NovelToon NovelToon
Kebangkitan Zahira

Kebangkitan Zahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / Pelakor jahat
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Zahira terpaksa bercerai setelah tahu kalau suaminya Hendro menikah lagi dengan mantan pacarnya dan pernikahan Hendro di dukung oleh ibu mertua dan anak-anaknya, pernikahan selama 20 tahun seolah sia-sia, bagaimana apakah Zahira akan melanjutkan pernikahannya atau memilih bercerai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KZ 19

Membaca, menulis, sastra, dan menafsirkan setiap kata adalah kemampuan dasar para jenderal. Bukan sekadar pedang dan strategi, tapi kecakapan memahami jiwa manusia. Dari lembaran teks mereka merancang siasat, dari puisi mereka mengenali musuh, dari kata-kata mereka menggerakkan ribuan pasukan.

Zahira membuka tulisannya dengan kalimat seperti itu.

“Membaca, menulis, sastra, dan menafsirkan setiap kata adalah kemampuan dasar para jenderal.”

Kalimat pembuka yang tegas dan tajam.

"Makan dulu, Ra," ucap Yusni sambil meletakkan sepiring singkong rebus dan secangkir kopi hitam di samping anaknya.

"Ok, Bu. Terima kasih," jawab Zahira lembut.

Ia menyentuh singkong dengan jari-jarinya yang dingin. Perlahan, ia mulai memakannya sambil terus menatap layar ponsel bututnya. Jemarinya masih kaku mengetik, tapi matanya tajam membaca ulang setiap kata yang ia tulis barusan.

"Bu, di sini ada orang kaya yang butuh tenaga buat cuci baju atau masak nggak, Bu?" tanya Zahira pelan, ragu-ragu.

Yusni membelai kepala Zahira dengan penuh kasih sayang. "Sudah, fokus saja menulis, Nak. Kejar cita-cita kamu. Kami masih sanggup memberi kamu makan," ucapnya lembut namun tegas.

Zahira menghela napas panjang, menatap singkong di tangannya yang tinggal separuh.

"Tapi aku nggak enak, Bu, kalau terus bergantung sama Ibu dan adik-adikku," katanya lirih, matanya mulai berkaca-kaca.

Yusni tersenyum, matanya teduh. "Kita ini keluarga, Nak. Justru harus saling bergantung supaya terjalin persaudaraan dan rasa peduli. Kamu tulis saja, biar kami yang urus sisanya."

"Terima kasih, Bu. Tapi aku tetap akan cari pekerjaan yang cepat menghasilkan uang. Aku masih pemula di dunia menulis, apalagi di zaman sekarang," ucap Zahira, mencoba realistis.

"Baiklah, besok akan Ibu carikan," jawab Yusni sambil membelai kepala Zahira penuh kasih, lalu beranjak meninggalkannya sendiri di ruang tengah yang sederhana.

Zahira menghela napas lega. Di balik kesunyian sore itu, hatinya terasa sedikit hangat. Dua puluh tahun hubungan dengan keluarganya terasa renggang, dingin oleh jarak dan kesibukan. Tapi kini, perlahan mulai mencair. Kehangatan itu kembali, sedikit demi sedikit.

..

..

Setelah Hendro memarkirkan kendaraannya di kantor polisi, ia segera turun dari mobil. Seorang petugas langsung menghampirinya.

“Cari siapa, Pak?” tanya petugas.

“Saya orang tua dari Angga,” jawab Hendro singkat.

Petugas mengerutkan kening. “Biasanya ibu-ibu, Pak,” ucapnya pelan.

Hendro menghela napas. Kata "biasanya" itu menghantam kesadarannya. Itu berarti bukan sekali dua kali Angga ditangkap, dan Zahira-lah yang selama ini mengurus semuanya sendiri. Dalam hati Hendro bergumam, apa selama ini Zahira sanggup menghadapi semua ini sendirian?

Dengan penuh hormat, petugas mengantarnya menyusuri lorong. Di balik jeruji besi, Angga duduk diam dengan wajah murung, tatapannya kosong dan tubuhnya terlihat lemas.

“Ko sendirian, Pak?” tanya Hendro heran.

“Yang lain sudah dibebaskan, Pak,” jawab petugas tenang.

“Ko bisa? Kenapa anak saya belum, Pak?” Hendro mulai kesal.

“Karena orang tua mereka sudah menjemput lebih dulu, Pak,” jawab petugas singkat.

"Ya sudah, berarti saya bisa bawa anak saya dong," ucap Hendro.

