Cinta Paksa Di Menara Kaca

Gagal masak untuk suami adalah ketakutan terkecil Kaila saat ia melihat noda merah yang merembes keluar dari balik kotak paket misterius di depan pintu kamarnya.

Aroma amis yang sangat menyengat seketika memenuhi indra penciumannya hingga membuat perutnya terasa aduk-aduk oleh rasa mual yang sangat luar biasa hebat.

Kaila mundur beberapa langkah dengan wajah yang nampak sangat pucat pasi sementara Adnan berdiri tegak di depannya dengan tatapan mata yang sangat tajam.

"Jangan mendekat dan segera kembali ke dalam kamar jika kau tidak ingin melihat sesuatu yang akan menghantuimu sepanjang malam," perintah Adnan.

Pria itu mengenakan sarung tangan kain lalu membuka tutup kotak tersebut dengan gerakan yang sangat tenang namun sangat penuh dengan kewaspadaan yang tinggi.

Kaila tidak sengaja melihat isi di dalamnya yang berupa potongan daging mentah yang sudah dikerubungi oleh lalat-lalat hijau yang nampak sangat-sangat menjijikkan.

Di atas tumpukan daging itu terdapat sebuah surat kaleng yang ditulis menggunakan tinta merah yang nampak seolah-olah menyerupai tetesan darah segar.

"Tuan, apakah ini adalah ancaman dari orang-orang yang membenci pernikahan rahasia kita?" tanya Kaila dengan suara yang sangat-sangat lirih.

Adnan tidak menjawab melainkan ia justru meremas surat tersebut hingga hancur di dalam genggaman tangannya yang nampak sangat-sangat kuat dan sangat-sangat perkasa.

Ia segera memanggil pihak keamanan menara kaca untuk menyingkirkan paket tersebut dan melacak siapa pengirim yang sudah sangat-sangat berani mengusik ketenangannya.

Suasana di dalam griya tawang yang sangat mewah itu seketika berubah menjadi sangat-sangat mencekam dan sangat-sangat penuh dengan aura kecurigaan yang sangat-sangat mendalam.

"Lupakan apa yang kau lihat tadi dan sekarang sebaiknya kau segera menyiapkan makan malam karena aku merasa sangat lapar," ujar Adnan mencoba mengalihkan situasi.

Kaila mengangguk dengan sangat ragu lalu melangkah menuju dapur modern yang nampak sangat-sangat luas dan sangat-sangat lengkap dengan peralatan memasak.

Ia mencoba untuk memfokuskan pikirannya pada resep sup ayam yang biasa ia buat untuk kakeknya di desa agar rasa takutnya bisa sedikit berkurang.

Namun tangannya yang masih nampak sangat-sangat gemetar membuat ia berulang-ulang kali melakukan kesalahan kecil yang sangat-sangat tidak perlu saat memotong sayuran.

"Aduh, kenapa pisau ini terasa sangat-sangat tajam dan sangat-sangat sulit untuk dikendalikan oleh jari-jari saya?" keluh Kaila sambil meringis perih.

Ternyata ujung jarinya teriris tipis hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak dan menetes ke atas talenan kayu yang nampak sangat-sangat bersih tersebut.

Kaila merasa sangat-sangat bodoh karena ia merasa gagal menjalankan tugas sederhana sebagai seorang istri yang baik bagi pria sesempurna Adnan Dirgantara.

Ia mencoba menutupi luka tersebut dengan selembar kain namun rasa perihnya justru membuat air matanya mulai jatuh-jatuh membasahi pipinya yang kemerahan.

"Sudah aku duga bahwa membiarkanmu berada di dapur sendirian adalah sebuah kesalahan yang sangat-sangat besar dan sangat-sangat fatal," tegur Adnan tiba-tiba.

Adnan rupanya sudah berdiri di ambang pintu dapur sambil memperhatikan setiap gerak-gerik Kaila yang nampak sangat-sangat canggung dan sangat-sangat berantakan.

Pria itu mendekat lalu meraih tangan Kaila yang terluka dan membawanya ke bawah kucuran air wastafel dengan gerakan yang nampak sangat-sangat hati-hati.

Kaila hanya bisa mematung saat melihat Adnan yang biasanya sangat-sangat dingin kini justru sedang sibuk mengobati luka kecil di jarinya dengan penuh ketelatenan.

"Maafkan saya tuan karena saya sudah gagal masak untuk suami dan justru hanya membuat kekacauan di dapur mewah Anda," bisik Kaila dengan penuh penyesalan.

Adnan menatap mata Kaila dengan sebuah tatapan yang nampak sangat-sangat dalam dan sangat-sangat sulit untuk diartikan oleh akal sehat manusia manapun.

Ia kemudian mengambil alih pisau dan sayuran tersebut lalu mulai memotongnya dengan gerakan yang sangat-sangat cepat dan sangat-sangat ahli seperti seorang juru masak profesional.

Kaila hanya bisa terpana melihat sisi lain dari suaminya yang nampak sangat-sangat serba bisa dan sangat-sangat sempurna dalam segala bidang kehidupan.

"Duduklah di sana dan perhatikan bagaimana cara menggunakan peralatan dapur ini tanpa harus melukai dirimu sendiri lagi," perintah Adnan dengan nada yang melembut.

Malam itu mereka makan bersama dalam keheningan yang terasa sangat-sangat berbeda karena ada rasa hangat yang mulai merayap di dalam lubuk hati Kaila yang terdalam.

Kaila merasa seolah-olah ia sedang bermimpi karena bisa melihat seorang CEO hebat sedang sibuk di dapur hanya untuk menyiapkan makan malam yang sangat sederhana.

Namun kebahagiaan itu kembali terusik saat Adnan meletakkan sendoknya dan memberikan sebuah amplop biru yang nampak sangat-sangat resmi dan sangat-sangat kaku.

"Besok pagi kau harus bersiap karena sudah ada sebuah undangan pesta bisnis perdana yang tidak mungkin bisa kita abaikan begitu saja," ujar Adnan serius.

Kaila merasakan jantungnya kembali berdegup sangat-sangat kencang karena ia menyadari bahwa dunia luar sudah siap untuk menghakimi statusnya sebagai seorang nyonya muda.

Undangan pesta bisnis perdana itu nampak seperti sebuah tantangan besar yang akan menentukan apakah Kaila mampu bertahan di puncak menara kaca atau justru jatuh tersungkur.