NovelToon NovelToon
Satu Cinta, Dua Jalan

Satu Cinta, Dua Jalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta Terlarang / Cinta Paksa / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bercocok tanam
Popularitas:749
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Ketika mobil Karan mogok di tengah jalan, pertemuannya dengan Puri menjadi awal dari kisah yang tak terduga.
Mereka berasal dari latar belakang keyakinan yang berbeda, namun benih cinta tumbuh seiring waktu. Di awal, perbedaan agama hanya dianggap warna dalam perjalanan mereka—mereka saling belajar, berbagi makna ibadah, dan menghargai kepercayaan masing-masing.
Namun, cinta tak selalu cukup. Ketika hubungan mereka semakin dalam, mereka mulai dihadapkan pada kenyataan yang jauh lebih rumit: restu keluarga yang tak kunjung datang, tekanan sosial, dan bayangan masa depan yang dipenuhi pertanyaan—terutama soal anak-anak dan prinsip hidup.
Di sisi lain, Yudha, sahabat lama Puri, diam-diam menyimpan perasaan. Ia adalah pelindung setia yang selalu hadir di saat Puri terpuruk, terutama saat sang ibu menentang hubungannya dengan Karan
Diam-diam, Yudha berharap bisa menjadi tempat pulang Puri.
Kini, Puri berdiri di persimpangan: antara cinta yang Karan Atau Yudha

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Puri menganggukkan kepalanya dan menatap wajah Mama Karan.

“Iya, Ma,” jawab Puri lirih namun mantap, menatap mata mama Karan dengan penuh rasa hormat.

“Aku mencintai Karan. Bukan hanya sebagai kekasih, tapi sebagai pribadi yang utuh… termasuk keyakinannya.”

Mama mengangguk pelan, wajahnya menunjukkan ketenangan.

“Mama hanya ingin kamu paham, Karan tumbuh dalam iman yang kuat. Jangan karena cinta, dia meninggalkan Tuhannya. Kalau memang kamu mencintainya, maka lindungilah dia, jangan bawa dia menjauh.”

Air mata Puri mulai menetes, bukan karena terluka, tapi karena begitu dalamnya makna kata-kata yang baru saja ia dengar.

“Ma, aku janji… aku tidak akan memaksa Karan untuk berubah. Aku ingin kami saling berjalan berdampingan… bukan saling menyeret. Terima kasih karena Mama sudah percaya dan memberikan aku tempat di hati Mama.”

Mama memeluk Puri erat. “Cinta itu indah, Nak. Tapi yang benar-benar kuat adalah cinta yang tidak egois. Jika memang kalian ditakdirkan bersama, Tuhan pasti akan tunjukkan jalannya.”

Suasana hening sejenak, penuh kehangatan dan keikhlasan.

Puri duduk bersandar di sisi ranjang, memeluk lututnya sambil menatap kosong ke jendela kamar.

Pikiran dan hatinya penuh, dipenuhi kata-kata mama Karan yang terus terngiang tentang cinta, keyakinan, dan tanggung jawab.

Ia tidak menyadari bahwa pintu kamar sudah terbuka pelan dan seseorang kini duduk di sampingnya.

“Kamu kelihatan berat mikirnya,” suara Karan terdengar pelan, penuh kehangatan.

Puri menoleh kaget. “Mas… sejak kapan kamu di sini?”

Karan tersenyum kecil. “Cukup lama. Aku nggak mau ganggu, tapi kamu kelihatan seperti sedang butuh teman.”

Puri menghela napas dalam. “Aku cuma… banyak mikir. Tentang kita, tentang Mama, tentang semua hal yang harus kita hadapi.”

Karan mengangguk, lalu menggenggam tangan Puri.

“Aku tahu ini nggak gampang. Tapi aku juga tahu satu hal: aku nggak pernah merasa setenang ini sebelum kamu datang. Aku cinta kamu, Pur. Aku akan hadapi semuanya, asalkan kamu ada di sampingku.”

Puri menatap mata Karan dalam-dalam. “Mas… aku nggak mau kamu berubah karena aku. Aku nggak mau jadi alasan kamu jauh dari Tuhan kamu.”

Karan tersenyum. “Dan aku nggak akan berubah karena paksaan, Pur. Tapi kalau aku berubah, itu karena aku yakin. Karena aku tahu apa yang aku pilih.”

Puri menunduk, menahan haru. Karan mendekat dan memeluknya pelan, tanpa kata-kata. Hanya keheningan yang bicara, keheningan yang menyimpan begitu banyak rasa, dan janji yang belum terucap.

***

Saat matahari pagi menyinari halaman rumah yang sederhana namun hangat itu, Karan dan Puri bersiap-siap untuk kembali pulang. Koper sudah rapi, dan suasana haru mulai terasa di antara mereka.

Mama Karan datang menghampiri dengan senyum lembut, di tangannya ada sebuah kotak kecil beludru merah. Ia menyerahkannya kepada Puri.

“Ini untukmu, Nak,” ucap Mama sambil membuka kotaknya, memperlihatkan sebuah gelang berwarna perak dengan ukiran halus.

Puri terkejut dan menatapnya dengan ragu. “Untuk saya, Ma?”

Mama mengangguk. “Iya. Gelang ini bukan sembarang gelang. Ini pemberian dari Romo di gereja, sebagai simbol berkat dan kasih. Mama minta Romo memberkatinya, bukan karena kamu harus jadi bagian dari gereja kami, tapi karena kamu sudah jadi bagian dari keluarga kami. Ini tanda doa, bukan syarat apa-apa.”

Puri menatap gelang itu, lalu menatap Mama Karan. Ada getaran haru yang menyentuh jiwanya.

