Mencintai Bos Mantan Suamiku
"Selamat pagi Mas ku sayang. Sarapan sudah siap meluncur ke perut Mas Nufus. Seperti biasa, aku masaknya dengan penuh cinta." Seru Nadia kepada suaminya dengan nada riang.
"Sudah ku bilang, tidak usah repot-repot melayani ku seperti suami. Itu hanya membuang waktu dan tenaga mu saja." Sahut Nufus datar, bahkan tanpa menoleh. Ia sibuk merapikan bajunya, bersiap pergi bekerja. Nadia tidak terusik dengan penolakan barusan, bahkan berusaha membantu merapikan penampilan suaminya. Namun Nufus menepis bantuannya dengan gerakan tubuh yang dingin.
Nadia Elvira selalu bersikap ceria dan manis kepada Nufus, seolah ia merasakan tidak sakit hati sama sekali dengan penolakan laki-laki itu. Itulah membuat Nufus semakin tidak bisa membuka hati untuk wanita tersebut. Selain karena Nadia pemaksa karena dialah yang menciptakan pernikahan ini terjadi, Nadia juga bukan tipe wanita yang nufus inginkan. Terlalu manja, naif, mudah menangis setiap kali Nufus bersikap membodoh-bodohinya, dan juga gemar mengadu.
Yang lebih membuatnya kesal, setiap kali ia bersikap terlalu keterlaluan, keesokan harinya pasti ia mendapat teguran dari orang yang sangat ia segani. Karena itu, satu-satunya cara agar Nadia pergi dari hidupnya adalah dengan terus membuat wanita itu tidak betah di sisinya. Ia berharap, cepat atau lambat Nadia akan menyerah dan meminta cerai.
"Kira-kira, kapan Mas Nufus bisa menerima kehadiranku sebagai istri?"
Wajah Nadia tidak lagi secerah tadi. Senyum yang sempat merekah kini menghilang, menyisakan setengah luka.
"Entahlah. Kalau aku bilang tidak akan pernah, siapa tahu ke depan berubah. Tapi kalau aku bilang bisa menerimamu, nyatanya saat ini aku bahkan belum bisa mencintaimu. Cinta itu tidak bisa dipaksakan, Nadia."
Nadia menunduk. Sekejap saja, lalu ia menatap kembali pria di depannya dengan suara yang terdengar tegar, meskipun hatinya tidak sekuat itu.
"Aku tidak akan menyerah mengejar cintamu, Mas. Suatu saat nanti, kita akan hidup bahagia kalau sudah saling cinta."
Nufus menghela napas pelan. Namun yang berikutnya keluar dari mulutnya bagaikan pisau.
"Kalau kau pergi, barulah aku bisa disebut bahagia."
Kejam. Tapi Nadia hanya diam. Sudah terlalu sering ia mendengar kalimat menyakitkan dari suaminya sendiri. Dia tahu betul bagaimana proses pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi karena balas budi. Orang yang paling ditakuti Nufus, punya hutang budi pada orang tua Nadia. Dan lewat itulah, Nadia meminta bantuan kepada orang tuanya untuk dijodohkan dengan pria yang diam-diam sudah lama ia sukai.
Sayangnya, cinta sepihak seperti ini justru menyeretnya ke dalam luka yang panjang.
"Aku tidak akan pergi."
Nufus mendecak pelan, lalu bangkit dari duduknya.
"Terserah kamu. Tapi malam ini, aku akan mengenalkanmu pada seseorang."
"Siapa, Mas?"
"Perempuan yang akan kunikahi dalam waktu dekat. Dia orang yang aku cintai. Kalau kamu tetap memilih bertahan, kamu harus siap diduakan."
Tanpa menunggu jawaban, Nufus yang sudah rapi langsung melangkah pergi meninggalkan Nadia sendiri dengan perasaannya yang hancur.
...*****...
Nadia gelisah mendengar Nufus ingin menikah lagi. Dia memutuskan keluar rumah, menuju tempat seseorang yang bisa membantunya. Sambil terus bejalan setelah turun dari mobil, Nadia melewati kebun luas dengan langkah tergesa dan juga sambil berusaha menelpon.
Tinggal beberapa langkah lagi menuju tempat tujuan, tiba-tiba terdengar suara krak! dari atas pohon.
Nadia yang sedang tidak fokus, hanya sempat mendongak sepersekian detik sebelum, bruk! sebuah nangka jatuh menimpa kepalanya, lalu menjatuhkannya ke tanah. Meski Nangka itu masih seukuran nangka sayur, bobotnya tetap mampu membuat tubuh Nadia terkapar.
Seseorang yang ada diatas pohon--terduga pelaku tak sengaja penjatuhan nangka-- langsung cepat-cepat turun begitu melihat ada yang celaka dibawah sana. Orang tersebut bukan tengkulak atau pemanen resmi, gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia tengah bersembunyi dari sesuatu. Benar saja, alih alih membantu, ia malah menatap sekilas tubuh Nadia yang tergeletak, lalu kabur terbirit-birit tanpa menoleh lagi.
