"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."
🌊🌊🌊
Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.
Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.
Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.
Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.
Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.
Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.
Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Duka, Obsesi, dan Penolakan
Kamar Serafina menjadi ruang penyiksaan bagi jiwanya. Tangisnya memecah keheningan, sebuah simfoni keputusasaan yang hanya didengar oleh dinding-dinding batu rumah Livia.
Elio berdiri di ambang pintu, tubuhnya tegang bagai kawat baja. Setiap isakan Serafina adalah pisau yang mengoyak hatinya, dan setiap pisau itu diarahkan pada satu nama.
Rafael De Luca.
“Cukup,” gumam Elio, suaranya kasar terdengar sengit. Dia melangkah masuk, niatnya bulat. “Aku akan menemui quel bastardo dan memastikan dia tidak akan pernah lagi menyakitimu.”
*Bajingan itu
“No!” Serafina menjerit, merangkak di lantai dan meraih kaki Elio. “Aku yang memaksanya bertemu! Ini salahku! Jangan sentuh dia!”
Elio berhenti, tapi amarahnya tidak padam. Dia menatap Serafina yang bersimpuh di lantai dingin, wajahnya basah dan merah. Sebuah pandangan yang tak pantas bagi seorang Serafina Romano. Dia membungkuk, tangannya yang kuat dengan mudah melepaskan cengkeraman Serafina. Sentuhannya profesional, dingin, mengingatkan statusnya sebagai la guardia del corpo.
*Bodyguard
“Kau tidak pantas untuk pria kotor sepertinya,” desis Elio, menahan bahu Serafina yang menggigil. Matanya membara. “Darah Romano mengalir di nadimu. Kau adalah Serafina Romano. Dan aku akan membawamu kembali pada Signore Romano.”
“No!” teriak Serafina lagi, menggeleng liar. Ini adalah luka pertama kalinya, luka cinta pertama yang ternyata begitu perih.
Elio akhirnya duduk di lantai di sampingnya, bahunya menyentuh bahu Serafina yang ringkih. “Sudah kukatakan padamu,” bisiknya, suaranya tiba-tiba lelah. “Hidup nelayan itu berbahaya. Keluarganya telah mengenalnya lebih lama. Kau tidak akan pernah menjadi prioritasnya.”
“Dia juga bilang begitu!” Serafina menyembur, air matanya mengalir deras. “Kenapa kau mengingatkanku lagi?!”
“Jadi, siapa yang akan dia utamakan?” Elio membentak, rasa frustasinya meluap.
Serafina menarik napas tersedu-sedu. “Keluarganya. Semua kecuali aku.”
Elio menggeram, berdiri dengan gerakan cepat. Dia harus membuat Rafael membayar.
Tapi Serafina meraihnya lagi. “AKU MELARANGMU MENYENTUHNYA!”
Elio berhenti, dada naik turun. Dia memandangi Serafina, gadis yang rela membela pria yang telah menghancurkannya. Dia menghela napas panjang, lalu duduk lagi, memutuskan untuk tinggal dan menemani Serafina dalam kesakitannya.
“Dia yang memutuskan? Atau kau?” tanyanya, mencoba memahami.
“Dia bilang ... kita bisa terus bertemu. Tapi bahwa aku bisa melupakannya ketika kembali ke kota,” jawab Serafina, suaranya hancur.
Itu adalah titik puncak bagi Elio. Dia bangkit sekali lagi, kali ini dengan tekad yang tak terbendung.
Serafina berusaha mengejarnya, tapi Elio terlalu cepat. Dia bahkan dengan kasar menepis tangan Serafina yang berusaha menahannya. “Mi dispiace,” katanya singkat, tapi langkahnya tidak berhenti.
*Maaf
Namun, saat dia sudah memakai sandal di depan pintu…
BRUGH
Nonna Livia terjatuh pingsan.
...🌊🌊🌊...
Lima hari di rumah sakit.
