Kisah ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama Darman dan lebih di kenal dengan nama si rawing, dia adalah anak dari seorang jawara silat, tapi sayang bapaknya meninggal akibat serangan kelompok perampok yang datang ke desanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Panel Bola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seperti Hewan
"jadi begini Gempar, Abah mau menyuruh kamu, ada musuh yang harus di basmi, namanya Si Rawing, anaknya si Wira karta."
"Si Rawing.?"
"Benar, dia punya tujuan untuk membalas dendam kepada Abah, sebab beberapa tahun yang lalu, si Wira karta yang merupakan bapaknya telah mati ditangan Abah. Jadi Abah mau menguji kamu untuk membunuh Si Rawing, bagaimana sanggup."
Gempar dengan bangga berkata, "hehehe, tangan aku sudah gatal, ingin bertarung dengan orang yang memiliki ilmu silat yang tinggi bah." si Gempar lalu menatap ke arah Ki Jaka, "sekarang dimana orang itu tinggal Ki Jaka.?"
"eh, sekarang dia tinggal di rumahnya si Odang."
"butuh berapa orang untuk menemani kamu pergi menemui Si Rawing.?" tanya Si Bewok.
"tidak perlu banyak, cukup dua orang saja buat jadi saksi saat si Gempar membunuh manusia yang namanya Si Rawing." jawab gempar dengan sombong, tidak beda jauh dengan bapaknya.
Si Bewok tertawa puas melihat sikap anaknya, "hahaha, bagus Gempar, Abah percaya dengan kemampuan kamu. Jadi Si Rawing jangan di beri ampun, bapaknya mati di tangan aku, sekarang anaknya harus mati ditangan kamu Gempar. Sekarang kamu pergi bersama si jalak."
Si Gempar pergi di temani dua anggota kelompok Macan Liar, di belakangnya Ki Jaka dan kedua muridnya menyusul.
Setelah kepergian Gempar, tidak lama kemudian Ningsih datang.
Melihat kedatangan Ningsih, mata si Bewok melotot, "maua apa kamu kesini.? aku tidak memanggil kamu kesini."
Ningsih hampir tidak bisa bicara, si Bewok memang mempunyai aura yang kuat, membuat orang yang melihatnya menjadi ketakutan, tapi karena dia menyangi Kartika dia memaksakan dirinya untuk berbicara.
"begini kang Gopar, aku tidak percaya, Kartika yang telah aku rawat dari kecil akan kamu jadikan istri. tega-teganya kamu melakukan keputusan seperti itu."
"hey, dengarkan oleh kamu Ningsih, mengenai urusan si Kartika itu urusan aku Ningsih, kamu sudah tidak bisa lagi aku gunakan Ningsih, kamu sudah tidak muda lagi, lebih baik kamu pergi dari tempat ini, pergi yang jauh dan jangan pernah kembali lagi."
Ningsih mengeluarkan air matanya, hatinya merasa sakit seperti di sayat oleh pisau, si Bewok mengusir dirinya seperti menganggap kalau dirinya itu anjing yang hina.
"kang."
"pergi Ningsih, aku sudah tidak mau lagi melihat muka kamu Ningsih, kamu sudah tidak berguna lagi, si Kartika akan menjadi pengganti kamu. Hahah."
Ningsih langsung pergi ke kamarnya, lalu merapikan bajunya, "ini adalah kesempatan yang bagus, Darman, mungkin kamu sekarang sudah menjadi pemuda yang tampan, mudah-mudahan saja kamu masih ada di dunia ini."
Saat Ningsih sudah selesai merapikan bajunya, Kartika datang, dia terkejut saat melihat Ningsih sudah membawa buntelan baju.
"Ibu, kenapa ibu membawa buntelan baju.? ibu mau kemana.?"
"nyai, ibu sudah di usir oleh Abah, sekarang ibu akan pergi dari tempat ini, mudah-mudahan ibu bisa bertemu dengan anak kandung ibu."
Kartika memegang kedua tangan Ningsih, "ibu, nyai ikut ya, nyai juga harus pergi dari tempat ini, nyai tidak mau kalau harus menikah dengan Abah."
"jangan nyai, itu akan berbahaya bagi keselamatan kamu, lebih baik kamu tetap disini"
Mereka tidak mendengar suara langkah kaki, tahu-tahu si Bewok sudah berdiri di depan pintu kamarnya Ningsih.
