"Jangan bunuh aku."
Sydney tidak menyangka hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat hanya dalam satu malam. Ia melihat saudaranya dibunuh oleh seorang pria, dan dirinya terjebak dalam situasi sulit. Penderitaan ini tidak ia terima, dan alam mengabulkan permohonannya. Namun, ia malah harus menikah dengan seorang pria kejam bernama Ransom Alexander. Dia adalah pria yang paling Sydney benci. Pernikahan ini adalah dendam.
Cover by : Ineed design.
IG : renitaaprilreal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Detik-Detik
“Dia siapa, Syd?” tanya Seb.
“Oh, aku ini___” Ransom tidak bicara karena Sydney menutup bibirnya.
“Dia pamanku,” jawab Sydney.
Ransom menurunkan tangan istrinya, ia melotot. “Kau bilang apa?”
“Sepertinya aku pernah lihat. Oh, bukankah dia Ransom Alexander?” Sebastian tampak senang bertemu dengan pria yang menjadi idolanya dalam dunia bisnis. “Kau baru saja menikah dengan keluarga Forest, kan?”
“Akhirnya kau tahu siapa diriku. Kau juga pasti tahu siapa wanita ini?” Ransom merangkul pundak Sydney.
“Kau menikah dengan saudara Sydney, ya? Wah, Syd. Kau dari keluarga ternama rupanya.”
“Eh____” Ransom ingin bicara lagi, tetapi Sydney mencubit perutnya. “Aww!”
“Ada apa?” tanya Seb, ia tampak curiga.
“Pamanku ini punya kulit yang sensitif. Jika ada yang menyentuhnya, dia akan merasakan kesakitan.” Sydney rasa ini alasan yang sangat konyol.
“Ini sudah sore. Kami harus kembali ke vila,” ucap Ransom.
“Tapi, Sydney dan aku akan melihat matahari terbenam.”
“Dia akan melihatnya bersamaku.”
“Sebastian, kita lihat matahari terbenamnya lain kali saja. Saudaraku pasti sedang menunggu.” Sydney benar-benar tidak nyaman soal ini.
“Sebagai ganti janjimu, kapan-kapan kita makan malam bersama.”
“Ya, itu bisa diatur,” ucap Sydney, “kami pergi dulu. Sampai ketemu nanti.”
Sydney lekas menarik tangan Ransom yang sepertinya enggan untuk pergi dari hadapan Sebastian. Setelah ini, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh pria ini. Nanti saja dipikirkan. Yang terpenting sekarang adalah membawa Ransom pergi dari hadapan Sebastian.
“Bagus sekali. Di hari pertama menjadi sepasang suami istri, kau sudah bermain dengan seorang pria.” Ransom menarik tangannya, ia berkacak pinggang sambil menatap Sydney.
“Main apa? Aku dan dia baru saja bertemu dan kami satu kampus.”
“Aku ini pamanmu. Aku menikah dengan saudaramu. Kau itu hanya punya saudara laki-laki.”
“Kau sudah setuju untuk tidak mencampuri urusan pribadiku. Kami hanya berteman. Kau seperti ini seakan kau tidak rela istrimu diambil orang. Kau cemburu, ya?”
“Aku?” Ransom menoyor kepala Sydney. “Aku ini terkenal. Jika paparazi sampai tahu istriku selingkuh, mau taruh di mana wajahku ini?”
“Kau lupa kalau identitasku tidak diungkapkan ke publik? Kita itu menjalani pernikahan yang tertutup. Kau banyak alasan. Bilang saja cemburu.”
“Saat kau bersamaku, tentu saja aku marah kau dekat dengan laki-laki lain. Kita belum melakukan malam pertama. Jika kau tidur dengan pria itu, lalu hamil bagaimana?”
“Aku bukan wanita seperti itu. Kau tenang saja, selama aku bersamamu, aku hanya akan mengandung anakmu.” Sydney mendengkus, ia berjalan ke arah kursi pantai, kemudian duduk di sana. “Aku ingin lihat matahari terbenam dulu.” Sydney mengatakan itu ketika Ransom menyusul.
“Lihat sampai kau puas.”
Keduanya diam sambil melihat matahari yang mulai turun hingga petang berganti dengan malam. Ransom memandang Sydney. Entah kapan istrinya ini akan beranjak dari duduknya.
“Bersihkan dirimu, kita makan malam bersama,” ucap Ransom.
“Perutku juga lapar.” Sydney menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel. Ia bangkit berdiri, berjalan, tanpa sadar terbentur kaki kursi. Sydney terjatuh, dan Ransom asik menertawakan dirinya.
“Bagus sekali. Istri jatuh, kau malah tertawa. Cepat tolong aku!” pekik Sydney dengan kesalnya.
