Novel Keduabelas 🩶
Namaku Jennaira. Kisah ini adalah tentang aku yang menikah dengan seorang pria sempurna. Bertahun-tahun aku menganggapnya seperti itu, sempurna. Namun setelah menikahinya, semua berubah. Penilaianku terhadapnya yang asalnya selalu berada di angka 100, terus berubah ke arah angka 0.
Benar kata pepatah, dont judge a book by its cover. Penampilannya dan segala kemampuannya berhasil menghipnotisku, namun nyatanya hatinya tak seindah parasnya dan aku terlambat menyadarinya.
Unofficial Sound Track: Pupus
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalalati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Kehilangan Akal Sehat
Cintaku pada Gaga memang sudah membuatku terjebak bertahun-tahun dalam cinta bertepuk sebelah tangan ini, namun bukan berarti aku menerima jika Gaga sudah sampai berkata keterlaluan seperti ini. Dia ingin menyentuhku hanya karena naf su? Tidak, aku tidak bisa menerimanya.
Aku masih bisa bertahan dengan rasa sakit yang ia sebabkan akibat lebih memilih mantan kekasihnya daripada aku yang sudah jelas adalah istrinya. Tapi tidak dengan ini.
Tanpa dapat aku kendalikan, amarah menguasaiku, dan menuntun tanganku untuk menampar pria di depanku ini. Nyaris saja telapak tanganku mendarat di pipinya, namun Gaga berhasil mencegahnya.
"Lo mau nampar gue?!" geramnya.
"Lepas!" isakku.
"Gak akan gue lepasin," cetusnya.
Ia malah mendorong tubuhku dengan kasar hingga aku terlentang di tempat tidur. Gaga merangkak di atasku dan kembali mempersatukan bibirnya di bibirku.
Aku berontak. Ku dorong tubuhnya menjauh namun tenaga Gaga jauh lebih besar dariku. Hingga aku tak bisa menolak saat ciuman Gaga semakin dalam.
Hingga aku ada di titik tak mampu lagi melawannya. Tubuhku luluh. Tenagaku hilang dan reaksi di inti tubuhku malah menyambut apa yang Gaga lakukan padaku.
Logikaku menegur, 'Ra, ambil alih kendali diri kamu!'
Namun aku tidak bisa. Tubuhku bahkan sudah terpampang polos di hadapan Gaga. Setiap senti kulitku disentuh oleh bibirnya. Bagian yang paling biasa, hingga yang tidak biasa. Bagian terluar, hingga bagian yang selama ini tak pernah ku perlihatkan, apalagi ku biarkan disentuh oleh siapapun.
Di satu sisi hatiku, aku benci dengan apa yang Gaga lakukan padaku ini. Lebih tepatnya aku benci dengan niat Gaga menyentuhku. Sudah jelas Gaga menyentuhku karena ia butuh menyalurkan kebutuhan biologisnya. Dan aku tidak suka itu. Aku benci itu.
Sialnya, tubuhku justru merasakan yang sebaliknya. Sebagian hatiku pun sama, pada akhirnya menyambut sentuhan Gaga padaku.
Sore itu, Gaga berhasil mencuri keperawananku.
Hatiku dicurinya sejak bertahun-tahun silam. Kini, kebebasan, ciuman pertama, bahkan mahkotaku sebagai wanita, dicuri olehnya.
Tubuhku terasa begitu lelah setelah merasakan kedutan aneh di inti tubuhku yang baru pertama kali kurasakan. Ku raih selimut untuk menutupi tubuh polosku.
Jadi seperti ini rasanya? Gumamku dalam hati.
Inti tubuhku terasa nyeri. Begitu pula dengan puncak kecoklatanku. Gaga menghisapnya cukup keras tadi. Namun entah bagaimana tubuhku terasa ringan dan tak mampu beranjak.
Dan apa yang hatiku rasakan setelah pengalaman pertama yang tak terduga ini? Entahlah. Aku sendiri tak tahu apa yang aku rasakan.
Pintu kamar terbuka dan Gaga datang dengan bertlnjang dada, juga handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya. Ia duduk di sampingku dan mengusap pipiku dengan lembut.
Gaga menyentuhku. Mengapa Gaga menjadi selembut ini?
Tatapan kami saling tertuju. Efek hipnotis Gaga semakin kuat kurasakan. Bahkan amarah dan rasa kesalku padanya, sakit hatiku padanya hilang entah ke mana.
Aku bahkan.... Ingin disentuhnya lagi.
Bagaimana ini? Lagi-lagi Gaga membuatku kehilangan akal sehat!
"Gue gak tahu badan lo sebagus ini." Ia menyibak selimut yang menutupi tubuhku. Tangannya yang menyentuh pipiku, turun ke leherku, mengusap antara bukit kembarku, perutku, hingga ia berhenti di inti tubuhku.
"Enghh...." Tanpa sadar aku mengerang. Sentuhannya membuat tubuhku bereaksi.
"Keluarin suara lo lagi. Gue suka denger des ahan lo." Tetiba Gaga begitu bersemangat.
"Gaga...please...cukup..." racauku.
"Lo mau gue udahan? Tapi badan lo justru ngomong sebaliknya."
Ia mendekat dan menciumku lagi. Reflek kulingkarkan tanganku di sekeliling lehernya, menariknya mendekat padaku.
Gaga menjauhkan bibirnya, dan menatapku sekilas. "Fine, kita lakuin lagi."
Gaga melepas handuk yang melingkar di pinggangnya. Seketika tubuhnya kembali polos. Ia kembali merangkak ke atasku dan menjamahku. Dimulai dari usapan lidahnya di leherku hingga aku kembali merasa seakan melayang di udara.