“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”
Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.
Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.
Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.
Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.
Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 The Punishment
Rasanya Eve ingin meloncat turun dari mobil saat itu juga, namun tatapan tajam Noah dari kejauhan membuatnya mengurungkan niat. Selain itu, Alex menahan dia dengan tubuhnya menghadang pintu mobil.
“Alex, aku, aku bisa pulang sendiri.”
“Kau benar-benar ingin lari dariku lagi? Sampai kapan?”
“Sampai kau menjelaskan, apa yang sudah kau lakukan pada wanita itu.”
“Aku tidak bisa menjelaskannya.”
“Kalau begitu minggirkan tubuhmu! Aku masih berhak untuk memutuskan apa yang aku inginkan.”
“Dan kau akan keluar dari mobil suamimu sendiri, lalu membuat orang mempertanyakan hubungan ini?”
“Tapi aku—“
“Duduk, diam, dan lakukan tugasmu sebagai seorang istri.” Alex menutup pintu mobilnya dengan cepat lalu berputar ke arah kemudi.
Eve tidak bisa menghindar lagi selain duduk diam di sisi Alex. Namun, dia juga tidak mau jika sampai Alex membawanya kembali pulang.
“Turunkan aku di kafe tadi. Mobilku ada di sana, dan aku harus mengambilnya.”
“Aku akan menyuruh orang untuk melakukannya.”
“Tidak bisa.” Eve menyela dengan cepat. “Maksudnya, aku … aku yang akan mengambil itu sendiri.”
“Jangan mencari alasan untuk kabur dariku.”
“Kau tidak tahu! Kau tidak tahu bagaimana setiap saat aku merasa khawatir di dekatmu. Kau tidak tahu bagaimana rasanya setiap detik merasa terancam karena kehadiranmu. Aku tidak bisa hidup dengan tenang, dan bahkan untuk bernapas saja rasanya sesak!”
“Aku … aku juga tidak mau mati muda,” lanjut Eve dengan nada yang lebih datar dan lirih.
Mobil Alex berhenti mendadak tepat sebelum tikungan. Rem mobilnya mencicit, membuat tubuh Eve terlempar ke depan, nyaris mencium dashboard.
“Apa yang kau katakan ini? Apa kau sadar dengan apa yang kau bicarakan?” Alex menatapnya heran.
“Ya, aku sadar dan sesadar-sadarnya. Apalagi yang mau kau tutupi? Laura Owen. Aku tahu nama wanita itu meskipun dia tidak pernah mengatakannya padaku. Bukan hanya dia, tapi lima belas foto wanita itu, kau apakan mereka? Kau membunuhnya, ‘kan? Kau, kau menyiksa mereka dan kau membuat mereka sama seperti Laura yang kehilangan jiwanya. Kau menguasai mereka, dan kau membuat mereka tunduk padamu.”
“Sepertinya kau perlu diingatkan mana batasanmu.”
Alex menginjak gas. Mobil melesat liar, menyisakan desingan di telinga Eve. Jalanan malam berkelebat seperti bayangan, dan untuk sesaat, Eve merasa nyawanya menggantung di udara.
Kini Eve sadar, dia benar-benar dalam bahaya!
Tidak dia sangka, dia telah menerima pernikahan dari pria menyeramkan yang bisa melakukan apa pun padanya sesuka hati.
Alex membawanya pulang ke rumah, tapi saat mobil berhenti, Eve menolak untuk turun.
“Aku tidak mau turun, dan aku tidak mau masuk ke dalam rumahmu lagi.” Eve melipat tangan, berpaling darinya.
“Turun dengan kakimu sendiri, atau aku yang akan menyeretmu.”
Alex membuktikan ucapannya. Ia menyeret Eve masuk, seperti menarik kambing liar yang terus meronta.
“Alex, lepaskan aku! Aku bilang lepaskan!”
“Setelah hukumanmu selesai,” jawabnya dingin.
“Aku sungguh tak tahu apa-apa! Sumpah!”
Alex tak menggubris. Ia menyeret Eve naik ke lantai dua dan mendorong pintu sebuah ruangan.
Ruangan itu nyaris kosong, hanya ada beberapa tiang, sofa kulit, dan mini bar.
Baru kali ini Eve tahu tempat seperti ini ada di rumahnya.
“Aku rasa kau belum tahu arti dari jangan mencampuri urusan satu sama lain.”
Eve menggeleng. Perasaan takut membuat tubuhnya bergidik.
“Baiklah. Kalau kau tidak mau menjelaskan mengenai itu, tidak perlu kau katakan. Aku akan melupakannya. Kau bisa melakukan apa pun sesukamu pada siapa pun.”
“Tapi kau masuk ke ruang kerjaku tanpa izin.”
Sial. Dia lupa soal itu.
Dan semua ini salah Alex juga! Aturannya terlalu banyak, sampai-sampai dia tak bisa menghafal semuanya.
“Aku … aku minta maaf.”
“Kau tahu ada konsekuensi yang harus kau tanggung jika kau melanggar aturan.”
Alex melepas jas dan melemparkannya ke samping. Dasi dilonggarkan, lengan kemeja digulung hingga siku.
Langkahnya tenang, tapi matanya dingin dan tajam.
Eve mundur pelan, mengikuti setiap geraknya dengan ngeri.
