Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.
Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.
Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.
Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.
note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 19 Melan dan Gas Melon
"Oke ya. Lo latihan sekarang. Udah pada ngumpul di basecamp nih."
Tap..
Jihan menutup sambungan telepon lalu tak mempedulikan rekontruksi ponselnya yang langsung tersemat di jari begitu disentuh. Gliitt!! Keanehan materi cincin ini persis ponsel milik Ira, dapat mengurangi massanya, susut sendiri alias tanpa buangan massa.
"Nanya apa tadi, Ra?"
"Aku nyari wastafel di Elsi. Kok gak ada Kak. Jadinya April yang bikin. Kenapa sih, di sana gak ada toilet?"
Di lapak lesehan ini, Jihan mengelus kening kepala orang yang meniduri sila, lipatan, kakinya. Sementara Ira yang dibelai tetap sibuk main ponsel.
"Kalo kami makan xmatter olahan Canteen, kami gak ngeluarin zat sisa. Makanya di Elsi gak ada toilet. Ruang yang ada di Snail, semuanya gak punya tepe-a. Nyari sampai kiamat juga percuma."
"Pantesan April langsung buka dinding Panti."
"Iyalah. Kalo di Panti, ada. Makanan sama minuman yang bahannya xmatter alami, tersedia semuanya di gudang petani Panti."
"Jadi perut kak Jihan bisa kenyang total kalo makan di kantin?"
"Demikian bedanya lo sama kami, Ra. Nih nyangkut sama hibernasi, kalo ngebahas kerjaan koki kantin."
"Jadi kak Jihan tetap bisa makan, sewaktu tidur panjangnya?"
"Iyalah. Nih alam geblek itu, Ra."
Blitz! Seberkas cahaya berpendar di dekat Jihan.
"Sori, Madam. Kirain lo lagi gabut. Ada Irawati ternyata."
Mahasiswi ini lalu melenggang pergi tanpa komentar lanjut.
"Iyalah. Badai pasti berlalu, Nur," ucap Jihan, membiarkan Ira bangkit dari rebahan.
"Udah isya, Kak. Aku duluan."
Ira mencium bibir Jihan. Chyaap! Jihan balas mengenyam. Ciip..!
"Ya udah. Sana duluan."
Nur sampai di meja Melan, langsung minta maaf atas keterlambatannya. Peserta lainnya tertawa mendengar alasan yang lucu menggelitik. Entahlah Nur bicara apa pada mereka.
Melan tak peduli ditertawakan teman-temannya, langsung berjanji akan memindahkan tabung gas ke tempat yang diinginkan.
"Wah, lo berani amat. Oke. Masukin gas-nya ke perut dia. Buktikan," pinta Nur.
Saat Melan praktek, dua lelaki itu menahan geli mendengar gemeretuk besi yang terus-menerus bergetar.
Grutukh-grutukh! Grutukh, grutukh, grutukh..
"Haha! Heu . Haha! Heu.. Hahaa..! Heu!"
"Madam! Come here! Dia lulus..!" umum Nur pada Jihan.
"..?!"
Semua orang yang duduk bersantai, langsung melirik pada Nur. Mereka tahu betul Melan tak bisa telekinetis, tapi bunyi getar di meja tersebut dapat membungkam kata-kata.
Grutukh, grutukh, grutukh,.grutukh..!!
"Udah Mel. Woy lagi adzan!!"
"Haha! Heu..! Haaha.. Heu! Hahah..! Heu.."
Malam ini, setelah jam 20:00, Jihan dan para murid ke Endfield meninggalkan Kafe Rizr lewat portal dan Melan bersukacita sebab memenuhi syarat untuk belajar telkin.
Di lapangan segienam, Jihan menceritakan tentang Endfield pada Ira, vloger medsos yang merekam kegiatan.
Satu persatu Jihan perkenalkan siapa saja yang ada di tempat les. Ira tetap merekam si pacar.
Irawati berterima kasih pada Jihan dan hanya bisa lanjut menonton. Tubuh si pewaris lencana tak bisa merekayasa xmatter, akan lecet saat tertimpa tabung gas, natural tidak ada kewajiban berlatih.
Kegiatan kali ini adalah mengendalikan materi organik. Jihan memanggil satu murid dan langsung meminta si peserta mengangkat badannya sebagai sarana target.
Tanpa menyentuh Jihan, pemuda tersebut berhasil menerbangkan gurunya setinggi perut.
"Lepasin.."
Set! Pemuda ini menarik tangannya.
Dreph! Jihan mendarat dengan mulus. "Fadil. Maju."
Di belakang kerumunan, Melan dan Ira beda acara. Melan sedang memegang tabung gas, sedang membuka acara sulap, benda tersebut akan dilepaskan ke jempol kakinya.
"Lihat nih. Bodi gue juga udah kayak mutan. Bakal sembuh sendiri, Ra."
Set! Dukh..!
"Aa! Aduh.." panik Ira, berpaling tak ingin melihat kaki Melan tertimpa LPG 3 kg. "Aduh.."
"Tenang. Liat baik-baik.." ucap Melan memindahkan tabung gas yang menghalangi objek.
Ira melihat kulit Melan mulus kembali. Namun saat rasa penasarannya tumbuh, ingin tahu lebih banyak, Ira malah membiarkan Melan pergi.
"Bentar, gue dipanggil."
"Melan. Budeg!"
"Iya, iya..! Bawel. Orang cuma ngobrol."
Melan datang memenuhi panggilan Jihan. Ira lihat langkah Melan baik-baik saja, tidak terpincang. Tapi..
Melan kesulitan menggangkat tubuh Jihan di acara les ini. Dia minta Jihan berpose aneh, namun ditolak. Dan ketika diikuti, Melan kembali gagal. Akhirnya, Melan pun menyerah.
Irawati bergerak ke depan kerumunan, menjinjing gas melon, minta ijin melukai Melan.
"Aku mau jatuhin ini ke kakinya Kak."
Dalam bingungnya, Jihan segera mengiyakan permintaan Ira.
"Ya udah."
"Lo mau ngapain Ra?"
"Ini. Pegang lagi. Jatuhin lagi kayak tadi. Bedanya sekarang, jangan sampai kena kaki."
Melan yang masih bingung segera bungkuk memungut tabung.
"Dalam hitungan ketiga, lepas gas-nya," beritahu Ira.
"Itu bareng?"
"Iya. Satu.."
Di tengah banyak pasang mata, Ira dan Melan menghitung mundur bersama-sama. Pada hitungan ke tiga, Ira melepaskan tabung gas yang dipegang. Detik itu juga kedua tangan Melan beraksi. Set!
Dthh!!
Tabung gas diam mengambang setinggi lutut.
"Kak Jihan. Vibes dia masih di tabung gas. Tadi aku lihat gasnya lagi terangkat sesenti. Jadi buru-buru aku bawa ke sini."
"Bagus. Gue mau ngasih tahu itu ke dia, Ra."
Melan dan Ira senyum.
Melan perlahan menaikan kedua tangannya. Tabung gas yang dikendalikan turut naik mengapung.
"Selamat, Mel. Lo telkin sekarang."
Plokh! Plokh.. plokh..
Salah seorang bertepuk tangan. Jihan mengikutinya, begitu pun penonton lainnya.
Plokh..! Plokh..! Plokh-plokh!