“Terima kasih, Ma… Saya akan jaga baik-baik.”

Mama tersenyum, lalu memeluk Puri. “Jaga Karan baik-baik, ya. Dan jaga hatimu juga. Mama percaya sama kamu.”

Karan menatap mereka berdua dengan mata yang mulai berkaca.

Dalam diam, ia bersyukur karena cintanya telah diterima dengan segala keindahan dan perbedaan yang menyertai.

Karan dan Puri telah berada di kereta. Karan melihat puri yang tidak seperti biasanya.

"Sayang apa kamu sakit?"

Puri menggelengkan kepalanya dan ia masih terngiang-ngiang dengan apa yang dikatakan mama Karan

Jangan jauhkan Karan dari Tuhannya

Puri menatap Karan yang sedang memandang wajahnya

"M-mas..." Puri langsung pingsan di pelukan Karan.

Karan langsung panik saat merasakan tubuh Puri melemas di pelukannya.

"Sayang? Puri!" serunya cemas sambil menepuk-nepuk pipinya dengan lembut.

Penumpang di sekitar mereka mulai memperhatikan, sementara Karan dengan sigap meminta bantuan petugas kereta.

Wajahnya tegang, matanya tak lepas dari wajah Puri yang tampak pucat.

Beberapa menit kemudian, Puri mulai siuman, matanya terbuka perlahan.

"Sayang... kamu kenapa? Kamu sakit? Apa kamu stres? Katakan ke aku," tanya Karan, penuh kekhawatiran.

Puri menggenggam tangan Karan, air matanya menetes tanpa bisa ia tahan. Ia menggeleng pelan, lalu dengan suara nyaris berbisik.

"Aku takut, Mas... Aku takut aku menyakitimu... Aku takut jadi alasan kamu menjauh dari Tuhanmu..."

Karan terdiam, hatinya terasa sesak mendengar kata-kata itu. Ia memeluk Puri erat, menenangkan.

"Sayang... tidak ada yang bisa memisahkan aku dari keyakinanku selain aku sendiri. Dan kamu... kamu nggak pernah membuatku menjauh. Justru karena kamu aku belajar lebih menghargai, lebih dalam. Jangan pikir kamu membawa beban itu sendirian."

Puri menatap Karan dengan mata sembab. Dalam pelukan itu, ia tahu cinta mereka bukan hal mudah.

Tapi cinta itu nyata. Dan sekarang, mereka harus memilih: bertahan dengan pengorbanan atau berani melepaskan demi keyakinan.

Puri berbaring di samping Karan, merasa tubuhnya lelah, namun hatinya dipenuhi dengan kebingungan dan kekhawatiran.

Ia memandang Karan, yang terlihat serius dan penuh perhatian, sementara hatinya berjuang untuk mengatasi perasaan yang bertabrakan.

"Aku takut, Mas," ujar Puri dengan suara pelan, hampir berbisik.

"Aku takut kalau semua ini akan membuat kamu menjauh. Aku tak ingin menjadi penghalang bagimu."

Karan menggenggam tangan Puri dengan lembut, menariknya untuk lebih dekat.

"Puri," katanya dengan lembut, suaranya penuh keyakinan, "jangan takut. Cinta kita tak akan pernah mengubah siapa diri kita sebenarnya.

Aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai keyakinanku. Aku janji, tidak ada yang lebih penting dari kita berdua. Aku, kamu, dan Tuhan yang kita yakini."

Puri menatapnya, matanya mulai berkaca-kaca, dan hatinya mulai merasa lebih ringan.

Karan terus menggenggam tangannya, menenangkan perasaan gelisah yang menguasai dirinya.

"Kamu tak perlu khawatir, Pur. Aku akan selalu ada untukmu. Kita akan mencari cara untuk menjalani semuanya bersama, sesuai dengan kepercayaan kita masing-masing."

Puri merasa seolah dunia menjadi lebih tenang saat mendengar kata-kata Karan.

Ia menatap wajahnya yang penuh ketulusan, dan untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih percaya diri dengan perjalanan hidup mereka yang penuh tantangan ini.

"Aku juga mencintaimu, Mas," ucap Puri akhirnya, dengan suara yang lebih mantap. "Aku percaya kita bisa melewati semuanya bersama."

Malam itu, mereka berbaring berdampingan, berbicara tentang masa depan mereka, tentang harapan, dan tentang bagaimana mereka akan menghadapi segala rintangan yang ada.

Puri merasakan kedamaian dalam hatinya yang sempat terombang-ambing, dan di sisi Karan, ia tahu bahwa meskipun jalan mereka tidak mudah, cinta mereka adalah kekuatan yang akan membawa mereka terus maju.

Untuk sementara waktu Karan meminta Puri untuk tidak memberitahukan kepada Ibu

"Pur, jika Ibu meminta kita putus, bagaimana?" tanya Karan.

Karan memandang wajah kekasihnya yang bersandar di dadanya.

1
kalea rizuky
hamil deh
kalea rizuky
bagus awalnya tp karena MC nya berhijab tp berzina maaf Q skip karena gk bermoral kecuali dia di perkosa
kalea rizuky
tuh dnger emak nya karan g stuju ma loe
kalea rizuky
berjilbab tp berzina pur pur didikan ibumu jos
kalea rizuky
pasti ortu karan gk setuju pur. pur bodoh qm blom nikah uda ilang perawan
kalea rizuky
puri kenal karan jd murahan
kalea rizuky
harusnya di pesenin lah taksi online Yuda gk tanggung jawab bgt
kalea rizuky
masih menyimak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!