“Kau- apa … apa yang mau kau lakukan, Alex?”
“Menunjukkan batasanmu.”
Tubuh Eve membentur pintu. Terkunci. Tidak ada ruang untuk melarikan diri lagi!
Dengan ringan Alex berkata, “Buka bajumu.”
“Ah?”
Dia tidak salah mendengar, kan? Perjanjian mereka jelas tertulis bahwa mereka tidak akan saling berhubungan fisik.
“Alex, kau tidak bisa melakukan itu. Kau sendiri yang membuat aturan jika kita tidak akan—“
“Buka bajumu, atau aku yang akan merobeknya.” Kali ini wajah Alex sangat serius, meskipun sejak tadi dia memang serius. Nadanya terdengar menegaskan, seperti ultimatum seorang Raja.
Jika sudah seperti itu, Eve tidak berani membantah lagi. Ya, dia tahu dia sudah lancang masuk ke dalam ruang kerja Alex. Hanya saja, kenapa hukumannya harus buka baju?
‘Oke, baiklah. Kenapa aku harus takut? Bukankah pusakanya tidak bisa menegak? Kita lihat saja, siapa yang akan tersiksa lahir batin nanti.’
Dengan pedenya Eve melepas dress santai yang dia kenakan, menyisakan celana pendek ketat dan juga under wear-nya saja dan berdiri tanpa rasa takut di depan Alex.
“Semuanya!” perintah Alex sekali lagi.
“Apa?! Ta- tapi ini keterlaluan! Aku hanya masuk ke dalam ruang kerjamu!”
“Kau bukan hanya masuk ke dalam ruang kerjaku, tapi kau juga menggeledah barang-barangku. Jadi, aku juga akan menggeledah tubuhmu. Sekali lagi kau protes, aku akan menambahkan lagi tanpa bisa kau bayangkan apa yang akan aku lakukan.”
“Oh, okeh. Baiklah, jika itu yang kau inginkan.”
‘Dasar, pria imp0ten! Kau pikir kau sehebat apa bisa menahan hasratmu jika aku melepaskan semuanya? Asal kau tahu, kau hanya menyiksa dirimu sendiri!’
Eve melepaskan pertahanan bajunya yang terakhir dengan kesal. Kedua matanya menatap Alex seolah tengah menantang pria itu.
‘Ayo kita lihat, sebenarnya untuk siapa hukuman ini. Aku ingin tahu, bagaimana wajah seseorang yang tersiksa melihat kenikmatan tanpa bisa merasakannya.’
“Sekarang, apa yang kau inginkan?”
“Aku bilang semuanya, apa kau tidak mengerti juga?”
“Aku sudah melepaskan semuanya!” kesal Eve, tapi pria itu melirik ke arah high helss-nya. Oh, haruskah dia juga menginjak lantai ruangan yang sedingin es itu? Sialnya, kedua mata Alex mengatakan jika dia memang harus melakukannya.
Eve mendesis menahan kekesalannya. Tubuhnya yang sudah dingin, semakin menggigil ketika kedua telapak kakinya menyentuh lantai. Wanita itu menghela napas kasar, seolah mengatakan, ‘apalagi yang kau inginkan?’
“Berputar.”
Tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan Alex, atau pria itu akan menyuruhnya melakukan hal gila lainnya.
Eve berputar, seperti sebuah boneka di dalam kotak musik.
Tubuhnya sangat indah, semua bagian mulus tanpa cacat sedikit pun. Kulitnya terlihat sangat tipis dan halus.
Entah apa yang diinginkan oleh Alex, tapi pria itu terlihat biasa saja tanpa ada niat untuk melakukan apa pun padanya. Wajahnya pun masih terlihat datar, seolah-olah dia sudah sering melihat hal seperti itu hingga membuatnya biasa saja.
“Berdiri di depan tiang itu.” Alex menunjuk tiang penyangga dengan dagu, di mana ada pengait di atasnya. Sementara dia berjalan ke salah satu laci meja dan mengeluarkan tali dari dalam sana.
“Alex, apa yang akan kau lakukan?”
“Kau tidak berhak bicara sebelum aku menyuruhmu.”
“Aku tidak mau!”
“Kau bisa memilih berada di ruang ini selama sisa hidupmu, atau menerima hukuman dariku.”
Brengsek …!
Eve meremat jari-jarinya, mengumpat sumpah serapah. Dalam hati. Karena jujur, dia juga takut dengan Alex saat ini.
“Angkat tanganmu.”
Sekali lagi Eve melakukannya, dan Alex meraih pergelangan tangannya dengan cepat lalu menyatukan keduanya dan mengikatnya ke pengait yang tertancap di tiang penyangga.
Ikatan itu dia tarik hingga tubuhnya mengencang sampai kakinya tidak dapat menyentuh tanah dengan benar. Hanya ujung ibu jari saja yang bisa menyentuh lantai.
Alex membuatnya naked di dinding, ditambah lagi dengan kaki yang berjinjit.
“Baiklah, aku bersalah. Aku sudah masuk ke dalam ruang kerjamu dan menggeledah lacimu. Sekarang, bisakah kau melepaskan aku? Aku kesusahan untuk berdiri.”
“Satu malam. Dan setiap protesmu, berarti tambahan jam.”
***