Niat hati ingin mengugurkan kandungannya, malah bertemu ayah janin yang ia kandung. Lusi Caisa Vanholand, CEO wanita muda yang menghabiskan malam dengan Gasan Samiel Pedros seorang dokter spesialis kandungan dan anak namun memilih tidak ingin mempertahankan hasil benih semalam yang mereka lakukan. Bagaimana Gasan memperlakukan pasiennya itu? Apakah dia mampu memaksa Lusi untuk mempertahankan calon anak mereka? Bagaimana sikap Lusi dengan pemaksaan yang akan dilakukan Gasan padanya? Dukung novel ini agar mendapatkan retensi terbaik dan masuk menjadi novel pilihan pembaca! Terima Kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SariRani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CEO WANITA KERAS KEPALA
Di perjalanan, Lusi bingung apa yang harus ia pilih. Menerima tawaran dokter kandungannya untuk memiliki kesepakatan selama kehamilan hingga melahirkan atau menyetujui permintaan ayahnya mengingat Jugos jarang sekali meminta sesuatu kepadanya. Mungkin selama Lusi hidup 29 tahun, ayahnya hanya pernah meminta tidak lebih dari 5 permintaan besar.
Malah hampir semua permintaan Lusi dituruti oleh sang ayah.
"Keputusan apa yang ingin aku ambil?" batinnya.
Sesampainya di perusahaan, kebimbangan Lusi sedikit bisa teralihkan karena meeting bersama klien. Dan pada hasil meeting, perusahaan Vanholand memenangkan tender.
Ia merasa bahagia meskipun bagian dirinya lain masih belum bisa memutuskan apa yang akan ia lakukan dengan kandungannya.
Setelah mendengar kabar meeting direktur dengan klien selesai, Ester pun datang menghampiri Lusi di ruangan.
Saat ini Sophie sedang menemui departemen Legal untuk mengurus perjanjian kerjasama.
"Hai, apakah aku boleh masuk dan mengobrol dengan mu?" sapa Ester saat sudah membuka pintu ruang direktur dan melihat Lusi didalamnya.
"Hai..masuklah..barusan saja meeting selesai dan aku bahagia bisa memenangkannya" sahut Lusi dengan senyuman lega.
"Syukurlah..memang Perusahaan Vanholand sangat pantas memenangkan banyak tender selama kamu yang memimpin project nya" ujar Ester lalu ia duduk dihadapan sahabat sekaligus direkturnya.
"Aku sudah mendengar cerita dari sisi Sophie. Dia memang salah telah memberitau informasi yang sensitif dan masih ingin kamu rahasiakan tapi malah ia sampaikan kepada ibumu" lanjut Ester kemudian sambil mengamati perubahan ekspresi Lusi yang tadi sempat tersenyum kini senyumnya hilang saat mendengar apa yang ia katakan.
"Ya memang dia salah. Aku sangat mempercayainya" ujar Lusi membenarkan.
"Tapi selama 15 tahun dan kalian sudah bekerja sama selama kurang lebih 5 tahun, aku rasa Sophie belum pernah mengkhianati mu seperti ini kan. Maksudku selama itu ia selalu menyimpan rahasia mu dengan baik sekalipun Paman Jugos atau Tante Lumbar menanyainya" sahut Ester dan Lusi terdiam, mengingat jika yang dikatakan sahabatnya ini memang benar.
Selama bersahabat dan menjadikan Sophie sebagai asisten serta sekretarisnya, Sophie selalu setia kepada Lusi dan tidak pernah membuatnya kecewa.
Mereka pun menjadi sahabat yang saling percaya.
Entah kenapa untuk kali ini Sophie memang salah. Tapi jujur hatinya sakit saat mengetahui sang sahabat akan menjadi pembunuh bagi anak yang belum lahir.
"Maafkan Sophie kali ini, Lu. Aku paham apa yang dia rasakan dengan keputusan mu itu. Bayangkan saja saat dia berusia 18 tahun sudah hamil dan di usia 19 tahun dia sudah menjadi ibu. Dia berani mengambil resiko untuk mempertahankan kandungannya dan dia sangat tidak menyesal saat ini. Malah dia akan sangat merasa bersalah jika waktu itu ia tidak membuat bayinya lahir. Sophie hanya tidak mau kamu menjadi seperti itu" jelas Ester lagi.
