NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31.

Saat waktu istirahat tiba, semua pemain keluar dari lapangan untuk menghapus keringat dan minum. Romeo duduk di bangku pinggir lapangan, mengambil botol airnya, sementara Hanan mendekat dengan senyum penuh arti.

"Rom, gue gak nyangka Lo bakal nantangin Jovan," kata Hanan sambil menyenggol lengan Romeo, nada suaranya penuh godaan.

Romeo hanya melirik sebentar, lalu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. "Lagian gue cuma bercanda," jawabnya singkat, mencoba terlihat santai.

"Canda? Lo serius banget pas di lapangan tadi, bro," tambah Danan, yang ikut bergabung sambil mengunyah biskuit.

Romeo menghela napas pelan, lalu membenarkan posisi duduknya. "Gue kan nggak bisa diem aja kalau dia sok deket sama Tina," gumamnya pelan, nyaris tidak terdengar.

Namun, Hanan langsung tertawa keras. "Aduh, Rom, ternyata Lo nggak tahan, ya, kalau ada saingan?"

Romeo memasang wajah kesal. "Diam, Han."

Di sisi lain lapangan, Tina sedang berbincang dengan Dinar dan Tika, yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menggoda habis-habisan.

"Dengar-dengar Romeo serius banget, Tin," kata Tika dengan nada menggoda.

Tina menggeleng cepat. "Gue gak ngerti kenapa Romeo malah nantangin Jovan. Ini semua gara-gara Jovan ngomong sembarangan!"

Dinar tertawa kecil. "Tapi seru kan, Tin? Lo jadi kayak hadiah di pertandingan ini."

"Hadiah apaan sih?! Ini malah bikin gue pusing," protes Tina, wajahnya sedikit memerah.

Dari kejauhan, Romeo melirik Tina yang masih terlihat gelisah. Tanpa sadar, sudut bibirnya sedikit terangkat. "Tunggu aja, Van. Gue gak bakal kalah," gumamnya pelan sambil meremas botol air di tangannya.

Setelah pertandingan selesai, para pemain mulai berkemas, termasuk Romeo yang segera berjalan ke arah tempat Tina berdiri bersama Tika dan Dinar. Namun, alih-alih menunggu Romeo, Tina justru terlihat berbicara dengan Tika, lalu naik ke sepeda temannya itu untuk pulang bersama mereka.

Romeo menghentikan langkahnya, memandang ke arah mereka dengan alis terangkat. "Eh, dia nggak nunggu gue?" gumamnya pelan, merasa heran.

Tina melambai sebentar ke arah Romeo sebelum pergi bersama Tika dan Dinar. "Bye, Romeo! Gue pulang duluan ya!" serunya santai.

Romeo berdiri di tempatnya dengan botol air di tangan, matanya masih menatap Tina yang semakin menjauh di atas sepeda Tika. "Lho, tadi gue yang jemput dia, kok sekarang dia malah ikut mereka pulang?" pikirnya, sedikit kesal.

Danan yang baru saja selesai minum, melihat ekspresi Romeo dan langsung tertawa kecil. "Wih, Rom, kasian amat. Tadi jemput, sekarang ditinggal."

"Diam, Dan," balas Romeo sambil berjalan ke arah sepedanya dengan wajah yang sulit ditebak.

Hanan, yang juga ikut mendengar, hanya menepuk bahu Romeo dengan senyum penuh arti. "Sabar, bro. Cewek emang gitu kadang."

Romeo tidak menjawab, hanya mendudukkan diri di atas sepedanya. Namun, sebelum mengayuh pergi, ia sempat melirik ke arah jalan tempat Tina sudah menghilang bersama teman-temannya.

"Besok gue jemput lagi, tapi kali ini gue pastiin dia nggak pulang sama yang lain," gumamnya pelan, mencoba menenangkan rasa kesalnya sendiri.

Sesampainya di rumah, Romeo langsung melempar tasnya ke sofa dan meraih ponselnya. Ia mengetik pesan singkat untuk Tina dengan penuh rasa penasaran.

