NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Skakmat Sang Nenek dan Tes Mental Calon Menantu"

Minggu pagi yang cerah itu terusik oleh suara deru mobil mewah yang berhenti tepat di depan teras rumah. Kirana, yang sedang asyik menyirami tanaman sambil mengenakan daster (kali ini yang tidak robek karena takut ancaman Bastian), langsung menoleh.

Pintu mobil terbuka, dan sesosok gadis kecil berpakaian sangat modis berlari keluar dengan riang.

"Hai, Kak Kirana! Aku kangeeen!" seru Freya sambil menubruk kaki Kirana dan memeluknya erat.

"Duh, Freya! Kakak juga kangen banget, Sayang," balas Kirana tulus, ia berjongkok dan mencium pipi anak majikannya itu. Kehadiran Freya selalu menjadi obat paling mujarab untuk rasa lelah Kirana menghadapi ayahnya.

Namun, suasana hangat itu mendadak mendingin saat seorang wanita paruh baya dengan pakaian sangat elegan dan perhiasan yang mencolok keluar dari mobil. Itu adalah Nenek Freya, Ibu dari Bastian. Wajahnya tampak kaku dan penuh selidik saat menatap Kirana dari ujung kaki hingga ujung kepala.

Bastian keluar dari rumah, masih dengan kaos santai namun tetap terlihat sangat berkelas. Ia menyalami ibunya dengan hormat.

"Ibu sudah sampai," sapa Bastian singkat.

Tanpa basa-basi, wanita itu menunjuk ke arah Kirana yang masih memegang selang air dengan wajah polos. "Bastian, jelaskan pada Ibu. Berita gila apa yang Ibu dengar dari asistenmu? Kau benar akan menikahi pengasuh putrimu sendiri?"

Pertanyaan itu meluncur tajam seperti silet. Kirana yang mendengarnya langsung mematung, mendadak merasa selang air di tangannya menjadi benda yang sangat berat.

"Iya, Bu. Aku akan menikah dengan Kirana," jawab Bastian dengan nada tenang, sangat santai seolah-olah ia baru saja memutuskan untuk membeli kopi, bukan memutuskan masa depan hidupnya.

"Bastian! Jangan bercanda!" suara ibunya meninggi. "Dia ini masih anak-anak, Bastian! Lihat penampilannya, dia bahkan lebih cocok jadi kakak kelas Freya daripada menjadi istrimu! Apa kata rekan bisnis kita nanti? Kau mau menikahi pengasuh rumah tangga?"

Kirana yang merasa harga dirinya sedikit tersentil, bergumam pelan di samping Freya, "Lah, emang saya cantik begini dibilang masih bocah terus... tapi kalau dibilang pengasuh ya emang bener sih."

Bastian melangkah maju, tangannya tiba-tiba mendarat di bahu Kirana, menarik gadis itu agar berdiri di sampingnya. "Dia punya nama, Bu. Namanya Kirana. Dan dia bukan sekadar pengasuh, dia adalah orang yang paling disayangi Freya. Itu sudah cukup bagi saya."

Freya yang tidak mengerti ketegangan orang dewasa di sekitarnya, ikut menimpali sambil memegang tangan Kirana. "Oma, Kak Kirana baik! Freya mau Kak Kirana jadi Mama Freya!"

Skakmat. Sang Nenek hanya bisa menganga tak percaya, sementara Kirana merasa jantungnya ingin copot.

"Mampus gue... ini urusannya udah bukan soal daster lagi, tapi soal perang dunia ketiga sama calon mertua!" batin Kirana sambil melirik Bastian yang justru terlihat sangat puas melihat wajah kesal ibunya.

Ibu Bastian, Ny. Ratna, menghela napas panjang sambil memijat keningnya yang mulai berdenyut. Ia menatap Bastian dengan pandangan tidak setuju, namun ia tahu betul watak putranya yang keras kepala—semakin dilarang, semakin menjadi.

"Terserahlah, Bastian! Ibu tidak punya waktu untuk berdebat soal seleramu yang... unik ini," cetus Ny. Ratna. "Ibu ada meeting penting dengan klien dari Singapura satu jam lagi. Tapi ingat, ini belum selesai. Ibu akan kembali untuk memastikan gadis ini tidak hanya memanfaatkan kekayaanmu."

Dengan gaya angkuh, Ny. Ratna berbalik dan masuk kembali ke dalam mobilnya. Suara deru mesin mobil mewah itu perlahan menjauh, meninggalkan keheningan yang canggung di halaman rumah.

Kirana langsung melepas napas yang sejak tadi ditahannya. "Aduh, Mas! Mas denger sendiri kan? Ibunya Mas kayaknya mau nelen saya hidup-hidup! Lagian Mas juga sih, kenapa bilangnya sekarang? Mana saya cuma pake daster begini lagi!"

