NovelToon NovelToon
BUKAN IBLIS

BUKAN IBLIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Kutukan
Popularitas:765
Nilai: 5
Nama Author: yotwoattack.

Berfokus pada Kaunnie si remaja penyendiri yang hanya tinggal bersama adik dan sang mama, kehidupannya yang terkesan membosankan dan begitu-begitu saja membuat perasaan muak remaja itu tercipta, membuatnya lagi dan lagi harus melakukan rutinitas nyeleneh hanya untuk terbebas dari perasaan bosan tersebut.

tepat jam 00.00, remaja dengan raut datar andalannya itu keluar dan bersiap untuk melakukan kegiatan yang telah rutin ia lakukan, beriringan dengan suara hembusan angin dan kelompok belalang yang saling sahut-sahutanlah ia mulai mengambil langkah, Kaunnie sama sekali tidak menyadari akan hal buruk apa yang selanjutnya terjadi dan yang menunggunya setelah malam itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yotwoattack., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BI BAB 29 - Tolong bantu ibu.

"Maaf, nunggu ya."

Aku langsung menatap penuh pada wanita yang sedang membawa nampan berisikan teko juga piring yang terdapat bermacam-macam kue juga biskuit diatasnya.

Makan dulu apa nanya dulu?

Aduh. Aku jadi bingung.

"Ada yang pengen kami bicarakan." Suara santai Edo terdengar yang langsung saja ku angguki. Baiklah, selesaikan tujuan utama kami datang kesini dulu lalu memikirkan yang lain.

"Huh.." ibu warung membuang nafas panjang.

Sebenarnya aku tahu bahwa wanita tersebut tadi memang sengaja berlama-lama didapur karena ia tahu apa maksud kedatangan kami. Sedari awal aku dan Edo datang kesini juga wanita itu selalu menampilkan raut yang tidak biasa.

Ini yang membuatku malas ikut campur. Kalau orang yang diikut campuri ikhlas-ikhlas saja sih tidak mengapa namun kalau seperti sekarang? Ibu warung bahkan sampai berusaha menghindar walau pada ujungnya tetap pasrah juga.

"Baiklah," pasrah ibu warung sembari duduk dilantai depan kami.

Aku yang tahu adab tentu saja secara reflek langsung meluncur kebawah, aku duduk bersila lalu ku layangkan tatapan menghujat pada Edo yang wajahnya terlihat datar-datar saja. Bahkan saking datarnya sampai terkesan songong.

Aku sedikit mengangguk ketika pemuda tersebut membalas tatapanku lalu dengan ogah-ogahan ikut duduk lesehan dibawah.

"Saya bakal langsung to the point. Tolong dijawab karena kalau enggak Kaunnie bakal saya sentil." Ujaran nyeleneh Edo yang langsung membuatku mendelik tak terima. Apa-apaan woylah? Sempet-sempet nya bawa-bawa aku? Huh. "Ibuk bener pakai penglaris?" Sambung pemuda tersebut.

Aku mengesot sedikit untuk maju dan menjangkau piring kue diatas meja lalu aku mengantup mulut sepenuhnya sembari menyimak perbincangan kedua manusia tersebut.

Ibu warung lagi-lagi membuang nafas panjang. "Iya benar." Sahutnya penuh penyesalan. Hoo.. aku manggut-manggut dengan mulut aktif mengunyah.

"Ceri--#"

Aku menggeryit. "To the point. Kamu sendiri yang bilang." Sambar ku menyela ucapan si dodol yang menurutku kekepoannya cukup keterlaluan.

"Gak harus sampai diceritain." Ujarku lagi sebelum menyuap biskuit di tangan dan kembali mengantup mulut seperti tadi-tadi.

Bukannya apa ya aku hanya merasa bahwa 'tidak harus' menceritakan ini itu selagi masih bisa tahu dengan jalan lain. Apalagi saat ini suasana hati ibu warung pasti sedang tidak baik-baik saja, wanita itu gelisah. Bisa dilihat dari jarinya yang saling bergulat satu sama lain.

Ibu warung menatapku lalu mengukir senyum. Entah yang sedang ia pikirkan, namun dari tatapannya yang begitu tulus dan lembut aku jadi bisa tahu dia sedang tidak berpikir buruk tentangku.

"Cih, Oke. alasan ibu make penglaris itu apasih? Bukannya kata kakak saya warung ibu itu dulu selalu ramai ya? Apa ibu gak puas?" Edo berujar dengan nada yang tidak lebih tenang dari tadi.

Sepertinya pemuda itu sudah sedikit tersulut emosinya.