Romeo: "Kenapa tadi Lo pulang sama Tika? Bukannya tadi gue jemput Lo?"

Ia menatap layar ponselnya, menunggu balasan. Beberapa detik kemudian, pesan dari Tina masuk.

Tina: "Lho, kan Lo udah sibuk ngobrol sama yang lain. Gue pikir Lo nggak bakal antar gue pulang, jadi ya udah nebeng sama Tika."

Romeo menghela napas, merasa bingung sendiri.

Romeo: "Yaelah, gue nggak lupa kok. Lagian gue nggak sibuk, cuma istirahat bentar."

Tina: "Hahaha ya udah, maaf deh. Besok gue nebeng Lo lagi ya, biar gak ngambek."

Romeo tersenyum kecil membaca pesan itu, tapi tetap memasang nada protes.

Romeo: "Ya jangan nebeng yang lain lagi, gue kan udah jemput dari awal."

Tina: "Iya iya, Rom. Besok gue tungguin, kok."

Romeo akhirnya merasa lega. Ia meletakkan ponselnya di meja sambil tersenyum tipis.

"Dia ini emang bikin kesel, tapi ya... lucu juga," pikirnya sambil membayangkan wajah Tina  yang penuh ekspresi.

 

Pagi itu, Tina melangkah cepat menuju taman belakang sekolah. Suasana sudah terasa berbeda—bendera kecil, balon, dan pita warna-warni menghiasi taman dan beberapa ruangan yang disiapkan sebagai tempat pemilihan suara. Beberapa panitia sibuk mondar-mandir mempersiapkan segalanya.

Di panggung utama, Dika duduk dengan tenang, mengenakan seragam rapi dengan pin OSIS yang terpasang di dada kirinya. Ia terlihat fokus sambil membaca catatan kecil, mungkin mempersiapkan diri untuk pengumuman nanti.

"Dikaaa!" panggil Tina sambil melambaikan tangan.

Dika mengangkat wajahnya, tersenyum lebar saat melihat Tina. "Tin! Lo pagi banget hari ini. Tumben banget, biasanya telat!"

Tina mendekat dan menjawab sambil tersenyum. "Gue mau support Lo lah. Ini hari besar, kan? Lo harus semangat!"

Dika tertawa kecil. "Thanks, Tin. Gue gak nyangka Lo bakal datang secepat ini. Biasanya gue yang nungguin Lo."

Tina hanya mengangguk dan duduk di salah satu bangku yang ada di depan panggung. "Tapi gue serius, Dik. Lo bakal menang, gue yakin. Siapa sih yang gak pilih Lo?"

Dika tersenyum penuh percaya diri, tapi ia tetap merendah. "Semoga aja. Tapi kan hasil akhirnya tergantung suara teman-teman kita."

Beberapa menit kemudian, teman-teman lain mulai berdatangan, termasuk panitia pemilihan. Tina memutuskan untuk memberi ruang kepada Dika agar ia bisa fokus. Sebelum pergi, Tina menepuk bahu Dika dan berkata, "Good luck, Dik. Gue dukung Lo sepenuhnya!"

Dika tersenyum lebar, mengangkat tangan seperti memberi tanda "oke." Sementara itu, Tina melangkah pergi, bergabung dengan teman-teman lain yang mulai memenuhi taman belakang sekolah.

 

Dika memasukkan bunga dan cokelat ke dalam tasnya dengan gerakan hati-hati, seolah itu adalah barang paling penting di dunia saat ini. Danan, yang sejak tadi memperhatikan, menyandarkan diri di pintu belakang panggung dan melipat tangannya.

"Lo yakin mau confess ke dia?" tanya Danan, nada skeptis jelas terdengar dalam suaranya.

Dika menghela napas panjang, lalu menutup tasnya. "Gue gak nembak, cuma mau confess. Gue cuma pengen dia tahu perasaan gue, gak lebih."