Beberapa menit kemudian, beberapa warga sekitar yang mendengar suara debaman dan teriakan samar segera mendatangi lokasi. Mereka mendapati Nadia tidak sadarkan diri di tanah. Salah satu dari mereka langsung memeriksa nadinya. Masih ada detak meskipun lemah. Tanpa pikir panjang, mereka segera membawanya ke rumah sakit.
Di tempat lain, pada waktu yang hampir bersamaan...
Di sebuah markas tertutup, Nufus tengah menjalankan rutinitasnya sebagai koordinator sekaligus IT developer dari bisnis gelap yang sudah lama ia tekuni. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, sementara matanya tidak lepas dari layar laptop yang menampilkan grafik transaksi dan jejak digital para pemain.
Ia menyesap kopi manis yang sudah menghangat. Sesekali matanya melirik ke ruangan di depannya yang berdinding kaca, ruang milik Bos X. Kursi kerja di sana kosong. Tapi hanya sebentar. Tidak lama kemudian, sosok itu melintas di depan meja Nufus.
Refleks, Nufus menunduk hormat.
Bos X bukan tipe pemimpin pendiam atau dingin seperti karakter CEO dalam drama. Wajahnya selalu menampilkan senyum, tapi senyuman menghakimi atau mengejek. Bibirnya seringkali tak pernah lepas dari tusuk gigi yang bergeser-geser saat ia bicara. Sikapnya santai tapi menohok. Seringkali hanya dengan senyum miring, ia bisa membuat anak buahnya merasa seperti tidak berguna.
Setelah memberi salam hormat kepada Bos X yang baru saja duduk di bangku kebesarannya, Nufus kembali fokus ke layar laptopnya. Tapi belum sempat menyesap kopi lagi, seorang rekan kerja menghampirinya dengan ekspresi setengah gugup.
"Fus," bisik rekannya sambil melirik sekilas ke arah ruangan Bos X, memastikan tidak ada yang menguping, "Ada gua dapet laporan kalau lu susah dihubungi. Ada berita penting buat lu."
Memang benar. Sejak beberapa waktu lalu, Nufus memutuskan untuk menonaktifkan semua notifikasi dari istrinya. Nomor Nadia dibisukan. Bahkan nomor tak dikenal pun sering diabaikannya. Baginya telepon yang tidak terdaftar hanyalah gangguan tak penting.
"Berita apa memangnya?" tanya Nufus tanpa menoleh.
Rekannya menunduk sedikit, mendekat ke telinga Nufus.
"Istri lu masuk rumah sakit."
Seketika alis Nufus terangkat. Ia berhenti mengetik.
"Kenapa dia masuk rumah sakit?"
"Kena celaka katanya. Tapi sekarang udah sadar, sih."
Nufus mengangguk-angguk santai. "Oh, ya udah." Dia malah lanjut kerja, bukannya bersiap-siap ke rumah sakit begitu dengar Nadia sudah siuman.
"Lho, lu nggak mau nyusul ke sana?"
"Buat apa? Toh dia udah sadar, berarti lukanya ringan. Paling lecet-lecet doang. Emangnya dia kecelakaan nabrak apa? Sepeda?"
"Astaga, bukan kecelakaan, Fus. Tapi kena celaka."
"Celaka gimana maksudnya?"
Rekan Nufus melakukan gerakan tarik nafas lalu buang perlahan, seperti sedang mengaturnya agar lebih tenang. Dengan bibir yang hampir berkedut, ia pun bilang dengan nada cepat.
"Istri lu ketiban nangka."
Nufus ikutan narik nafas, lalu melipat bibirnya. Dengan senyum yang tertahan, Nufus berkutat dengan HPnya, membatalkan rencana malam ini yang mempertemukan Nadia dengan seorang wanita.
Tanpa Nufus sadari, dibalik tawanya yang tertahan, sesungguhnya ada perubahan besar yang telah mengintai hidupnya.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
nowitsrain
Selamat datang kembali! Seperti biasa kan kucintai cerita ini seperti yang sebelum-sebelumnya ❤️❤️ semangat cintaku sayangku kasihku, semoga terbang semakin tinggi dan bersinar semakin terang yh
#rainmodegesrek tapi I rlly love u
2025-06-23
1
Dewi Payang
1 vote buat karya baru kak zenun, dan secangkir kopi buat bos X yang masih ku simak keberadaannya🤭
2025-06-25
1
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
yuuhhhuuuuu akoeh dataaaannngggggg... maafkan diriku yg sok sibuk di RL 3 hari ini. jgnkan baca NToon. buka hp aja sesempatnya. 🤣🤣
2025-06-26
1