“Salahmu sendiri.” Ransom membantu istrinya berdiri. “Kau sibuk sedari tadi memainkan ponselmu.”
“Aku hanya mengirimkan foto liburan pada kakak dan ayahku.”
“Bisa nanti. Di sini sudah gelap. Hanya ada lampu dari vila saja.”
“Gendong aku.” Dengan manjanya Sydney merentangkan tangan.
“Naik ke punggungku.”
“Yes!” Sydney beralih ke belakang. Ia melompat naik ke punggung Ransom.
“Sepertinya aku salah pilih istri,” gumam Ransom.
Keduanya kembali ke penginapan. Sydney membersihkan diri di kamar mandi bagian dalam, lalu Ransom di luar. Ransom sendiri sudah memesan meja spesial. Ia tidak mau acara makan malam ini mengundang perhatian orang lain. Tidak ada yang tahu siapa yang dijumpai di sini. Ransom hanya ingin berjaga-jaga saja.
Dengan memakai gaun floral, Sydney terlihat begitu manis malam ini. Ia menggandeng tangan Ransom menuju restoran. Hidangan laut tersedia ketika ia dan suaminya tiba di meja yang telah dipesan.
“Sebanyak ini?” tanya Sydney.
“Kau tidak ada alergi makanan apa pun, kan?”
Sydney menggeleng. “Aku mau udang bakarnya. Aku juga mau kepiting ini. Kelihatan enak.”
“Makan sepuasmu karena malam ini, kita akan terjaga sampai pagi.” Ransom menaik-turunkan alisnya.
“Kau menakutiku.” Sydney menyilangkan kedua tangannya.
“Wajahku tampan. Dari mananya kau merasa takut?”
“Pikiranmu. Aku takut dengan pikiranmu.”
“Cepat makan. Aku tidak mau kau menggagalkan malam pertamaku.”
“Malam pertama apa? Setiap saat kau meniduri wanita.”
“Malam pertama sebagai suami, Sayang.”
Garpu menancap pada daging udang, kemudian masuk ke mulut Sydney. Tanpa banyak kata, ia menikmati hidangan di atas meja ini. Masakannya betul-betul enak karena bahannya diolah selagi dalam keadaan fresh.
Makan malam selesai, Ransom mengajak istrinya kembali ke vila. Ia menolak ajakan Sydney yang ingin jalan-jalan melihat pemandangan laut di malam hari. Tadi sudah seharian, sekarang ini waktunya suami dan istri menghabiskan waktu bersama.
Sydney menggosok gigi, mengganti pakaiannya dengan baju tidur pendek. Ia gugup, belum siap melakukannya secara sadar. Tapi, kalau menunda terus, Ransom pasti akan mengomel, dan terus mengungkitnya. Seminggu bersama, lalu sisanya Ransom hanya akan menyentuh sesuai jadwal.
Tas kecil ini dibuka, Sydney membuka kalender kecil yang ia bawa dari rumah. Ada tanggal yang ia lingkari dan waktu subur itu memang hari ini dan beberapa hari ke depan. Jika ia melakukannya, kemungkinan besar kehamilan itu bisa terjadi.
“Sydney!”
Yang dipanggil namanya terkejut. Sydney lekas memasukkan kalender kecil itu dalam tas skincare, ia menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Ia harus melakukannya. Sydney melangkah membuka pintu kamar mandi.
“Kukira kau tidur di dalam sana.” Ransom sempat khawatir karena istrinya tak kunjung keluar.
“Buktinya aku tidak tidur.” Sydney tersenyum.
Ransom memerhatikan penampilan istrinya dari atas sampai bawah. Sydney memang masih muda, tetapi tubuhnya lumayan. Ia mendekat, Sydney mundur hingga terduduk di tempat tidur.
“Ma-Matikan lampunya,” pinta Sydney.
“Kalau kumatikan, aku tidak bisa melihat tubuhmu.”
“Pa-Pakai lampu tidur saja.”
Tangan Ransom terulur mengambil remote, ia mematikan lampu utama, lalu menggantinya dengan lampu tidur yang temaram. Jantung Sydney berdebar kencang, ia merebahkan dirinya di atas ranjang, sedangkan Ransom membuka habis pakaiannya.
Tempat tidur berderit ketika Ransom naik. Tangannya yang kekar memenjarakan tubuh istrinya. Deruan napas Ransom dapat Sydney rasakan di sekitar telinga dan lehernya.
“Kita sudah pernah melakukannya, Sayang,” bisik Ransom.
Sydney kegelian karena tiupan napas Ransom. “Saat itu aku tidak sadar. Aku tidak tahu apa yang terjadi.” Waktu di hotel Sydney baru merasakannya ketika Ransom sudah mencapai puncak permainan.
“Aku yakin. Setelah ini, kau akan terus mencariku.”
.