Seorang gadis bernama Mia Elisha yang selalu ceria sedang jatuh cinta kepada seorang laki-laki pendiam bernama Jiro yang duduk di depan meja di kelasnya, Namun karena kepribadiannya yang dingin, pendiam juga sangat pintar.
Suatu hari Mia mengungkap kan perasaannya kepada Jiro tetapi Jiro menolaknya namun Mia tetap berusaha untuk meyakinkan Jiro bahwa perasaan Mia tidak pernah berubah tetap saja Jiro mengabaikan Mia hingga suatu hari Mia berhenti untuk tidak lagi menyukai Jiro.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Wulandini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPERTI RANTING RAPUH
Aku pun memulai untuk menghubungi Mia dan sejak saat itu aku dan Mia mulai saling berbalas pesan dan sesekali aku bertemu dengannya, namun ada satu hal dimana aku menerima kenyataan bahwa Mia sudah menjadi milik orang lain, ya ... Pada dasarnya aku hanyalah seorang teman SMA-nya terlebih luka yang dahulu ku berikan padanya mungkinkah masih melekat pada hatinya.
Suatu hari Mia mengajakku untuk bertemu ada sesuatu yang tidak terlihat biasa darinya, dia hanya terdiam dan terus memegang pipi kanannya matanya terlihat sayup seperti manusia yang sudah tidak punya harapan untuk hidup kembali.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku pelan
Mia masih menundukkan kepalanya karena ada sesuatu yang berbeda padanya aku memaksa menyingkirkan tangan Mia yang sedari tadi terus ia pegangi terlihat begitu merah dan sedikit memar.
"Siapa yang melakukannya?" tanya ku tanpa basa basi
"Ini ... Tadi jatuh" ucap Mia terdengar bohong
Aku terus memperhatikannya"kau tau Mia? Tidak ada manusia yang 100% bisa jujur kebanyakan dari mereka akan berbohong meski 1% itu karena hanya untuk menutupi kebenaran untuk melindungi diri sendiri"
Mia menatapku dengan matanya yang mulai berkaca-kaca"aku menemuimu karena kau seorang dokter, jadi aku ingin meminta pertolongan mu untuk mengobati ku, aku benar-benar jatuh saat pulang dari lokasi syuting"
Tanpa sadar aku menelan ludah dengan berani aku membawa Mia menuju rumahku, sepanjang perjalanan sesekali aku mencuri pandang kearah Mia dia hanya terdiam dengan tatapan kosong. Hingga sampainya dirumahku tidak ada seorangpun di rumah aku menyuruh Mia untuk menunggunya di ruang keluarga sedangkan aku pergi mencari ice pack di dalam kulkas freezer hingga akhirnya aku memberikannya kepada Mia namun ia hanya terdiam memandangiku.
Aku menghela nafas sejenak lalu akupun duduk disebelahnya karena Mia hanya terdiam hingga akhirnya akupun membantu Mia mengompres bagian yang memar dipipinya.
Mia terlihat begitu canggung"kalau begitu biar aku saja" ucapnya sambil mengambil alih ice packnya
"Baiklah, aku akan buatkan teh" ucap ku sambil beranjak menuju dapur
Setelah itu aku membawakan Mia secangkir teh juga biskuit, aku meletakkannya di atas meja sedangkan Mia masih mengompres pipinya aku terus memperhatikan Mia hingga ia pun tersadar karena aku terus memperhatikannya aku pun langsung memalingkan pandanganku.
"Silahkan di minum tehnya supaya kau bisa merasa lebih enakkan" ucapku mengalihkan
Mia tersenyum dan dia segera mengambil tehnya tanpa sadar aku dengan sigap langsung mengambil alih ice pack dan membantu mengompresnya agar Mia bisa menikmati teh yang telah ku buat. Sekali lagi Mia terlihat canggung dan merasa aneh melihat sikapku padanya.
"Jiro ... Kenapa kamu?" ucapnya terhenti
"Kau menemuiku untuk mengobatimu, jangan bergerak aku sedang mengobatimu" ucapku padanya membuat Mia tersipu
"Aku takut pulang dalam keadaan memar karena aku tidak ingin ibuku khawatir padaku" tutur Mia
Aku tersenyum"aku mengerti, sebelum kamu pulang aku akan memberikanmu salep"
Beberapa menit kemudian Mia terlihat gelisah ketika ia membuka notifikasi dari ponselnya, Mia pun segera beranjak.
"Maaf Jiro aku harus segera pergi" ucap Mia yang terdengar sangat terburu-buru
Aku meraih tangan Mia"aku akan mengantarmu pulang"
Mia melepaskan genggaman tanganku "tidak perlu Jiro, terimakasih untuk semuanya" ucapnya sambil berlalu.
Akupun mengikuti Mia dari belakang, akan tetapi saat Mia membuka pintu gerbang terlihat gesture dari wajahnya alis mata naik menyatu, kelopak mata bagian atas naik dan kelopak bagian bawah menegang kedua mulut sisinya terbuka menyamping seperti membentuk senyuman getir itu adalah ekspresi orang yang sedang ketakutan, aku melihat kearah depan ingin tahu apa yang telah di lihat olehnya hingga ia merasa takut, dan terlihat seorang pria dia pun mulai menghampiri ia menyelipkan kedua tangannya ke saku celananya, terlihat ekspresi wajahnya sisi bibir mengencang dan naik hanya di satu sisi wajah saja bisa jadi salah satu ekspresi seperti dimana tidak ada menaruh rasa hormat.
