Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisik-Bisik
Evan terpaku melihat wanita yang memakai gaun pengantin itu. Begitu mempesona.
"Aduh!" Lika berteriak kesakitan saat kakinya terpletok. High hellsnya terlalu tinggi.
Evan tersadar dengan suara teriakan Lika, lalu mengkondisikan wajahnya. Bisa-bisanya ia terpesona pada si Malik.
"Eh Malik, pakai sepatu begitu saja kamu tidak bisa! Apa kamu wanita?" cibir Evan dengan wajah mengejek.
Lika melepas high hells dan menaikkan rok gaunnya. Ia berjalan menghampiri Evan.
"Aku tidak terbiasa memakai sepatu seperti itu!" jawab Lika dengan mode sinis. Ia kebiasaan memakai sepatu kats, jadi wajar sajalah.
"Dan aku itu wanita tulen ya, om!" sambung Lika kembali. Ia sengaja membusungkan dadanya. Bukti kalau memang wanita.
Evan menggeleng. "Punyamu itu kecil!"
Lika jadi mencubit perut Evan. Memang punyanya tidak besar seperti wanita lain, tapi tidak perlu diperjelas juga.
Sang fotografer dan krunya hanya bisa menggeleng. Pasangan itu malah bertengkar.
"Bisa kita mulai?" tanya fotografer.
Dan tak lama, Lika merasa risih saat diatur gaya. Ia jadi terlalu dekat dengan pak tua itu. Mana hidung mereka keseringan bersentuhan, bahkan hembusan napas terasa menerpa wajahnya.
'Si Malik cantik juga ternyata.' batin Evan saat mereka diarahkan untuk saling bertatapan.
Jarak mereka begitu dekat, hingga Evan dapat melihat setiap inci wajah wanita labil itu.
Evan juga melihat bibir Lika yang begitu menggoda. Berwarna merah dan begitu seksi. Sejak kapan bibir Lika seperti itu?
Apa karena sapuan makeup?
Beberapa saat kemudian mereka telah selesai sesi foto tersebut.
"Kamu pulang sendiri, aku ada urusan!" Evan menahan pintu mobil yang akan dibuka Lika.
"Tapi, om-"
"Bye!" Evan mengangkat tangan seperti yang selalu Lika lakukan saat akan pergi.
"Ishhh!" Lika menggerutu, pak tua itu sudah pergi saja.
Kini Lika melangkah menuju halte, ia akan pulang naik bus.
Dua jam berlalu, Lika telah sampai di rumah. Ia juga telah membersihkan diri.
Lika membawa satu bucket ayam kriuk beserta jus segar ke ruang tv. Ia duduk sambil menonton tv dan memakan ayam kriuk tersebut.
Wajah Lika sangat senang dan bahagia sekali, ia merasa kemerdekaan yang sesungguhnya.
Di rumah ini sangat nyaman ternyata, ruangan adem karena ada ac. Biasanya ac tiada terasa karena ada Evan.
Si pak tua itu auranya panas seperti di neraka.
"Semoga om Evan tidak pulang hari ini." ucap Lika mengharapkan itu. Pak tua itu entah pergi ke mana gitu, atau kabur gitu.
Sambil makan Lika menekan-nekan ponselnya. Pesan yang dikirimnya belum dibalas padahal sudah dibaca Boni.
Lika: aku ingin bicara denganmu
Itu pesan yang dikirim Lika. Ingin bertemu dan bicara tentang statusnya saat ini. Berharap Boni tidak kecewa dan tetap menunggunya. Menunggunya bercerai dari Evan.
Tapi sudah beberapa hari berlalu, pesan tersebut belum dibalas juga. Boni sepertinya sangat sibuk sekali.
Perut sudah kenyang, Lika pun berbaring di sofa. Ia tertawa-tawa menonton film kartun favoritnya. Anak kembar gundul.
Mata Lika mulai sayup-sayup. Dan tidak lama ia pun tidur.
Di halaman rumah, mobil berhenti dan Evan pun turun. Lalu masuk rumah.
Pria itu menggeleng melihat penampakkan di ruang tv. Bocah kematian itu tidur setelah menghabiskan satu bucket ayam. Dan tv masih menyala.
Evan pun mematikan tv lalu melangkah ke kamar, ia akan membersihkan diri sejenak.