Bastian hanya menoleh sekilas, ekspresinya kembali datar seperti semula. "Biarkan saja. Dia memang selalu begitu. Lagipula, dastermu itu memang bencana."

"Heh! Daster ini nyaman ya, Mas! Dan lagi... tadi itu Mas serius ngomong gitu depan Ibu?" tanya Kirana pelan, ada rasa penasaran yang mendalam di matanya.

Bastian tidak menjawab. Ia justru beralih menatap Freya yang masih memeluk pinggang Kirana. "Freya, masuklah. Kak Kirana harus bersiap-siap. Kita akan pergi ke rumah orang tua Kak Kirana di desa siang ini."

Kirana melotot kaget. "Hah?! Ke desa?! Mau ngapain, Mas?"

Bastian mulai melangkah masuk ke rumah tanpa menghentikan langkahnya. "Melamar kamu secara resmi. Saya tidak mau dituduh menculik anak orang oleh orang tuamu karena membawa kamu tanpa status yang jelas."

"Eh, Mas! Tunggu! Main lamar-lamar aja! Emang Mas udah siap mental ketemu Bapak saya yang galaknya ngalahin macan?" teriak Kirana sambil mengejar Bastian, meninggalkan selang air yang masih menyala di rumput.

"Gila... bener-bener Kelinci Otoriter! Dia pikir ngelamar anak orang itu segampang beli permen apa?" batin Kirana frustrasi, namun di sisi lain, jantungnya berdebar kencang membayangkan pria kaku itu harus duduk bersila di atas tikar rumah desanya yang sederhana.

Kirana memukul pelan bibirnya sendiri dengan telapak tangan. "Aduh, Kirana! Ngapain juga gue keterusan manggil dia 'Mas'? Dasar mulut nggak punya pendirian! Nanti dia makin gede kepala lagi," gerutunya pelan.

Ia segera berlari kecil menyusul langkah lebar Bastian yang sudah sampai di pintu utama. "Tuan! Maksud saya... Tuan Bastian!" panggil Kirana dengan nada yang sengaja dibuat formal kembali.

Bastian menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu, lalu berbalik perlahan. Alisnya terangkat satu, menatap Kirana dengan pandangan yang membuat nyali gadis itu sedikit menciut. "Tuan? Sejak kapan saya ganti profesi jadi majikanmu lagi?"

"Ya kan emang Tuan itu majikan saya! Panggilan 'Mas' tadi itu kan cuma edisi spesial pas di mall biar saya nggak dikira anak ilang. Sekarang kita udah di rumah, jadi ya kembali ke setelan pabrik!" jawab Kirana dengan dagu terangkat, mencoba terlihat berani.

Bastian melangkah maju satu tindak, membuat Kirana otomatis mundur. "Tadi di depan Ibu saya, kamu tidak keberatan. Bahkan di depan Freya pun kamu terlihat nyaman."

"Itu... itu kan darurat, Tuan! Saya nggak mau dicoret dari daftar calon menantu idaman—eh maksud saya, saya cuma nggak mau bikin Tuan malu!" Kirana merutuki lidahnya yang hari ini seolah-olah bekerja sama dengan Bastian untuk mempermalukannya.

Bastian mendengus tipis, ada kilatan jenaka di matanya yang jarang terlihat. "Lupakan soal panggilan. Sekarang, masuk dan ganti bajumu. Pakai pakaian yang paling bagus yang kita beli kemarin. Kita berangkat ke desamu satu jam lagi."

"Tuan serius mau ketemu Bapak saya?" tanya Kirana sangsi. "Bapak saya itu kalau liat orang kota penampilannya klimis begini suka sinis, Tuan. Apalagi kalau tau Tuan bawa saya ke kota terus tiba-tiba mau ngelamar. Bisa-bisa Tuan disuruh nyangkul di sawah dulu sebagai tes mental!"

Bastian melipat tangannya di dada. "Sawah? Kebetulan saya butuh olahraga selain di gym. Jadi, berhenti mengoceh dan cepat bersiap, Kirana. Atau saya sendiri yang akan masuk ke kamarmu dan memilihkan bajunya."

"Eh! Jangan! Mesum ya Tuan ini!" pekik Kirana sambil lari terbirit-birit menuju kamarnya.

Sambil berlari, batinnya sibuk berteriak. "Gila! Si Kelinci Otoriter ini bener-bener nekat! Mau nyangkul katanya? Halah, liat ulat bulu aja paling dia udah pingsan. Tapi... kok jantung gue masih aja disko ya tiap dia natap begitu? Ih, Kirana! Sadar! Dia itu majikan lo, bukan pangeran berkuda putih!"

Sementara itu, Bastian menatap kepergian Kirana dengan gelengan kepala. "Anak itu... benar-benar bisa membuat tekanan darah saya naik dan turun dalam waktu lima menit," gumamnya, namun sudut bibirnya sedikit terangkat membentuk senyuman tipis.

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!