Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Informasi Pagi Itu
"Mana orang itu?" tanya Xadewa begitu tiba di tempat.
Sang anak buah dengan ekpresi campur aduk antara pias dan jenaka, mencoba memberitahu Xadewa. Ia melangkah mundur sedikit, mengambil ancang kalau saja Xadewa naik pitam.
"Gak ada, Bos. Saya cuma ngebohong."
Mata Xadewa langsung melotot. Ia bertolak pinggang dan mulai melangkah maju, membuat anak buahnya makin menciut sambil terus mundur.
"Tenang, Bos, tenang! Saya lakuin ini karena kasihan sama nyonya bos. Tadi dia nyariin Bos terus. Katanya, Bang Dewa ke mana? Gitu, Bos! Udah gitu nanyanya pakai muka orang kangen banget."
Niat awal Xadewa untuk marah pun perlahan mencair. Kata-kata kangen itu entah kenapa terngiang-ngiang di kepalanya. Tapi dia cepat-cepat menepisnya. Jangan gampang percaya. Baru saja anak buah ini ngibulin dia soal ada cowok datang ke Nadia. Siapa tahu ini juga cuma akal-akalan biar dia dan Nadia cepat jadian.
Akhirnya, Xadewa memilih tidak memperpanjang urusan. Dia sadar, anak buahnya ini cuma mau menjodohkannya.
"Udah, pulang sana. Bawa mobil gua, nih kuncinya." Ia menyodorkan kunci mobil ke anak buahnya, yang langsung cabut dari situ dengan tampang tak berdosa.
Xadewa masih berdiri di luar rumah. Ia melirik ke dalam, memastikan apakah Nadia sudah tidur. Ternyata lampunya masih menyala. Akhirnya ia memutuskan menunggu di luar, kemudian memantik rokoknya sambil bermain game di HP. Xadewa bagaikan penjaga, menghalau kalau-kalau ada pria yang menyambangi Nadia. Seakan Nadia tidak boleh didatangi oleh laki-laki manapun selain dia dan orang suruhannya.
Menunggu hampir dua jam, Xadewa akhirnya kembali melongok ke dalam rumah. Lampu ruang tengah sudah mati, tanda Nadia sudah tertidur. Ia tidak tahu persis kapan Nadia beranjak ke kamar karena dia terlalu asyik main game, dan juga tadi sempat menerima telepon kabar kalau targetnya sudah sakit. Xadewa kemudian meminta seseorang diseberang telepon untuk memastikan target lambat mendapat pertolongan.
Tanpa banyak pikir lagi, Xadewa pun masuk ke dalam rumah. Dia sempat ke kulkas, mengambil satu kaleng susu lalu membawanya ke kamar sebelah kamar Nadia. Di situlah ia akhirnya tertidur.
...****...
Pagi harinya.
Xadewa terbangun pukul tujuh. Sinar matahari menembus celah gorden, memaksa matanya membuka. Ia juga mendengar suara-suara dari arah dapur dimana Nadia sedang masak sambil beres-beres.
Xadewa bangkit, membersihkan diri sebentar lalu keluar kamar dan berjalan ke arah dapur. Tapi langkahnya mendadak terhenti. Ia langsung terbelalak dan buru-buru membalikkan badan.
"Nadia! Tolong, pakai daster atau apa kek!" serunya agak panik.
Nadia menoleh kaget, lalu langsung bergegas merapikan diri mengganti baju dengan yang lebih tertutup. Sebelumnya dia memang hanya memakai pakaian yang sangat minim.
Bentar. Gua biasa lihat cewek nggak pakai baju, tapi barusan ngelihat Nadia pakai baju minim kenapa gua kaget?
Ia merasa aneh sendiri. Tanpa sadar, reaksi spontan itu justru menyelamatkannya dari ujian Nadia.
Karena sebenarnya, Nadia sudah tahu Xadewa menginap. Susu di kulkas berkurang satu, dan dia paham maling tidak mungkin cuma ambil satu kaleng susu. Nadia sengaja ingin menguji reaksi Xadewa. Dia penasaran, seperti apa laki-laki itu. Dan hasilnya membuat Nadia mulai yakin, kalau Xadewa laki-laki baik dan tidak kenal dunia malam.
Nadia diam-diam memang sering melakukan penyelidikan kecil-kecilan pada semua hal yang ia temukan.