"Maaf, Pak, tidak semudah itu. Ada tuntutan dari korban—katanya mengalami gegar otak, dan biaya pengobatannya mencapai 20 juta," jelas petugas.

"Gila, Pak! Mahal sekali!" Hendro tampak kesal.

"Bilang saja sama korbannya, jangan macam-macam. Saya ini ASN, loh, Pak," ucap Hendro dengan nada bangga, berharap statusnya bisa memudahkan urusan.

Petugas tersenyum samar.

"Hukum tidak mengenal status, Pak. Mau jabatannya apa pun, tetap saja di mata hukum semua sama," jawabnya tenang.

"Terus saya harus apa?" tanya Hendro tak sabar.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, dan ia masih harus bersiap bertemu dengan bos galian tanah. Wajahnya mulai gelisah.

"Korban ada di rumah sakit, Pak. Di sana sudah banyak LSM dan wartawan," ucap petugas, lalu menjeda sejenak sebelum melanjutkan, "Bapak mau mediasi di sini atau di rumah sakit?"

"Di sini? Mana korbannya?" tanya Hendro mulai kesal.

"Kalau di sini, Bapak hanya bertemu dengan saya. Tapi kalau di rumah sakit, Bapak akan berhadapan langsung dengan korban, wartawan, dan LSM. Bapak sebaiknya bawa pengacara, kalau tidak, Bapak bisa terkecoh oleh mereka."

Hendro melirik jam tangannya. Jika harus ke rumah sakit, pasti memakan waktu dan negosiasinya bakal alot—terlalu banyak yang bermain di sana.

“Bapak bisa bantu urus ini?” tanya Hendro setengah berbisik.

“Aduh, saya aparat, Pak. Nanti saya dianggap tidak adil. Nama baik saya dipertaruhkan, resiko di jalan, menghadapi pertanyaan wartawan... banyak yang harus saya korbankan,” jawab petugas, terdengar berat.

Hendro mengangguk pelan. Ia paham—petugas bukan menolak, tapi sedang memberi kode… soal harga.

"25 juta, gimana?" tawar Hendro, suaranya ditekan.

"Maaf, Pak. Resikonya terlalu besar," jawab petugas singkat, tetap tenang.

Hendro menghela napas panjang, menatap lantai sejenak.

"30 juta, Pak," ujarnya akhirnya.

Petugas tak menjawab, hanya berjalan pelan menuju mejanya. Ia mengambil selembar kertas, lalu kembali menghampiri Hendro.

"Pak, tandatangani surat pernyataan ini," ucapnya sambil menyerahkan kertas yang di bagian atasnya tertera nomor ponsel—jelas sekali itu nomor e-wallet.

Setelah mentransfer uang sejumlah yang disepakati, Hendro menandatangani surat itu tanpa banyak bicara.

Hendro menggelengkan kepala, wajahnya penuh tanda tanya. Dalam diam, pikirannya bergolak.

Bagaimana Zahira, wanita kampungan itu, bisa mengatasi semua ini?

Apa dia punya banyak uang yang disembunyikan selama ini? Atau ada seseorang yang membantunya diam-diam?

Pertanyaan itu menggantung di benaknya, membuat dadanya sesak. Selama ini ia meremehkan Zahira, menganggapnya lemah dan tak berdaya. Tapi kenyataannya, justru Zahira yang selama ini menyelesaikan masalah yang kini membuatnya kewalahan.

Tak lama kemudian, Angga keluar dari ruangan. Ada memar di pipinya dan sudut bibirnya tampak berdarah. Langkahnya pelan, wajahnya tertunduk tanpa berani menatap siapa pun.

Hendro memandang tajam, matanya menyiratkan kemarahan yang ia tahan. Namun ia tak berkata apa-apa.

Mereka berjalan keluar kantor polisi dalam diam, lalu masuk ke dalam mobil.

Suasana di dalam mobil terasa hening dan berat. Hendro menggenggam kemudi tanpa menyalakan mesin. Kepalanya dipenuhi letupan-letupan lelah. Terlalu banyak hal yang terjadi sejak perceraiannya dengan Zahira. Dan semua terasa berantakan.

"Berapa kali kamu ke tangkap polisi" akhirnya Hendro memecahkan kesunyian

Angga tampak mengerenyitkan dahi

"Sepuluh kali," ucap Angga pelan, nyaris seperti bisikan.

Hendro tersentak. Hampir saja ia menginjak rem mendadak.

"Gila kamu! Sepuluh kali? Berapa duit yang dikeluarkan ibumu selama ini?" bentaknya tajam.

"Emang Papah keluar berapa?" tanya Angga tanpa ekspresi.

