NovelToon NovelToon
Suamiku Ternyata Konglomerat

Suamiku Ternyata Konglomerat

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pernikahan Kilat / Nikahmuda / CEO
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Indriani_LeeJeeAe

Satu malam yang tak pernah ia inginkan mengubah seluruh hidup Serene Avila. Terbangun di samping pria asing, ia memilih kabur tanpa menoleh—tak tahu bahwa pria itu adalah Raiden Varendra, konglomerat muda yang bisa mengguncang seluruh kota hanya dengan satu perintah. Dua bulan kemudian, Serene hamil… kembar. Di tengah panik dan putus asa, ia memutuskan mengakhiri kehamilan itu. Hingga pintu rumah sakit terbuka, dan pria yang pernah ia tinggalkan muncul dengan tatapan membelenggu.

“Kau tidak akan menyentuh anak-anakku. Mulai sekarang, kau ikut aku!”

Sejak saat itu, hidup Serene tak lagi sama.
Dan ia sadar, kabur dari seorang konglomerat adalah keputusan terburuk yang pernah ia buat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indriani_LeeJeeAe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 > Ketika Dunia Mulai Terbakar

Malam belum berakhir ketika Raiden tiba di pelabuhan. Kabut tipis menggantung rendah di atas laut, bercampur aroma besi tua dan solar. Gudang-gudang besar berdiri seperti monster bisu, menyimpan rahasia yang tak ingin didengar siapa pun.

Raiden mematikan mesin mobil.

Ia tidak membawa pengawal. Tidak membawa senjata mencolok. Namun di balik jas hitamnya, sebuah pistol terpasang rapi... dingin, siap digunakan. Matanya menyapu sekitar. Keadaan sunyi... terlalu sunyi.

“Jika kau ingin aku percaya, kau seharusnya tidak menghilang seperti pengecut,” gumamnya dingin, entah ditujukan pada Serene atau pada musuh yang bersembunyi.

Sementara di pusat kontrol, Arlo menahan napas. “Tuan… sinyal masih mati. Tapi kami menangkap pergerakan drone tak dikenal di sektor timur pelabuhan.”

“Biarkan,” jawab Raiden tenang. “Mereka ingin menonton. Biarkan mereka melihat.”

Ia melangkah masuk ke gudang terbesar. Pintu berderit berat saat didorong terbuka. Cahaya lampu gantung redup menyinari ruang luas itu yang kosong, kecuali satu kursi di tengah ruangan. Raiden berhenti.

“Kau punya selera dramatis,” katanya datar.

Tepukan tangan terdengar perlahan dari balik bayangan. Aurelia muncul. “Dan kau selalu tepat waktu,” balasnya sambil tersenyum.

“Kau di mana Serene?” Raiden tidak membuang waktu.

Aurelia melangkah santai mendekat. “Aman. Untuk saat ini.”

Raiden menatapnya tajam. “Jika kau menyentuhnya-”

“Aku tahu,” potong Aurelia. “Kau akan membunuhku.”

Ia tertawa kecil. “Tenang. Aku tidak bodoh.”

Raiden mendekat satu langkah. Aura dingin menguar dari tubuhnya. “Kau mengatur semua ini,” katanya.

“Pesan itu. Tekanan. Ancaman.”

“Ya,” jawab Aurelia jujur. “Dan kau datang juga.”

“Karena aku tahu Serene tidak akan pergi tanpa alasan,” balas Raiden dingin. “Dan alasan itu berdiri di depanku sekarang.”

Aurelia tersenyum tipis. “Kau selalu cerdas. Itulah sebabnya aku membutuhkannya.”

“Membutuhkan?” Raiden mengerutkan dahi.

“Untuk menghentikanmu,” jawab Aurelia. “Kau sudah terlalu jauh keluar jalur, Raiden. Kekaisaranmu goyah karena emosi.”

Raiden tertawa pelan, tanpa humor. “Kau menyebut cinta sebagai emosi lemah.”

“Aku menyebutnya kesalahan fatal.”

Raiden mendekat hingga hanya tersisa satu langkah di antara mereka. “Katakan padaku di mana istriku.”

Aurelia menatapnya lurus. “Jika kau mundur.”

Raiden menggeleng pelan. “Kesalahan terbesarmu adalah mengira aku masih bisa mundur.”

***

Di tempat lain. Serene duduk di dalam sebuah mobil van hitam yang melaju perlahan meninggalkan pelabuhan. Tangannya terikat longgar, cukup untuk membuatnya tak bisa kabur, namun cukup manusiawi agar ia tidak terluka. Ia menatap keluar jendela kecil. Hatinya berantakan.

Pesan yang ia kirim masih terbayang jelas. Maafkan aku. “Maafkan aku, Raiden,” bisiknya lirih.

Perutnya kembali terasa nyeri, bahkan lebih kuat kali ini. Serene meringis, menahan napas. “Berhenti,” katanya lemah.

Sopir menoleh sekilas ke kaca spion. “Tidak ada perintah berhenti.”

“Aku hamil!” Serene hampir berteriak. “Aku kesakitan!”

Mobil melambat. Pintu depan terbuka. Aurelia naik ke dalam van dengan wajah dingin. “Apa yang terjadi?” tanyanya.

Serene menggenggam perutnya. “Aku kesakitan. Tolong.”

Aurelia memandangnya lama. Ada keraguan sesaat... sangat singkat, lalu wajahnya kembali keras. “Kita hampir sampai,” katanya. “Bertahanlah.”

Serene memejamkan mata. Ada firasat buruk yang menggigit dadanya.

***

Kembali ke gudang. Raiden berdiri dengan tenang... terlalu tenang. “Aku akan bertanya sekali lagi,” katanya pelan. “Di mana Serene?”