Danan mengangguk pelan, meski raut wajahnya masih menyiratkan keraguan. "Tapi konsekuensinya Lo udah tau, kan? Kalau misalnya dia nolak atau malah gak tau harus gimana, hubungan kalian bisa berubah, Dik."

Dika tersenyum kecil, meski matanya mengarah ke satu titik tertentu—kelas Tina yang berseberangan dengan kelas mereka. Dari kejauhan, ia bisa melihat Tina dan Romeo sedang bercanda seperti biasa.

"Iya, gue tau," jawab Dika, suaranya terdengar lebih tenang. Ia menunjuk ke arah mereka, lalu berkata pelan, "Lihat mereka. Tina sama Romeo udah deket banget. Gue gak bisa bohong kalau gue iri. Tapi gue juga gak bisa cuma diem nunggu waktu yang gak pasti. Gue harus nyoba."

Danan mengangkat bahu, menyerah untuk membantah. "Yaudah, kalau itu keputusan Lo. Gue cuma harap semuanya berjalan lancar, bro. Tapi siap-siap aja kalau responnya gak sesuai harapan."

Dika tersenyum lagi, kali ini lebih lemah. "Gue udah siap, Nan. Gue cuma mau Tina tau perasaan gue, itu aja."

Danan menepuk bahu Dika, lalu keduanya keluar dari belakang panggung. Dika membawa tasnya dengan erat, hatinya campur aduk antara gugup dan yakin. Di dalam kepalanya, ia hanya berharap satu hal—agar semuanya tetap baik-baik saja, apa pun yang terjadi nanti.

 

Setelah pengumuman hasil pemilihan ketua OSIS ternyata memang Dika yang menjadi ketua OSIS. "Selamat kepada Ardika Wijaya. Dengan poin 318 suara dan kepada Riko sanendra meraih poin 305 poin. Ardika ketua OSIS SMP fiksi loka dan Riko wakil ketua OSIS SMP fiksi loka. Beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka."

Riuh tepuk tangan memenuhi lapangan sekolah ketika nama Ardika Wijaya diumumkan sebagai ketua OSIS yang baru. Senyum lebar terpancar di wajah Dika saat ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju panggung. Riko Sanendra, yang duduk tak jauh darinya, juga tersenyum ramah sambil bangkit untuk menerima posisinya sebagai wakil ketua OSIS.

"Selamat kepada Ardika Wijaya, dengan perolehan suara sebanyak 318 poin, dan Riko Sanendra dengan 305 poin. Dengan ini, Ardika resmi menjadi ketua OSIS SMP Fiksi Loka, dan Riko sebagai wakilnya. Beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka!"

Tepuk tangan kembali menggema, dan Dika menerima selempang tanda jabatan dari kepala sekolah. Ia merasa sedikit gugup, tetapi juga bangga karena kerja kerasnya membuahkan hasil.

"Selamat, Dika!" ujar Riko sambil menjabat tangan Dika di atas panggung.

"Terima kasih, Ko. Mari kita kerja bareng ya," balas Dika dengan senyum penuh keyakinan.

Di barisan penonton, Tina melompat kecil sambil bertepuk tangan dengan semangat. "Dikaaa! Hebat banget!" serunya, walau suaranya tenggelam dalam sorak-sorai yang lain.

Romeo, yang berdiri di sebelah Tina, meliriknya sambil menyilangkan tangan di dada. "Biasa aja kali, Tin. Dia kan emang udah keren dari awal."

Tina menoleh ke Romeo dan menyipitkan mata, "Ya namanya temen, gue harus dukung dong. Lo aja yang gak pernah muji siapa-siapa."

Romeo hanya tertawa kecil, tapi diam-diam ia merasa bangga juga pada Dika.

Dika kembali ke tempatnya setelah prosesi selesai. Teman-temannya segera mengerumuni dan memberikan ucapan selamat. Namun, di tengah keramaian itu, pandangannya langsung tertuju pada Tina.

Ia tersenyum kecil dan berpikir dalam hati, "Kayaknya ini waktu yang tepat buat ngomong ke dia."

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!