Pergaulan di masa putih abu-abu memang sangat menyenangkan. Kebebasan yang di dapatkan kerap kali menjadi jalan yang ia pilih untuk menentukan kedepannya.
Seperti kisah pria tampan yang bernama Raga Mahendra. Ketampanan yang di miliki menjadi incaran banyak wanita. Baik yang nakal mau pun wanita yang baik-baik.
Tanpa ia sadari salah satu di antara banyaknya wanita telah membuat masa depannya terancam. Mengorbankan kesuciannya tak tak lantas membuat wanita bernama Natasha Veronika puas.
Ia meminta pertanggung jawaban pada Raga.
“Apa-apaan kamu? Bertanggung jawab? Tidak.” Tegas Raga menolak.
“Kalau kau memaksa, aku akan menyebarkan video itu.”
Air mata Tasha berjatuhan, ia sadar sebodoh apa dirinya yang cinta mati pada pria seperti Raga.
Hingga akhirnya mereka pun tak lagi bertemu sejak saat dimana mereka telah lulus sekolah.
Akankah mereka bertemu kembali setelah lama berpisah? Apakah semua masalah selesai begitu saja dengan Raga pergi meninggalkan Tasha dengan kenangan buruk? Sementara video keduanya yang hanya menampakkan wajah Tasha sudah tersebar luas di media sosial.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marina Monalisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keahlian Tersembunyi
Usai menghabiskan waktu bersama sang anak dengan jalan-jalan, kini sudah waktunya untuk Tasha kembali pada rutinitasnya bekerja. Banyak sekali email yang masuk dari customer yang membuat Tasha harus segera bekerja. Hari pertama tiba, ia habiskan untuk membereskan barang-barang lebih dulu.
"Gara!" panggilnya pada sang anak.
Gara tampak bermain di atas tempat tidur sang mami dengan robotnya. Ia masih enggan masuk ke kamarnya sendiri. Beberapa hari satu kamar dengan Tasha membuat bocah itu sedikit manja dengan alasan kamarnya tidak luas untuk bermain.
"Iya, Kak. Gara di sini." jawabnya yang terdengar lucu.
Tasha yang mengira sang anak sudah tidak di kamar akhirnya menoleh dan tersenyum. "Kamu main apa sih? kok nggak ada suara? Kakak pikir sudah keluar." ujar Tasha dan Gara hanya tersenyum tampan.
"Ini bawakan oleh-oleh buat Mamah dan Papah. Dan yang ini buat bibi-bibi juga yah." Patuh Gara bergegas turun dan mengambil apa yang sang mami perintahkan.
Tasha memilah barang bawaan yang kotor dan juga bersih. Ia tampak sangat rapi jika bekerja, dan hal inilah yang membuat para customer suka dengan hasil kerja Tasha.
Beberapa waktu berlalu kini Tasha sudah kembali segar setelah mandi untuk menyegarkan tubuh setelah perjalanan. Dan Gara pun juga begitu, ia sudah rapi dan siap untuk bermain dengan Papah dan Mamahnya.
"Papah," panggilnya.
"Ada apa, Gara?" tanya Firman mengusap puncak kepala sang cucu.
"Bukankah ini hari kerja? Mengapa Papah di rumah? Kakak saja sudah kerja." celetuknya yang melihat Tasha sudah masuk ke butik di rumahnya.
Tasha sengaja membuat butik di rumah agar ia tetap bisa di awasi dengan kedua orangtuanya serta tak sering bertemu orang di luar sana. Biarkanlah customer sendiri yang datang ke rumahnya. Rasanya itu akan jauh lebih aman.
"Papah sengaja libur agar bisa bermain dengan kamu." tutur Firman tersenyum pada sang cucu.
Berbeda dengan di dalam butik. Tasha tampak terkejut saat tiba-tiba sang mamah datang menghampirinya.
"Sha, ini di makan dulu kuenya." Indri datang membawakan susu untuk Tasha serta kue buatannya sendiri.
"Mah, tidak usah repot seperti itu. Mamah main sama Gara saja. Tasha masih bisa kok ambil sendiri ke dapur." tuturnya kasihan pada sang mamah yang masih begitu sayang padanya dengan segala kekurangan Tasha.
Namun, Indri hanya tersenyum menanggapi ucapan sang anak. "Mamah bangga sekali sama kamu, Sha." ujarnya menatap sang anak yang tengah menggerakkan tangan membentuk kain indah di tubuh manekin itu.
Tasha menoleh dan tersenyum. "Mamah jangan berlebihan seperti itu. Tasha yang justru bangga dengan Mamah. Mamah dan Papah adalah orangtua terhebat buat Tasha. Tasha bersyukur sekali punya kalian." Pelan wanita itu meletakkan jarum di tangannya serta mendekat pada tubuh sang mamah. Segera Tasha memeluknya erat.
"Kamu sudah membuktikan semuanya pada Mamah dan Papah. Kerja keras kamu tidak sia-sia, Sha. Bukan hanya mamah dan papah, tapi negeri ini bangga memiliki anak bangsa seperti kamu." Indri bahkan sampai menitihkan air matanya.
Merasa terharu dengan keberuntungan sang anak. Hingga pelukan mereka terhenti kala Tasha sadar sudah banyak email yang masuk dan baru beberapa yang ia buka.
"Mah, Tasha sepertinya butuh bantuan orang untuk menghadle ini semua. Email yang masuk begitu banyak, Tasha sulit mengecek dan mengerjakan semua ini." Tanpa berkata apa pun, Indri berjalan mendekat.
"Ayo kerja, tunggu apa lagi? Biar Mamah yang atasi ini semua." Dengan tenang wanita paruh baya itu membuka laptop Tasha. Tangannya bergerak begitu lincah di atas keyboard dan itu membuat Tasha terkejut.
"Mamah?" ujarnya syok melihat sang mamah yang selama ini mengabdikan diri dengan keluarga di dapur ternyata begitu cekatan jika berhadapan dengan benda elektronik berbentuk persegi itu.