"Tapi aku bukan dia. Dia bisa mempertahankan kandungannya karena ada Arlo dan mereka saling mencintai. Aku tidak memiliki perasaan seperti itu kepada pria yang membuat ku hamil. Aku akan semakin menderita jika hidup bersama pria yang tidak aku cintai dan anak yang tidak aku rencanakan" sahut Lusi.
Ester menghela nafas. Benar kata Sophie, Lusi sangat keras kepala soal ini.
"Baiklah baiklah..diantara kita bertiga, hanya kamu yang belum merasakan bagaimana hidupmu menjadi luar biasa karena anak yang kamu kandung dan lahirkan adalah cerminan dirimu. Aku paham, kamu adalah wanita karir yang sukses, tapi ingat Lusi, ini adalah konsekuensi dari apa yang telah kamu lalukan" ujar Ester.
"KONSEKUENSI APA?? AKU TIDAK MELAKUKAN INI DENGAN SENGAJA!! DASAR DUA PRIA HIDUNG BELANG ITU YANG MEMBUATKU SEPERTI INI!" amuk Lusi emosi sambil beranjak berdiri dari duduknya.
Ester sedikit kaget dengan respon sahabatnya yang tidak biasa seemosi ini meskipun marah sekalipun. Apakah ini efek hormon kehamilan?
"Oke..oke..relax..ambil nafas..please maafkan aku..aku tidak berniat membandingkan hidupmu dengan hidupku atau hidup Sophie" ucap Ester mengalah dan berjalan ke sisi Lusi.
"Duduk lah lagi, aku hanya ingin mengatakan beberapa kalimat sebelum aku kembali ke ruanganku" lanjutnya dan Lusi pun duduk kembali di kursinya.
Ester duduk kembali di depan Lusi.
"Aku dan Sophie sudah pasrah dengan keputusan apapun yang akan kamu ambil. Ini hidupmu dan kita sebagai sahabat hanya memberikan pandangan. Tidak ada salahnya mempertimbangkan dua kemungkinan berbanding terbalik dari keputusan yang akan kamu ambil. Apakah baik untukmu atau malah buruk untukmu. Kita tidak akan ikut campur lagi. Apapun keputusanmu, pilihan hidupmu" ucap Ester.
Lusi terdiam dan menatap tajam wanita didepannya.
"Tambahan, jika semisalnya kamu mencoba mencari ayah dari bayi yang kamu kandung dan meminta pendapatnya, itu lebih baik. Mungkin jika kalian bertemu dan berdiskusi sebaiknya seperti apa, itu lebih baik" lanjut Ester.
Lalu manager SDM itu berdiri dan berniat keluar ruangan.
"Oh ya, ingat..jangan pikirkan omongan orang lain jika memang kamu sudah yakin memutuskan sesuatu. Termasuk omongan dariku dan Sophie. Jujur kami berdua tidak setuju jika kamu menghilangkan bayi yang tidak bersalah" ucapnya lagi sebelum ia benar benar keluar ruangan direktur.
Lusi sendiri memegang kepalanya dengan kedua tangan karena merasa kepalanya itu akan pecah.
Memikirkan hal ini lebih sulit daripada memikirkan banyak meeting bisnis yang pernah ia lakukan.
"Kenapa mereka tidak bisa mengerti apa yang kurasakan sebagai wanita yang belum siap menjadi ibu? Aku takut" gumamnya sambil mata berkaca kaca.
Sebelum air mata menetes, ia sudah menyekanya.
"Aku tidak akan menjadi lemah hanya karena kandungan ini. Aku harus segera memberikan keputusan kepada pria itu" lirihnya lalu segera mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
Siang menuju sore, Gasan masih bertugas di poli anak. Banyak pasien anak anak yang terkena diare serta bapil. Gasan sibuk hingga melupakan deadline mendengarkan keputusan dari wanita yang ia hamili.
Mengira bahwa wanita itu tidak memiliki nomor ponselnya jadi akan datang seperti kemarin malam menjadi pasien terakhir di poli kandungan.
Namun sangkaannya salah, barusan Lusi menelepon Ollar dan meminta nomor telepon dokter kandungannya.
