur lebih bercahaya, ungkapnya.

Tapi Dara mulai menghiasinya. Kali ini menggunakan beberapa kertas-kertas yang di gambar. Ada gambar bunga, ayah, dan aku, ada juga gambar kelinci, gajah bahkan ular.

Aku pernah bertanya mengapa Dara menggambarnya. “Bukankah Mama dan ayah takut ular? Dara ingin ular ini hidup saat Mama dan ayah ingin membuang gambar ini.”

Baik aku dan ayah tidak akan membuangnya. Kami sadar bagaimana rasanya menjadi anak kecil dan berpikir ternyata menjadi orang tua itu tidak mudah.

Sekarang gambar-gambar dara terlihat menguning dan tidak hidup lagi, bahkan ular itu juga.

Dara memelukku, tidak ingin berpisah tapi tidak mampu juga melepaskan ayah. Dara memilih ayah dengan enggan dan tidak mau denganku. Aku pikir dara seharusnya pergi bersama ayah.

Bagaimana keadaannya sekarang?

Aku meletakkan piring dan mengambil makanan burung.

Di ruang tamu ada beberapa pakaian bayi. Aku dan ayah mempersiapkan kehadiran seorang bayi enam bulan yang lalu. Kami ingin menyambut anak laki-laki, anak yang disukai ayah, anak yang katanya akan menjadi pewaris keluarga. Apa yang perlu di wariskan? Kami hanya punya rumah kecil ini, tapi ayah bilang pewaris tetap pewaris.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!