"Dulu warung memang selalu ramai namun semenjak almarhum suami saya meninggal warung jadi mendadak sepi.. warung itu warung peninggalan orang tua saya, saya gak mungkin mau warung itu sepi jadi karena itulah saya pakai cara nekat.." itu ujaran ibu warung yang mengundang dengusan kasar dari Edo.

Aku menyimak saja sembari terus mengunyah. Heum.. semenjak almarhum suami meninggal ya?.. seperti ada sesuatu yang terlewatkan, tapi apa? Tanpa sadar bibirku maju, uh! Aku sedang sangat serius dalam mengorek ingatan di kepalaku.

Almarhum suami ibu warung.. oh! Aku bertepuk tangan sekali yang langsung membuat dua manusia di sekitarku memusatkan sepenuhnya atensi mereka kepadaku.

Bagaimana aku bisa melupakan itu?!

Haish.

Aku kembali duduk tenang dengan tangan yang aktif memasukan biskuit juga makanan kering lain yang tadi ibu warung berikan.

Aura hitam didalam kamar yang terdapat nama almarhum suami ibu warung.. sepi semenjak almarhum suami ibu warung meninggal.. heum...

"Kenapa harus pake cara itu sih, buk??!" sergah Edo sembari mendesis. Aku menoleh cepat menatap pemuda yang terlihat emosi tersebut.

Sudah sampai mana perbincangan kedua orang ini?

Ibu warung terdiam seribu bahasa, lalu ia berujar tanpa sedikitpun nada sangahan di kalimatnya. "Saya juga menyesal.." pasrahnya begitu lelah.

Aku hanya diam saja, saat ini aku merasa semua ini bukan sepenuhnya kesalahan ibu warung.. karena... Ah, tidak usah kubilang deh, belum pasti juga.

Edo terdiam cukup lama dengan dada yang kembang kempis. Pemuda tersebut sedang berusaha menetralkan emosinya. Sesayang itu Edo dengan warung favorit almarhum kakaknya?

Mereka kembali berbincang panjang yang kali ini obrolan mereka tidak kudengarkan sama sekali. Indra pendengaran ku tulikan, namun mulutku yang imyut masih aktif mengunyah.

Baiklah. Sepertinya aku harus banyak-banyak menciptakan spekulasi disini.

Dulu-dulu sekali warung wanita yang sedang asyik beradu cakap dengan Edo itu katanya begitu ramai, narasumber alias almarhum kakak Edo sendirilah yang berujar begitu. Namun, kata ibu warung, warungnya menjadi sepi semenjak suami wanita tersebut meninggal dunia.

Sekilas memang tidak mencurigakan namun apabila diperhatikan lagi..

Apa para pelanggan begitu mencintai suami ibu warung sehingga semenjak pria itu meninggal orang-orang jadi kompak tidak mau lagi pergi kewarung? Begitukah?

Tentu saja.

Tentu saja tidak maksudnya!

Aku terdiam dengan mulut juga kepala yang sibuk. Aku tidak pernah merasakan suka, apalagi cinta, aku juga tidak punya orang favorit apalagi pedagang favorit. Namun menurutku, secinta-cintanya orang dengan penjual, hal utama yang ia perlukan dari si penjual tersebut adalah dagangan dari penjual itu sendiri.

Jadi, jikalau sang penjual tidak ada menurutku itu tidak mengapa, kecuali yang tidak ada itu dagangan dari penjual tersebut.

Pembeli datang untuk membeli, bukan beradu kasih dengan penjual.

Kan?

Aku mengangguk-angguk. Aku memang cerdas! Aku terkekeh lalu kembali sibuk dengan otakku.

'warung sepi selepas kepergian sang suami..'

'penglaris..'

'hantu penglaris yang murka..'

Heumm.. tanganku parkir ke dagu dengan raut muka yang luar biasa serius. Dapat! Aku menjentikkan jari ketika spekulasi yang menurutku paling tepat muncul di benakku.

'gak salah lagi nih!'

Aku manggut-manggut.

Baiklah, walaupun aku yakin tebakanku benar, aku tetap harus meminta konfirmasi dari orang utama yang bersangkutan.

Lagi-lagi aku mengangguk. Aku merasa lagi pintar-pintarnya.

"Buk." Lontar ku santai memanggil seseorang yang jawaban darinya akan mengkonfirmasi tebakan yang sedang membara di benakku.

'bilang tebakan aku benar buk! Hiakkk!!'

Ibu warung menatapku, begitu pula dengan pemuda yang beberapa detik yang lalu menjadi lawan bicaranya. "Kenapa, dek?" sahut ibu warung.