Aurelia menatap jam tangannya. “Dalam perjalanan menuju kehidupan baru.”

Raiden tersenyum kecil. Senyum yang membuat bulu kuduk siapa pun berdiri. “Kalau begitu,” katanya, “kau terlambat.”

Aurelia mengernyit. “Apa maksudmu?”

Raiden mengangkat ponselnya, menekan satu tombol.

Di layar besar gudang, tiba-tiba menyala rekaman langsung. Sebuah van hitam. Dari sudut atas, jelas rekaman drone. Wajah Aurelia berubah.

“Apa ini?” suaranya meninggi.

“Keamanan pribadiku,” jawab Raiden dingin. “Kau pikir aku datang tanpa persiapan?”

Aurelia berbalik tajam. “Hentikan siaran itu!”

Raiden tidak bergerak. “Serene terlihat kesakitan.”

Di layar, Serene terlihat meringis, tubuhnya membungkuk, wajahnya pucat. Raiden mengepalkan tangan. “Apa yang kau lakukan padanya?” suaranya berubah gelap.

“Aku tidak menyentuhnya!” bentak Aurelia. “Itu tidak direncanakan!”

Raiden melangkah maju. “Jika terjadi apa pun pada anak-anakku-”

“Aku tidak berniat membunuh mereka!” Aurelia berteriak. “Aku hanya ingin mereka lahir tanpa dirimu!”

Raiden berhenti. “Tanpa aku?” ulangnya.

“Ya!” Aurelia terengah. “Karena selama kau hidup bersama mereka, kekaisaran ini akan hancur!”

Raiden tertawa pelan. “Kau salah.”

Ia menatap layar. “Justru karena mereka, dunia ini akan terbakar.”

Sementara di dalam van, Serene berteriak tertahan saat rasa sakit menusuk lebih dalam. “Berhenti… tolong…” suaranya pecah.

Sopir panik. “Nona-”

“Aurelia!” Serene menjerit. “Aku tidak kuat!” Aurelia menggertakkan gigi. “Hentikan mobil.”

Van berhenti mendadak. Serene terengah, keringat dingin membasahi wajahnya. “Apa yang kau rasakan?” tanya Aurelia, untuk pertama kalinya, suaranya terdengar cemas.

“Seperti… ditarik,” jawab Serene lirih. “Aku takut… anakku-” Kalimatnya terputus oleh jeritan pelan.

Aurelia membeku. “Ini tidak boleh terjadi,” gumamnya. “Belum waktunya.”

Ia menatap Serene. Dan untuk sesaat, sangat singkat ia melihat dirinya sendiri di wajah perempuan itu. Takut. Tak berdaya. Namun sebelum ia bisa berkata apa pun... suara tembakan terdengar dari kejauhan.

Satu.

Dua.

Tiga.

Sopir teriak panik. “Kita disergap!” Aurelia berbalik ke jendela.

Lampu-lampu hitam menyala di kejauhan. Mobil-mobil hitam tanpa plat. “Raiden…” bisiknya.

Sedangkan di gudang, Arlo berteriak lewat sambungan. “Tuan! Tim kita bergerak! Van dihentikan!”

Raiden sudah berlari menuju pintu. “Jangan sentuh Serene,” perintahnya dingin. “Jika mereka melawan—habisi.”

“Tuan, Aurelia masih di sana-”

“Aurelia memilih jalannya sendiri,” potong Raiden.

Ia berhenti sesaat. Matanya dingin tak berperasaan. “Dan aku sudah terlalu lama berbelas kasih.”

***

Di dalam van, Serene menangis pelan. “Aurelia…” katanya lemah. “Aku mohon…”

Aurelia menatapnya. Di luar, suara langkah kaki semakin dekat. Senjata dikokang. Pilihan itu ada di tangannya sekarang. Mengorbankan Serene... atau mengkhianati sistem yang membesarkannya.

Aurelia mengeluarkan pisau kecil dari sakunya.

Serene membelalak ketakutan. “Apa yang kau-” Pisau itu memotong tali di pergelangan tangan Serene.

“Keluar dari sini,” bisik Aurelia cepat. “Sekarang!”

Serene terdiam. “Kenapa?”

Aurelia menatapnya tajam. “Karena jika aku tidak melakukannya… Raiden akan menghancurkan dunia ini. Dan aku tidak ingin darah anak-anakmu menjadi pemicunya.”

Ledakan kecil terdengar di luar. Aurelia mendorong Serene ke pintu belakang. “Pergi!” bentaknya.

Serene turun dengan tubuh gemetar. Langkah kaki mendekat. Teriakan. Dan di kejauhan... Serene melihat satu sosok yang ia kenal yaitu Raiden.

Tatapan mereka bertemu. Dan tepat saat itu... tembakan keras menggema. Serene menjerit. Dan dunia kembali runtuh.

***

Apa yang terjadi?

To be continued

1
Wayan Miniarti
luar biasa thor... lanjuttt
Li Pena: Siap, Akak.. maacih udah mampir ya 🙏🤭
total 1 replies
Sunarmi Narmi
Baca di sini aku Paham kenapa bnyak yg tdk Like...Di jaman skrng nikah kok berdasar Status apalagi sdh kaya....Bloon bnget kesenjangan sosial bikin gagal nikah apalagi seorang Raiden yg sdh jdi CEO dgn tabungan bnyak...Kkrga nolak ya bawa kbur tuh istri dn uang " mu....Cerdas dikit Pak Ceo..gertakan nenek tidak berpengaruh.masa nenek jdi lbih unggul kan body aja ringkih
Li Pena: Terimakasih sudah mampir dan juga menilai novel ini. maaf bila alur tidak sesuai yang diharapkan dan juga banyak salahnya, mohon dikoreksi agar author bisa belajar lebih banyak lagi 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!