Ollar pun memberikan dengan cuma cuma tanpa banyak bertanya karena dia tau bahwa keponakannya dan Gasan akan terhubung dengan adanya bayi diantara mereka.
Ia pun tidak ingin ikut campur lebih dalam lagi. Meskipun ia juga harus menyembunyikan fakta ini dari keluarganya.
Ponsel Gasan berbunyi di saku jas dokternya saat ia baru saja selesai memeriksa pasien ke 30 dari 45 nomor antrian di poli anak.
Dreeettt..drrrtttttt...
Ponselnya bergetar, Gasan pun mengambil ponselnya itu tapi tertera nomor asing.
"Siapa ini? Aku tidak mengenalnya" gumamnya lalu memutuskan tidak mengangkat telepon dan menyuruh perawat memanggil pasien selanjutnya.
Di tempat lain, seseorang yang menelpon Gasan tadi heran kenapa teleponnya tidak diangkat. Apakah si dokter melupakannya.
"Berani sekali dokter gadungan ini tidak mengangkat telepon ku! Maunya apa!" gerutunya.
Lalu tidak menyerah semudah itu, Lusi menelpon dokter kandungannya kembali.
Drrtttt...Drrtttt..
Ponsel Gasan bergetar lagi saat pasien baru sudah duduk dihadapannya bersama orang tuanya.
"Maaf ya, bapak ibu..sebentar saya ada telepon..putra bapak ibu bisa dibantu perawat untuk berbaring di brankar" ucap Gasan lalu perawat pun membantu pasien sesuai intruksi.
Gasan mengambil ponselnya lagi dan melihat nomor yang sama menelepon.
"Ck! Siapa ini...apa jangan jangan wanita itu?" tebak Gasan lalu baru mengangkat panggilan yang ia terima.
"Kenapa kamu tidak segera mengangkat teleponnya hah? Apa kamu tidak benar benar menginginkan anak ini?" serang Lusi langsung tanpa menyapa.
"Benar..wanita egois ini" batin Gasan dengan senyuman smirk.
"Maaf, aku masih kerja dan nomormu tidak tersimpan di ponselku sehingga kukira nomor asing. Dan juga jangan asal menuduh jika aku tidak mengangkat teleponmu karena aku tidak menginginkan anak anakku" sahut Gasan dengan tegas.
"Ck..anak anakmu kamu bilang? Mereka masih berupa gumpalan darah" ujar Lusi sangat tega bagi Gasan yang mendengarnya.
Deg!
Jantung Gasan langsung berdebar kencang dan tangannya mengepal ingin meluapkan amarah.
"Ya mereka masih gumpalan darah tapi sudah bernyawa. Jangan asal ngomong kamu ya. Wanita karir, wanita hebat, tapi tidak bisa mengerti berharganya sebuah nyawa baru" balas Gasan.
Belum saja Lusi menyahuti, perawat sudah kembali di hadapan Gasan dan mengatakn sesuatu.
"Dok, pasien sudah siap" ucapnya.
"Oh..oh yaa..sus..aku akan kesana" sahut Gasan yang bisa didengar oleh Lusi.
"Kita teruskan nanti atau kamu bisa mengirimkan pesan kepadaku apa maumu" ucapnya lagi kepada lawan bicaranya di telepon.
Lalu belum saja Lusi menyahuti, panggilan sudah ditutup sepihak oleh Gasan.
"Berani sekali dia menutup panggilanku begitu saja!! Dasar pria bayaran!!" kesal wanita itu namun sebenarnya dia bisa mengerti karena ia jug mendengar suara perawat memanggil pria itu.
"Ck...dia selalu berhasil membuat ku naik darah" gumamnya lagi.
Kepalanya semakin berdenyut dan tiba tiba perutnya seperti diaduk. Buru buru Lusi pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
Setelah selesai, Lusi kembali duduk di kursi kebesarannya dengan wajah pucat dan tubuh lemas.
"Aaah..sepertinyaa...sepertinya aku tidak kuat lagi..." lirihnya lalu menaruh kepalanya berlahan diatas meja kerjanya.
Entah ia istirahat sebentar atau pingsan tak sadarkan diri.
semangat update nya hehhehehe....