"Tiga puluh juta," jawab Hendro, masih terpancing emosi.

"Gilaaa!" teriak Angga kaget.

"Kamu yang gila! Nyusahin terus kerjanya!" Hendro membentak lagi.

"Tapi Mamah... sepuluh kali mamah yang bebasin aku, dan nggak keluar satu sen pun. Bahkan, polisi sempat ngasih uang ke Mamah," ucap Angga datar, tapi dalam.

Hendro tercengang. Tak bisa berkata-kata.

Bagaimana mungkin wanita kampung itu bisa membebaskan anaknya sepuluh kali tanpa bayar apa pun? pikirnya bingung, kepalanya berdenyut hebat.

"Bagaimana mamah kamu bisa membebaskan kamu? Dia nggak... membebaskan kamu dengan badannya, kan?" ucap Hendro tajam. Baginya, itu satu-satunya kemungkinan yang masuk akal.

Angga menoleh cepat, wajahnya tersinggung.

"Mamah datang ke kantor polisi dengan pakaian paling jelek, bahkan mukanya dikasih tanah biar keliatan makin nelangsa. Dia datang sambil nangis tersedu-sedu," jelasnya.

"Terus? Apa yang dia katakan?" tanya Hendro.

Angga tampak canggung, ragu untuk melanjutkan.

"Jawab cepat!" bentak Hendro.

Angga menarik napas panjang. "Dia bilang begini: 'Ampuni anak saya, saya cuma buruh cuci, suami saya pemulung. Anak ini harapan saya satu-satunya. Kalau harus ganti rugi, biar ditahan aja anak saya. Dia makannya banyak, sehari bisa sepuluh kali, belum lagi malas mandi dan jorok. Malam-malam suka teriak-teriak. Nanti di sini kalian yang repot.'"

Hendro terdiam, bingung antara marah, malu, atau kagum.

"Terus, apa tindakan petugas?" tanya Hendro akhirnya.

"Ya ngebebasin aku lah. Mereka bilang rugi kalau aku lama-lama di sana," jawab Angga santai.

"Sedangkan papah, bawa mobil bagus, ngaku ASN," ucap Angga "bagi mereka papah adalah mangsa kakap"

1
Hasanah
enak aj kmu mau jemput Zahira Hendro ngak tau diri PD bnget kamu emang Zahira mau🤣
Liana CyNx Lutfi
jemput zahira krn mau dijadikan pembantu dsar laki2 kurang ajar ,ingat dro zahira itu bkn lg istrimu dasar laki2 serakah nuh urys anak durhakamu jngn nganggu zahira
Sulfia Nuriawati
bkn nya udah d talak kok mau d jemput, pede skali anda hendro, zahira lg berjuang utk muwujudkan cita²nya, jd urus aja, istri rs psk mu itu
Purnama Pasedu
PD si hendro
Purnama Pasedu
elegan
FLA
dih pede banget, emak mau Zahira ma elu lagi ngaca
stela aza
lanjut ,,, udh g sabar nunggu giliran Romlah ketahuan mencuri 🥰
FLA
uhh keren keren Za
FLA: gas lanjut lagi tor
SOPYAN KAMALGrab: terima kasih
total 2 replies
Purnama Pasedu
Zahira bisa kan
Purnama Pasedu
kena lagi zahira
Purnama Pasedu
itu anak bos ya,kena kamu
FLA
rasakan itu, senjata makan tuan kan Zahira di lawan
FLA: iya harus itu, masa dia yg makan duit nya eh orang lain di tuduh
stela aza: sekalian pecat terus penjara sama antek anteknya karena telah menggelapkan barang produksi,,,
total 4 replies
mahira
keren zahira
Hasanah
si Romlah pngen AQ ulek mukax
Lee Mbaa Young
Zahira terlalu polos dan nantang mkne di gitukan.
Pa lagi gk Ada cctv dan bekingan km akn kalah zahira.
sebagai orang Awam dan baru hrse diam dulu jng nantangin terang terangan.
kl dah lama dan tau kondisi lingkungan br lah gerak.
kl dah gini km bisa apa.😅.
stela aza
emank di garmen itu g ada cctv apa ,,, ini udh termasuk fitnah kejam dan tindakan kriminal ,,, ayo Zahira lawan PO Romlah kamu kan cerdas dan pintar jgn mau di tindas 🥰
kalea rizuky
cpet urus cerai resmi zahira
Purnama Pasedu
nuduh perlu bukti
Akbar Razaq
muski tak py hp android kan suami dan anak kamu py.masak gak pernah / tahu apapun.
hanung wahyuningsih
👍🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!