Lima hari penuh kecemasan yang berakhir dengan pilu.
Nonna Livia, di usianya yang ke-68, menghembuskan nafas terakhir dengan tenang. Wasiatnya dipenuhi. Dia dimakamkan dengan seragam cameriera hitam-putih yang telah menjadi kebanggaan dan identitasnya selama 42 tahun mengabdi pada keluarga Romano. Itu adalah pakaian yang membuatnya bahagia.
Seluruh Mareluna berkabung. Meski hanya 8 tahun setelah pensiun dia tinggal di desa itu, kebaikan hati Livia telah menyentuh semua orang. Matteo, Rosa, dan semua warga merasa kehilangan seorang Madre.
Kini, di rumah batu yang tiba-tiba terasa sangat besar dan sepi, hanya tersisa Serafina dan Elio. Elio, yang tidak tahu cara memasak, berusaha mati-matian mempelajarinya dari internet untuk nona muda-nya. Tapi Serafina, yang tenggelam dalam kesedihan ganda—kepergian Livia dan sikap dingin Rafael—selalu menolak makanannya dengan kesal.
Puncaknya adalah ketika Serafina akhirnya memberanikan diri mengajak Rafael pergi. Rafael datang, berpakaian rapi dengan motornya. Tapi dia berbeda.
“Aku tidak boleh terlihat kotor lagi di hadapanmu,” kata Rafael, nada datar.
Elio telah memberinya pelajaran yang takkan pernah dia lupakan.
Kebebasan mereka hilang.
Tak ada lagi canda, pelukan, atau ciuman sembunyi-sembunyi. Rafael adalah sebuah benteng yang dingin, dan Serafina adalah seorang penyintas yang putus asa yang ingin merebut kembali oasis yang pernah dia rasakan.
Di sebuah sore yang cerah, di tebing yang sama tempat mereka pernah berbagi mimpi, Serafina akhirnya meledak. Obsesinya, yang berakar dari kerinduan akan figur Papà yang hilang dan terproyeksikan pada Rafael, mencapai puncaknya.
“Aku akan mengikutimu, Rafael,” ujarnya, matanya membara dengan tekad yang tak sehat. “Suka atau tidak suka. Aku terobsesi padamu.”
Rafael memandangnya, wajahnya sebuah topeng yang tak terbaca. “Kau bisa berbuat semaumu, Serafina. Aku akan menuruti.”
Jawaban pasifnya justru menyulut amarah Serafina. “AKU ADALAH VERALDI!” bentaknya, mencoba mengklaim kembali identitas palsunya.
Rafael tersenyum, tapi itu bukan senyuman yang hangat. Itu adalah senyuman getir. “Dan aku adalah De Luca. Sebuah keluarga biasa yang bergantung pada ikan dan domba.”
Tapi Serafina sudah terlalu jauh terjun. Darah Romano-nya, keras kepala dan tak terbendung, berbicara. “Kalau begitu, aku hanya akan bergantung padamu, Rafael De Luca!”
Pengakuan itu bukanlah pengakuan cinta.
Itu adalah sebuah pernyataan kepemilikan, sebuah obsesi yang gelap, dan sebuah tantangan. Di dalamnya, tersimpan benih-benih tragedi yang siap mekar di tanah subur Mareluna, dibuaskan oleh duka, penolakan, dan cinta yang mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap, dan lebih berbahaya.
Laut mungkin telah mengembalikan Rafael, tapi kini dia menghadapi badai yang sama sekali berbeda—badai dalam hati Serafina Romano.
...🌊🌊🌊...
“Bawa dia pergi,” perintahnya pada Elio, suaranya seperti baja.
Elio segera masuk, mengangkat Serafina yang sudah lemas. Dia membawanya pergi dengan cara bridal style, tanpa satupun kata protes.
Sebelum pergi, dia menatap Rafael yang masih menunduk.