Mia merasa ketakutan"kenapa kamu bisa ada di sini"
"untuk menjemputmu" ucap pria itu meraih tangan Mia
"Tunggu ... Anda siapanya?" tanya ku
Pria itu berlaga seperti merendahkan"tentu saja saya pacarnya"
Aku merasakan ada yang tidak beres dengan pria tersebut "Mia .... " ucapku
Mia menoleh kearahku "maaf Jiro, aku harus segera pergi terimakasih untuk semuanya"
"Tunggu Mia ... Ini ...!!!" aku menyerahkan salep kepada Mia namun pria itu segera mengambilnya
"Hei ... Apa hubungan mu dengan Mia?" tanya pria itu dengan ketus
"Dia sahabatku di SMA" sahut Mia dengan cepat
"Bukankah sahabatmu hanya Hanna?" tanya pria itu sekali lagi merasa tidak yakin
Terlihat Mia merasa gelisah"Aku, Hanna, Marcel dan ini dia Jiro kami berempat bersahabat dari SMA" ucap Mia
Pria itu mengangguk dengan tengil dan segera pergi membawa Mia memasuki mobilnya.
...****************...
pov Mia
Aku memasuki mobil pacarku yang bernama Ricky Anggara dengan tinggi 175cm alisnya begitu tebal dan berkulit putih juga paras yang menawan, aku dan Ricky sudah hampir 2tahun berpacaran dengannya setelah aku bekerja menjadi seorang reporter, dia memiliki sifat yang begitu keras namun entah mengapa aku memilihnya menjadi pacarku atau hanya sekedar mengisi rasa kekosongan hati setelah sekian lama aku sendiri, atau hanya sekedar balas budi padanya, sepanjang perjalanan dia terus menampilkan ekpresi marah padaku, aku merasa takut padanya namun dia pacarku pilihanku sendiri.
"Bagaimana kamu tahu aku ada di sana" tanya ku
"Seharusnya aku yang bertanya sedang apa kamu disana" ucap pacarku yang sedang menyetir
Aku terdiam namun Ricky berteriak membuatku ketakutan"jawabbb ...... "
Jantungku berdegup begitu kencang"aku bertemu dengannya lalu dia melihat pipi ku yang memar karena dia seorang dokter lalu dia membantuku untuk mengobatinya" ucapku dengan perasaan takut
Ricky melemparkan salep yang digenggamnya"pakai itu ... Jangan sampai saat kau tampil di tv terlihat memar itu"
Aku menutup kedua mataku memegang dahiku juga menahan untuk tidak menangis "tidak bisakah kau bersikap sedikit lembut terhadap ku" ucapku
"Hei ... Setelah aku membantu mu untuk menjadi seorang reporter mengapa kau banyak mau, seharusnya kau lebih nurut kepadaku kau akan baik-baik saja jangan salahkan aku itu semua karena kau" ucap Ricky membuat ku merasa lemas mendengar ucapannya.
"Jangan harap kau bisa lepas dariku" ucapnya kembali
Aku mengepal kedua tanganku menahan amarah juga tangisanku, sesampainya dirumahku sebelum itu Ricky mengancamku untuk tidak membicarakan apapun kepada mamaku, karena sebenarnya penyebab memar dipipiku inilah yang telah diperbuat oleh Ricky pacarku sendiri, dia begitu marah saat aku memergokinya sedang berduaan dengan seorang wanita namun ketika aku memintanya untuk menjelaskan justru hanya amarah yang dia lontarkan dan memukulku tiba-tiba akan tetapi tidak hanya sekali atau dua kali Ricky memperlakukanku begitu buruk dan aku tidak bisa lepas darinya karena ada begitu banyak ancaman yang dia berikan kepadaku hingga akhirnya akupun tetap bertahan dengannya hingga aku mati rasa dengan sikapnya, dan saat makan malam bersama Mama, mama pun mulai menyadari memar yang ada di pipiku.
Mama terlihat khawatir"Mia ... Ada apa dengan pipimu?"
Aku memegang pipiku dengan sadar"Ah ini ... tadi di lokasi syuting aku tidak hati-hati kepentok, mama tahu kan di tempat syuting ada begitu banyak alat entah kamera dan lain-lain" ucapku mengeles agar tidak dicurigai
Mama menghela nafasnya"dari dulu kamu tidak pernah berubah selalu sembrono"
Aku pun tersenyum dan segera merapihkan piring ku, setelah aku membantu mama mencuci piring aku pun kembali ke kamarku dan aku melihat salep yang telah di berikan oleh Jiro, aku pun segera mengoleskankan di area memarnya, akupun terdiam dengan tatapan kosong melihat diriku sendiri di balik cermin.
"Entah mengapa setelah dewasa lebih banyak melontarkan kebohongan hanya untuk menutupi semuanya, entah sedih senang atau bahkan beduka sekalipun tetap harus menjalankan hidup seakan-akan hidup ini begitu indah untuk di nikmati namun berbeda dari kenyataannya" ucapku dalam benakku
semangattt/Determined//Determined/