Aku berdehem lalu dengan wajah yang setia datar aku berujar. "Siapa yang ngerekomendasiin dukun yang ibuk datengin itu?" aku dengan santai melontarkan kalimat tersebut. Jika yang ibu warung sebutkah adalah...

"Almarhum suami ibu." sahut ibu warung yang langsung membuatku menjentikkan jari.

KANN!!

Oke. "Ekhem," Aku berdehem.

Cukup sudah. Sekarang aku sudah paham mengapa dari awal aku merasa bahwa semua ini bukan murni kesalahan ibu warung. aku berpikir bahwa pasti ada seseorang yang ikut campur tangan. Alias, ibu warung pasti tidak sendiri.

Dan binggo! Firasatku benarkan?!

Haish~

Pantas saja warung wanita tersebut bisa sangat ramai lalu setelah almarhum wanita tersebut meninggal warung yang ia miliki jadi luar biasa sepi.

Ternyata mereka pake penglaris nya emang dari dulu-dulu sekali, ya?

Hadeh.. aku menggeleng tak habis pikir lalu menatap penuh kepada dua orang di sekitarku.

"Khasiat penglaris bakal hilang ketika sang pengkaji meninggal dunia." Lontar ku santai sembari bersandar pada badan kursi di belakangku.

Persetanlah dengan ibu warung juga Edo yang masih menampilkan raut bingung! Aku menutup kedua belah mata sembari menunggu dua orang tersebut paham akan kalimatku barusan.

'ilmirhim siimi ibi, hadehh~'

Ternyata sama saja. Pantas saja jodoh.

Oh iya! Apa ibu warung tidak tahu bahwa almarhum suaminya itu pake penglaris? Tidak tahu apa belum tahu? Bukan belum tahu, melainkan belum sadar tepatnya.

Aku tetap sabar menunggu kedua orang lelet itu sadar akan makna kalimatku. Sampai pada akhirnya kedua orang itu memberi reaksi.

Raut wajah mereka yang awalnya bingung tiba-tiba berubah dengan perubahan yang cukup signifikan.

Kedua belah mata itu membola dengan mulut yang membentuk huruf 'O' uh! Mereka shock kah? Iyalah.

"JADI MAKSUD LO?!!" Edo menyambar dengan suara menggelegar, pemuda itu tiba-tiba saja sudah berada tepat didepanku dengan wajah kami yang hampir tidak berjarak.

Kaget mu lebay bung.

Tanganku bergerak santai untuk mengeplak wajah itu. "Aduh," Tanpa mengindahkan aduhan si Edo, netraku ku arahkan untuk menatap wanita yang sepertinya juga tidak kalah shock namun reaksinya masih jauh lebih kalem dari pemuda yang sedang mengaduh dengan mulut misuh-misuh disebelahku.

Ibu warung terdiam dengan raut pias lalu ia menatapku dengan pandangan yang tak biasa.

Bingung bercampur tak percaya?

Aku acuh tak acuh dengan bagaimana ibu warung menatapku. Terserah saja apabila wanita itu tidak percaya atau tidak terima, yang penting aku sudah menyampaikan sesuatu yang menurutku cukup penting dan cukup perlu agar aku cepat dapat uang dari si Edo.

"Ibu enggak terpikirkan sampai kesana.. tapi... Ibu percaya apa yang kamu bilang itu benar adanya sekarang.." Ujar ibu warung setelah terdiam cukup lama.

Wanita tersebut menatapku penuh lalu ia kembali melanjutkan kalimatnya. "Bagaimana cara terlepas dari makhluk penglaris itu? Karena kalau boleh jujur, bukan cuma keuangan ibu yang ia ganggu melainkan mental ibu juga."

"Ekhem.."

Edo berdehem lalu dadanya yang biasa saja ia busung kan. Dengan nada percaya diri juga sengaja di tegas-tegaskan ia berujar. "Itulah niat kedatangan kami kesini. Kami akan membantu ibu menyelesaikan segala permasalahan warung juga yang terpenting sekarang kami akan berusaha melindungi mental ibu." Ujarnya begitu percaya diri padahal aku sendiri tahu bahwa ia sama sekali tidak paham dengan hal beginian.

Edo hanya remaja kepo yang jiwa kepahlawanannya sedang aktif-aktifnya.

"Terimakasih. Tolong bantu ibuk."

1
kalea rizuky
orang mana Thor kok tau pentol/Curse//Curse/
Yoyoo
cemangatt
Yoyoo
kiw
Diana
👍Seru banget, kayak nonton film di bioskop
minsook123
Thor, aku rindu banget sama ceritamu, please update secepatnya!
Jiraiya
Gak bisa move on! 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!