Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 : Membangun Tim di Bawah Tekanan
Hari-hari Rangga kini berputar di antara aroma kopi kafe dan ketegangan medan perang virtual. Rutinitasnya adalah bekerja hingga sore, lalu langsung masuk ke Synapse VR untuk berlatih. Kostum canggih itu kini terasa seperti kulit keduanya, dan sensasi fisik dari game—mulai dari berat senapan, tarikan angin virtual, hingga getaran tanah akibat ledakan—sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalamannya.
Aisha menepati janjinya. Jadwal latihan tim "Phantom Strikers" sangat padat. Ren, yang kini resmi menjadi Main Sniper tim, merasakan beban ekspektasi. Ia harus terus mengasah akurasinya, bahkan dalam kondisi paling menantang.
"Ren, jangan terlalu cepat menembak!" suara Aisha terdengar tegas suatu malam, saat Ren melewatkan tembakan penting ke arah target bergerak. "Perkirakan jaraknya, faktor angin. Kabel-kabel di kostummu itu nggak cuma mensimulasikan recoil, tapi juga tarikan angin di medan terbuka. Rasakan itu, manfaatkan untuk akurasimu."
Ren memejamkan mata sesaat di balik helm. Ia mencoba merasakan hembusan angin virtual yang dihidupkan oleh kipas konsol. Benar saja, ada sedikit tekanan halus yang berbeda saat ia membidik di area terbuka dibanding di dalam bangunan. Ia mengubah sedikit posisinya, menstabilkan senapan sniper-nya, dan menembak lagi. DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'TRAININGBOT_ALPHA'!" Teks merah menyala di langit, dan di sudut pandang Ren, angka "PLAYERS REMAINING: 498" berkedip.
"Bagus! Sekarang kamu sudah menguasai faktor angin," puji Aisha, nada suaranya kini penuh kepuasan.
Perkenalan Tim Inti dan Simulasi Pertempuran
Beberapa hari kemudian, Aisha mengundang Ren untuk sesi latihan pertama dengan seluruh anggota tim inti turnamen. Mereka berkumpul di lobi khusus turnamen, sebuah ruangan virtual yang lebih eksklusif dengan layar strategi besar.
"Oke, Ren, kenalan dulu sama tim kita," Aisha tersenyum, memperkenalkan Ren ke dua avatar lain yang sudah menunggu. "Ini Guntur, dia Tank kita, dinding pertahanan tim. Dan ini Bara, Trapper ahli kita yang siap pasang jebakan mematikan."
Guntur, dengan avatar yang kekar dan aura kalem, mengangguk ramah. "Sudah dengar banyak tentangmu, Ren. Aisha bilang kamu sniper ajaib. Jangan mengecewakan ya."
Ren sedikit tersipu. "Mohon bimbingannya, Bang Guntur."
Kemudian Bara, dengan avatar yang lebih gesit dan mata tajam, tersenyum licik. "Jangan khawatir, Ren. Kalau ada musuh yang berhasil lolos dari senapanmu, pasti akan masuk ke perangkapku."
Mereka semua adalah pemain berpengalaman. Ren merasakan sedikit tekanan, tapi juga semangat. Ini timnya, orang-orang yang akan bertarung bersamanya di turnamen.
"Baik, tim, kita akan mencoba simulasi match penuh. Ren akan jadi Main Sniper kita, Aisha akan jadi Fighter dan Secondary Caller," Aisha menjelaskan strategi. "Guntur, kamu tetap di garis depan. Bara, kamu akan jadi flanker dan controller area. Tujuan kita: sinkronisasi dan komunikasi yang sempurna."
Mereka terjun ke match simulasi. Ren merasa lebih terintegrasi dengan tim sekarang. Komunikasi mengalir lancar. Aisha selalu memberikan arahan yang jelas. Guntur menahan kerusakan dengan kokoh, memberikan Ren waktu untuk membidik. Bara memasang perangkap di jalur musuh, membuat mereka bingung dan rentan.
Dalam satu simulasi, saat mereka berhadapan dengan tim bot lawan yang disetel pada tingkat kesulitan tertinggi, sebuah tekanan nyata mulai terasa.
"Oke, tim, kita harus mengambil posisi di bukit itu," perintah Aisha. "Zona aman akan menyempit dalam dua menit!"
Di sudut pandang Ren, notifikasi transparan muncul, bertuliskan "ZONE SHRINKING IN 02:00", disertai hitungan mundur digital yang mengkhawatirkan dan suara beeping yang samar. Tekanan terasa semakin nyata. Mereka bergerak cepat, mendaki bukit terjal. Ren merasakan otot kakinya menegang, setiap langkah terasa berat karena simulasi gravitasi dan medan yang dilakukan Synapse VR.