Habis mikir aneh tentang respon tubuhnya, Xadewa membalikan badan lagi, mau melihat pemandangan yang tadi dan rupanya sudah tidak ada. Hanya ada wajan yang apinya dimatikan. Xadewa mendekati wajan itu, kepo sama apa yang dimasak Nadia. Tapi dia juga tidak meneruskan karena dia tidak bisa memasak.
Tidak lama kemudian Nadia muncul kembali dengan pakaian lebih tertutup seperti biasanya.
"Bang Dewa nggak bilang-bilang mau nginep! Saya biasanya begitu kalau masak, biar nggak gerah."
Xadewa hanya oh doang. Dia nanya Nadia masak apa? Dan Nadia jawab kalau dia masak apa yang dia masak. Kemudian mereka sarapan berdua dengan penuh apa adanya.
"Hari ini lu mau lanjut jadi ibu peri lagi? Mau ngabisin saldo sisa, atau malah nambah deposit?” tanya Xadewa sambil menaruh sendok setelah suapan terakhir.
Nadia yang sudah selesai makan pun turut menjawab. "Lanjut sih. Tapi nanti aja, nyelip di sela-sela kerjaan. Mau fokus dulu sama kerjaan yang ada. Saldonya mau dihabisin aja, Bang. Semalam coba maksa main lagi, tapi udah nggak bisa tembus. Kalah terus. Menang dikit doang, habis itu dibalikin kalah."
Xadewa menahan senyum dalam hati. "Ya iyalah. Sistemnya pasti udah diperketat sama yang punya."
"Iya sih," sahut Nadia sambil mengangguk. Lalu tiba-tiba dia nyengir jahil. "Tapi... yang punya itu abang ya? Kan sama-sama namanya Dewa."
Xadewa menahan tawa. Dia harus jaga ekspresi. Jangan sampai kebaca. "Jangan main tuduh sembarangan cuma gara-gara nama sama. Kalau ada warung namanya warung Nadia, apa itu lu yang punya? Kan nggak juga. Banyak yang namanya sama. Nama gua Xadewa, lu panggil Dewa, terus disamain sama apa tuh, tempat lu main itu?"
"DewaSlotus."
"Nah, itu dia."
"Iya bang, percaya kok. Tapi ada satu hal yang bener soal tempat judol itu."
Xadewa langsung penasaran. "Apa tuh?"
Nadia menatap serius. "Mas Nufus kerja di sana. Saya tahu permainan itu juga gara-gara lihat di laptop dia. Abang tahu nggak siapa bosnya?"
"Bos? Lah, Nufus kerja di mana aja gua nggak tahu. Apalagi bosnya. Kayaknya hal kayak gitu mah dijaga rapet banget, Nad. Kalau lu tanya orang-orang juga, pasti pada nggak tahu."
Nadia menghela napas. "Iya juga ya. Dia nggak mungkin gampang bocorin hal kayak gitu. Huh... kenapa dulu waktu masih serumah aku nggak kepikiran buat ngintilin dia ke tempat kerja."
Nggak semudah itu juga, Nad. Lagian ada bagusnya juga gua deket sama lu, jadi gua bisa tahu langkah lu ke arah dunia gelap. pikir Xadewa dalam hati.
"Udah nggak usah disesali. Lagian nggak bagus juga lu ikut campur ke hal yang begitu. Terlalu bahaya buat lu, Nad."
Nadia cuma diam sebentar, menunduk, lalu angkat kepala lagi sambil menghela napas. "Ya sudahlah. Nggak mau nyesel-nyesel lagi. Yang pasti bos nya itu orangnya lumayan jago. Tahu nggak Bang, laptop Mas Nufus sampai dibuat meledak sama dia. Sayangnya waktu itu saya belum sempat melacak akun yang ngirim virus itu, sudah keburu hangus."
"Fix no debat kalau bwgitu, yang punya pasti pintarnya minta ampun tuh orang."
"Dan saya nggak bisa berhenti penasaran dengan apa yang saya temui, Bang. Soal bahaya, saya nggak kenal sama yang namanya bahaya. Abang tahu sendiri saya bisa di sini karena apa."
Benar juga apa yang dikatakan Nadia.
"Terus lu mau berbuat apalagi? Apa yang bikin lu penasaran?"
"Belum kepikiran berbuat apalagi sih. Masih sekedar penasaran, mau coba cari tahu tentang Angin Sujiwo, dan juga Licyardi."
Xadewa terbatuk-batuk.
.
.
Bersambung.
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/