"hahaha, bener Kartika, kamu lebih baik tetap disini, biarkan si Ningsih pergi, dia sudah tidak ada artinya lagi kalau tetap berada disini. Malah kamu harus tahu, Si Rawing anaknya si Wira karta mau membalas dendam kepadaku, tapi dia tidak akan berumur panjang, sebab dia bakalan di bunuh oleh si Gempar. Sekarang kamu cepat pergi dari sini Ningsih, cepat pergi."
Tanpa banyak basa-basi, Ningsih pergi keluar dari rumah, sedangkan Kartika, tangannya di pegang oleh tangannya si Bewok, dia hanya bisa menatap kepergiannya Ningsih.
"hahaha, kamu tidak perlu menangis Kartika, itu tidak ada gunanya, meskipun kamu mengeluarkan air mata darah." ucap si Bewok, dia tidak perduli dengan keadaan Kartika yang sedang bersedih, dia hanya perduli dengan keinginannya saja.
saat ini Ningsih kehilangan arah, dia tidak tahu harus melangkahkan kakinya kemana, tapi dia masih memiliki harapan, Darman anaknya ternyata masih hidup. Yang membuat dia penasaran yaitu apakah benar kalau Si Rawing itu adalah Darman anaknya.
******
Saat pagi hari, suara burung terdengar merdu, penduduk kampung sudah pada pergi meninggalkan rumahnya melakukan kesibukannya masing-masing.
Seperti saat ini, Si Rawing sudah memikul cangkul, dia akan meneruskan pekerjaan yang belum selesai di kebun.
Ki Odang dan istrinya sangat senang dengan sikap Si Rawing yang seperti itu.
Saat siang hari, Narsiyah datang mengantarkan makanan kekebun.
Melihat Narsiyah yang sedang duduk di saung, Si Rawing berhenti bekerja lalu mencuci tangannya.
Narsiyah menatap dengan imut kepada Si Rawing yang sudah duduk di sampingnya, "silahkan makan kang, kalau Abah, ehh Abah tetap merasa takut kang."
"hehe, takut kenapa.?"
"takut kalau Ki Jaka melapor kepada Ki Bewok, kalau sampai itu terjadi, akang pasti akan berurusan dengan Ki Bewok, tidak mustahil kalau nanti Ki Bewok bakalan datang ke kampung ini dan melakukan tindakan kepada kang Darman"
Si Rawing membuka bekal yang di bawa Narsiyah terus langsung memakannya, sambil mengobrol dengan Narsiyah.
"Justru itu yang di harapkan oleh Akang, kalau si Bewok datang ke kampung ini, Akang bisa membuat perhitungan dengannya."
"tapi itu berbahaya kang, Ki Bewok itu sangat kejam, nyai tidak mau kalau akang celaka."
"jadi seperti ini nyai, Akang jadi teringat dengan ceritanya Ki Debleng yang menjadi guru Akang waktu akang menimba ilmu."
"apa katanya kang?"
"Yang namanya pertarungan itu ada dua hal yang sudah di pastikan, yaitu kemenangan dan kekalahan, kalau menang kita tidak boleh takabur, kalau kalah kita harus menerimanya, tidak perlu sakit hati tapi harus mikir, bagaimana caranya saat kita kalah harus menjadi pemenangnya."
"tapi."
"tapi apa?"
"tapi nyai tidak berharap akang celak, terus terang nyai sayang sama akang, akang merupakan pemuda yang jujur dan baik. Tapi orang yang di cemaskan sepertinya cuek-cuek saja, tidak mengerti dengan keadaan hati nyai."
"hehehe, akang juga sayang kepada nyai, tapi bukan berarti akang harus berhenti untuk menuntut balas kepada si Bewok, sudah bertahun-tahun akang memendam sakit hati. Jadi nyai doakan akang agar akang selamat dan bisa membalas sakit hati kepada si Bewok."
Obrolan mereka terhenti saat melihat Ki Odang yang datang sambil berlari.
Setelah sampai di depan saung, Ki Odang berbicara dengan napas terengah-engah, " bahaya jang Rawing, bahaya, apa yang Abah khawatirkan menjadi kenyataan, sekarang lebih baik jang Rawing pergi menyelamatkan diri."
"tenang dulu bah, maksud Abah, bahaya apa.?
"begini jang Rawing, tadi ada orang yang memberi tahu Abah, kalau pihaknya kelompok Macan Liar bakalan datang ke kampung kita, yaitu anaknya Ki Bewok, pemuda yang sangar dan garang, tindakannya tidak jauh berbeda dengan bapaknya, namanya Gempar, dia datang bersama Ki Jaka, tujuan mereka sudah jelas, mereka datang pasti mencari jang Rawing."