Mereka berhasil mencapai puncak bukit, namun di sana sudah ada tim musuh yang bersembunyi.
"Musuh di depan! Dua orang di balik batu!" teriak Guntur, segera mengangkat perisai energinya.
Pertempuran pun pecah. Ren dengan cepat mengambil posisi, senapan sniper terangkat ke bahunya. Ia membidik salah satu musuh. DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'ALPHA_ELITE'!" notifikasi merah menyala di langit. "PLAYERS REMAINING: 78".
"Bagus, Ren! Satu lagi!" Aisha berteriak.
Namun, di tengah fokusnya, sebuah tembakan senapan serbu melesat dari samping, mengenai Bara.
"ARGH! Aku kena!" teriak Bara, suaranya mengandung rasa sakit yang begitu nyata. Ia jatuh tersungkur.
Seketika, sebuah notifikasi transparan dengan warna merah yang lebih pekat muncul di hadapan Ren: "TEAMMATE DOWN! BARA HAS BEEN ELIMINATED!" diikuti dengan suara ding bernada rendah yang memilukan.
Dada Rangga terasa sesak. Itu adalah Bara. Teman setimnya. Ia merasakan kepedihan yang nyata, seolah ia benar-benar menyaksikan Bara tumbang di hadapannya. Sensasi itu menusuk lebih dalam daripada rasa sakit saat ia sendiri tertembak.
"Bara down! Ren, fokus! Guntur, Aisha, tahan mereka!" perintah Aisha, suaranya lebih tegang.
Tim mereka kini hanya tersisa tiga orang. Tekanan semakin besar. Ren menarik napas dalam, membuang emosinya. Ia harus tetap fokus. Ini adalah bagian dari permainan. Ia harus membalaskan Bara.
Ia membidik lagi, mencari musuh yang menembak Bara. DORRR!
"PLAYER DOWN! REN HAS ELIMINATED 'VENOM_STRIKER'!"
"PLAYERS REMAINING: 76".
Musuh yang menembak Bara tumbang. Tapi pertarungan belum usai. Tim musuh lain mulai mendekat dari arah yang berlawanan.
"Zona menyempit lagi, tim! Kita harus bergerak!" Aisha berseru. Notifikasi "ZONE SHRINKING IN 00:30" kini muncul, mengedip cepat, dan suara beeping mulai terdengar lebih intens.
Mereka bergerak, Guntur menahan tembakan, Aisha menyerang. Ren memberikan tembakan cover dari belakang, menjatuhkan musuh satu per satu. Ia merasakan desingan peluru yang melewati telinganya, getaran tanah dari ledakan, dan berat senapan yang kini terasa seperti perpanjangan tangannya. Ia telah menjadi mesin tempur yang efisien.
Batas yang Semakin Samar dan Harga Diri
Latihan intensif ini mulai mengikis batas antara dunia nyata dan virtual Rangga. Di kafe, ia kadang menemukan dirinya tanpa sadar menganalisis rute pengantar makanan, memikirkan posisi high ground di area tersebut, atau memprediksi pergerakan kendaraan seperti musuh. Ia bahkan mulai menghitung-hitung peluang keberhasilan tugasnya di dunia nyata dengan presisi seorang sniper.
Rangga mulai membawa bekal dari rumah agar ia bisa makan lebih cepat dan memiliki lebih banyak waktu untuk bermain. Ia bahkan mulai tidur lebih awal, memastikan tubuhnya cukup istirahat untuk menghadapi kelelahan fisik dari Synapse VR. Kesehatannya, yang dulunya sering terabaikan, kini menjadi prioritas demi performa di game.
Bapak Udin, tetangganya, kembali menyapa Rangga. "Rangga, kamu sekarang sering senyum-senyum sendiri. Jangan-jangan sudah punya pacar di kota ini, ya?"
Rangga hanya tertawa kecil. "Bukan, Pak. Lebih dari itu," gumamnya dalam hati. Ia punya tujuan yang lebih besar dari sekadar mencari nafkah atau pacar. Ia punya Turnamen Zero Point Survival yang menantinya. Ia punya tim yang mengandalkannya.
Semakin lama, Rangga semakin yakin bahwa di dunia virtual ini, ia menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Ia bukan lagi Rangga yang selalu sendirian dan tidak penting. Ia adalah Ren, sniper yang ditakuti, bagian integral dari sebuah tim yang solid, siap menghadapi tantangan terbesar yang pernah ada dalam hidupnya. Turnamen semakin dekat, dan ia merasa lebih siap dari sebelumnya.