Sore menjelang Lika bangun dan menguap panjang. Ia melihat sekeliling yang tampak tenang dan damai. Sudah pukul 6 sore dan ia bangkit untuk menutup jendela sekaligus menyalakan lampu.
'Om Evan sudah pulang?' batin Lika. Saat menutup gorden, ada mobil terparkir.
Setelah menutup gorden dan menyalakan lampu, Lika pun masuk kamar.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Malam menjelang, pasangan suami istri itu sedang makan malam bersama.
Lika melirik sepotong ayam bakar di piring. Tangannya perlahan akan meraih ayam tersebut dan,
Plak, Evan menepuk tangan Lika dan menjauhkan piring ayam tersebut.
"Ini punyaku!" ucap Evan. Lika mau mengambil jatahnya.
"Punyaku, om!"
"Kamu sudah makan 2 potong, ini jatahku!" ucap Evan. Ia tadi memesan 4 potong ayam. 2 untuknya dan 2 untuk Lika. Tapi sepertinya bocah kematian itu masih kurang juga.
"Ish, om. Minta sedikit saja!" rengek Lika. Ia sangat suka ayam. Perutnya akan sanggup menghabiskan ayam sampai beberapa potong.
Evan lucu melihat wajah merengek Lika, mirip bocah.
"Tidak mau!" lalu Evan tetap menolak.
"Om Evan, jangan pelit dong! Nanti kuburannya sempit loh!" ia mengingatkan.
Evan tidak menanggapi dan ia sengaja meraih ayam itu lalu menjilatinya.
"Mau?" tawar Evan dengan senyuman mengejek.
"Ihhh!" Lika kesal. Evan jorok sekali.
Evan makan ayam dengan lahap sambil melirik Lika yang sedang mencuci piring dengan wajah cemberut.
Tok,
Tok,
Tok,
"Om, ada yang ketuk pintu!"
"Bukalah!" pinta Evan.
"Aku sedang cuci piring!"
"Aku sedang makan!"
Lika meniup poni rambutnya. Kini pak tua itu sifatnya kekanak-kanakkan sekali. Egois dan tidak mau mengalah.
Lika mengelap tangannya dan berjalan menuju pintu.
"Om Evan, ada pak RT!" teriak Lika dari ruang tamu.
Evan bingung dan mendengar suara ramai di ruang tamu.
"Om Evan!" teriak Lika lagi. Pak tua itu entah ke mana.
Pak RT dan beberapa orang yang datang menutup telinga pada suara cempreng wanita itu. Sesuai laporan warga, memang mengganggu kenyamanan.
Tidak lama kemudian, mereka berkumpul di ruang tamu.
Pak RT pun menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah tersebut. Agar pasangan itu dapat menjaga sikap dan tingkah laku agar tidak mengganggu penghuni lainnya.
"Om, pun!" bisik Lika. Mereka jadi ditegur warga karena terlalu berisik.
"Kamu tuh!" bisik Evan membalas juga, tidak mau disalahkan.
"Kami mohon maaf kepada bapak-bapak dan para warga di sini, jika terganggu. Ke depannya saya dan istri akan lebih menjaga sikap." ucap Evan meminta maaf. Di sini ia suami, jadi yang harus bicara.
Dan si Malik, mengangguk-angguk saja tahunya.
Pembicaraan pun kini telah selesai dan pak RT beserta rombongan pulang.
"Ini semua gara-gara om, kita jadi dilabrak warga. Om sih suka buat ribut!" bisik Lika.
"Kamu itu yang selalu memancing masalah!" bisik Evan juga.
"Om yang salah kok!"
"Kamu!"
"Om loh!"
"Kamu!"
Mereka mulai saling tuduh-tuduhan, tapi dengan suara berbisik. Agar pak RT jangan datang lagi dan mereka diusir dari komplek ini.
Dan tak lama,
Keduanya malah tertawa pelan, merasa lucu karena berdebat dengan berbisik-bisik.
Tak,
"Aduh!" Lika berteriak kesakitan, lalu segera menutup mulut. Pak tua itu menyentil keningnya.
"Jangan berisik!" Evan meletakkan telunjuk di bibir.
"Pak Tua!" gerutu Lika pelan. Ia tidak bisa melampiaskan kemarahannya.
'Lihat saja besok!'
.
.
.
nah lho Evan yg mau bayarin langsung ke pemilik mobil, gimana tuh reaksi Boni si tukang tipu, tukang manfaatin Lika
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang