Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Arundaru terduduk di sofa, menutup wajah dengan kedua telapak tangan sambil menjerit pelan. “Aku udah nggak sabar pingin kawin, eh, nikah! Kira-kira Yumna mau nggak ya diajak nikah?”
Pria itu menatap langit-langit rumah, bibirnya meliuk membentuk senyum bodoh. Pikiran penuh rencana. Bicara dengan Yumna? Menyusun kalimat? Atau langsung menunjuk tanggal?
Kemudian Arundaru kembali teringat masa lalunya saat hidup bertahun-tahun di luar negeri, tempat berciuman atau bermesraan dianggap hal biasa.
Bila Yumna seperti mantan teman-temannya dulu, Arundaru mungkin tidak perlu repot mengontrol diri. Akan tetapi Yumna berbeda. Keksihnya itu sangat berbeda. Dia memberi batasan.
Yumna akan menegur kalau Arundaru mulai kebablasan. Dia menarik diri ketika situasi terlalu dekat. Dan justru itu yang membuat Arundaru semakin jatuh cinta.
“Arrrgh!” Arundaru mengacak rambutnya sambil tertawa. “Pokoknya besok aku tanya, kapan kita nikah?!”
Sementara di rumah sebelah, Yumna sedang berguling di kasurnya sambil memegang pipi yang sudah panas sejak tadi. Namun, senyum manis terus menghiasi wajahnya.
“Kenapa aku kebayang Mas Arun terus?” keluh Yumna sambil menutup wajah dengan bantal.
Ingatannya berputar kembali pada kejadian siang tadi, ketika mereka membersihkan rumah bersama, ketika ia terpeleset dan jatuh ke pelukan Arundaru, ketika wajah mereka sama-sama menoleh dan bibir saling menempel.
Yumna memejamkan mata, pipinya semakin memanas. Ciuman itu terlalu lama dan terlalu memabukkan. Ia bahkan lupa napas.
“Ya Allah, Mas Arun itu ....” Yumna menggigiti bibir sambil menatap langit-langit. “Kenapa dia bikin aku gini banget?”
Jantungnya tidak berhenti berdetak cepat. Perutnya seperti diisi ribuan kupu-kupu.
Jika bukan karena takut dosa, Yumna mungkin akan membiarkan ciuman itu berlanjut lebih lama. Arundaru sangat terampil, dan bibirnya yang hangat dan lembut, membuat sempat lupa segalanya.
“Jangan sampai kelakuan kita kebablasan lagi!” pekik Yumna sambil menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya.
Dia menggulingkan badan lagi, tapi wajahnya tetap merah.
“Kenapa Mas Arun bikin aku kayak orang jatuh cinta pertama kali, padahal aku pernah menikah,” bisiknya pelan.
Luka masa lalunya dengan Azriel sempat membuat Yumna menutup diri. Namun, Arundaru hadir seperti matahari baru, hangat, tulus, dan perhatian. Meski orangnya suka menggoda, Arundaru selalu tahu kapan ia harus berhenti.
Yumna memeluk guling erat-erat, tersenyum malu. “Mas Arun pasti lagi senyum-senyum kayak orang gila juga di rumahnya.”
Keesokan paginya, Arundaru datang ke rumah Yumna membawa sarapan dua bungkus.
Saat Yumna membuka pintu, Arundaru langsung menatapnya dengan tatapan berbinar. “Pagi, Sayang.”
Yumna memutar bola mata. “Mas Arun, jangan panggil aku begitu pagi-pagi begini.”
“Habis aku kangen sama pacarku ini,” jawab Arundaru sambil mengedip genit.
Yumna hampir menutup pintu lagi, tapi tangan Arundaru menahannya.
“Aku bawain sarapan. Kalau kamu nolak, aku mogok makan.”
Yumna terdiam, membiarkan pintu terbuka. “Mas Arun, itu ancaman yang nggak baik.”
“Yang penting kamu makan,” jawab Arundaru sambil masuk dengan santai.
Saat mereka makan bersama, Arundaru menyuapi Yumna sepotong telur goreng.
“Coba ini, enak banget.”
“Mas Arun!” Yumna memukul lengan Arundaru, tapi tetap membuka mulut.
Arundaru tertawa puas. “Kamu tuh kalau malu, makin manis.”
Yumna memalingkan wajah, menutup mulut dengan tangan. “Mas, jangan godain aku terus.”
“Tapi aku menikmati melihat kamu yang sedang malu-malu begini.”
Arundaru menyuapkan lagi makanannya. Kali ini Yumna kembali menerima meski sambil menunduk.
Suasana itu hangat. Romantis. Menggetarkan. Sampai akhirnya Arundaru menatap Yumna tanpa kedip.
“Yumna,” panggil Arundaru dengan suaranya yang rendah. “Aku mau ngomong sesuatu.”
Yumna mengangkat kepala. “Apa?”
Arundaru menghela napas panjang, lalu menggenggam tangan Yumna di atas meja.
“Aku serius sama kamu.”
Yumna menelan ludah.
“Aku nggak mau hanya pacaran. Aku ingin masa depan sama kamu.” Arundaru menatapnya dalam. “Aku ingin menghalalkan hubungan kita. Aku ingin menikah sama kamu.”
Yumna tertegun. Mulutnya terbuka sedikit, tapi tidak ada suara keluar.
Arundaru semakin menggenggam tangannya. “Aku tahu kamu masih takut karena masa lalu. Tapi aku sangat cinta kamu. Dan aku mau kamu jadi istriku.”
Yumna memandang mata Arundaru, mata yang penuh ketulusan dan harapan. Dadanya terasa sesak oleh campuran takut dan bahagia.
“Mas Arun ....” Yumna menarik napas. “Aku butuh waktu.”
Arundaru mengangguk pelan. “Aku nggak maksa. Tapi aku serius. Aku tunggu jawaban kamu.”
Yumna menunduk, jari-jarinya bergetar. Dia belum siap menjawab. Tapi ia tahu satu hal, hati kecilnya sudah memilih Arundaru sebagai orang yang pantas dia cintai.
Dengan perlahan, Yumna menggenggam balik tangan Arundaru. “Mas, terima kasih sudah se-serius ini sama aku.”
Arundaru tersenyum lebar. “Apa pun buat kamu.” Lalu spontan, ia mencium punggung tangan Yumna.
Yumna tersentak dan menarik tangannya cepat-cepat. “Mas!”
“Maaf, sudah kebiasaan,” jawab Arundaru dengan senyum miring.
“Mas Arun mesum ...!” gumam Yumna malu-malu.
“Tapi mesumnya cuma ke kamu saja, kok!” balas Arundaru sambil terkekeh.
Yumna memukulnya pelan, pipinya memerah seperti tomat.
***
Langkah Nenek Gendis memasuki lobi gedung stasiun televisi ADTV terdengar pelan namun mantap. Matanya menelusuri ruangan luas yang dipenuhi karyawan berlalu-lalang. Sejak semalam, hatinya tidak tenang. Ia merasa harus mengetahui sendiri, siapa perempuan yang membuat cucunya, Arundaru, begitu jarang pulang.
"Cucu itu satu-satunya penerus keluarga. Masa biarkan jatuh cinta sama sembarang orang?" gumamnya sambil mengencangkan genggaman pada tas tangan.
Ketika ia melangkah menuju arah lift, dari samping seorang perempuan berjalan sambil memegang ponsel, sedang membaca pesan. Keduanya tidak sengaja beradu bahu.
Bruuk!
“Astaghfirullah, Nenek!” seru perempuan itu panik. “Maafkan aku, aku tidak sengaja!”
Nenek Gendis sedikit oleng, tapi belum jatuh. Perempuan itu—Yumna—segera memegang lengannya, membantu menyeimbangkan tubuh wanita tua itu.
“Nek, hati-hati. Ayo aku bantu duduk dulu.” Yumna membungkuk, menuntun Nenek Gendis ke sofa di sisi lobi. Gerakannya lembut, tidak dibuat-buat.
“Tidak apa-apa, Nak,” ujar Nenek Gendis, walau nafasnya terdengar terkejut. “Kamu yang terlalu terburu-buru.”
Yumna tersenyum malu. “Iya, Nek. Maaf, ya. Tapi, Nenek baik-baik saja, kan? Ada yang sakit?”
“Aduh … lutut ini memang sudah tua,” jawab Nenek Gendis sambil memegangi lututnya dramatis.
“Kalau begitu, ikut aku ke ruang kesehatan ya, Nek. Biar diperiksa sebentar. Aku khawatir.”
Tanpa menunggu persetujuan panjang, Yumna menuntun Nenek Gendis menuju ruang kesehatan. Di sepanjang koridor, beberapa karyawan menatap, heran melihat seorang nenek datang bersama Yumna.
Di ruang kesehatan, Yumna membantu Nenek Gendis duduk, lalu mengambil air mineral dari dispenser. “Nenek, minum dulu,” katanya, menyodorkan botol itu.
Nenek Gendis menerimanya dan meminumnya perlahan. Tatapannya tak lepas dari Yumna. Cara gadis itu memperlakukannya membuatnya terdiam sejenak.
Semoga menjadi awal yang baik buat hubungan kalian berdua selanjutnya
gmn kabar sepupu ljcnut x thorr jg kk x yumna
Dan Yumna terlalu polos 🤭🤭🤭