Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mempu mematahkan semangat nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Ara memasuki rumahnya dan suasana tampak sepi. Dia lega karena sedang malas menghadapi drama keluarga itu. Ara memutuskan untuk tidur, mengingat malam ini dia akan bertemu dengan sahabatnya di markas.
Waktu berlalu hingga malam hari tiba. Ara terbangun pada pukul 7 malam dan mulai bersiap-siap untuk pergi. Setelah beres, dia turun ke lantai bawah. Di ruang keluarga, keluarga harmonis itu sedang bercanda dan tertawa bersama.
Ara hanya memutar bola matanya malas melihat mereka. Tanpa banyak basa-basi, dia terus berjalan tanpa memperhatikan mereka, meskipun pandangan mereka mengarah padanya.
“Mau ke mana kamu?” suara Abraham menghentikan langkah Ara.
“Bukan urusan Anda, Tuan,” jawab Ara dingin dengan nada datarnya.
“Halah, pasti mau ngejalan* kan? Kalau enggak, dari mana lo bisa beli motor sport terbaru kayak gitu,” ujar Arga dengan tatapan sinis ke arah Ara.
Ara menyilangkan tangan di dadanya dan menatap dingin Arga.
“Mau gue ngejalan sekalipun itu bukan urusan lo! Lo itu siapa? Bukan siapa-siapa gue. Mendingan urusin tuh adik lo daripada sibuk ngurusin hidup gue. Gue mau ngapain juga enggak ada ruginya buat lo. Ngerti?” balas Ara sambil menatap tajam ke arah Arga.
“KURANG AJAR KAMU! BERANI SEKALI MEMBUAT KELUARGA SAYA MALU DENGAN KELAKUAN JALANG KAMU ITU!” Abraham tiba-tiba meledak marah.
“Sudahlah, Pak Tua,” Ara mulai berbicara dengan nada penuh emosi. “Apa Anda lupa dengan apa yang sudah saya katakan? Saya tidak lagi memakai nama Anderson! Saya bukan putri kalian! Sudah saya tekan berkali-kali, saya BUKAN bagian dari keluarga ini lagi. Anggap saja kita orang asing. Memang di tubuh saya mengalir darah kalian, tapi hanya sebatas itu. Kalian bukan orang tua saya!"
Nada suaranya semakin meninggi, rasa sakit yang selama ini disimpan terasa meledak dalam kata-kata yang keluar dari mulutnya.
"TIDAK ADA orang tua yang mau menyakiti darah dagingnya sendiri! Tapi kalian? Kalian selalu menyakiti saya—fisik saya, mental saya! Jadi berhentilah bersikap seolah kalian itu orang tua saya. Karena buat saya, kalian sudah mati. Paham?”
Setelah meluapkan semuanya, Ara membalikkan badan dan segera pergi, meninggalkan mereka yang membeku dalam keheningan.
Deg...
Semua orang terpaku, mereka tidak menyangka Ara benar-benar menganggap mereka sebagai orang asing, bahkan seperti sudah mati.
"Apakah luka hatimu begitu dalam, Nak, hingga menganggap orang tuamu sudah tiada..." gumam Bunda Ara dalam hati.
Abraham terdiam tenggelam dalam pikirannya, begitu pula dengan Arga dan Arka. Sementara itu, Vania mengepalkan tangannya dengan kuat. Lagi-lagi Ara membuatnya merasa muak; sepertinya Vania semakin bertekad untuk menyingkirkan Ara.
Di sisi lain, Ara sudah berada dalam perjalanan menuju markasnya. Soal Manda yang tidak tahu lokasi markas, nanti dia akan berangkat bersama Jessika.
Ara melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. "Kenapa sakit banget... Apa ini yang selalu kamu rasakan, Ra," bisik Ara dalam hati. Tanpa disadari, air matanya mulai menetes.
Begitu menyakitkan kah menjadi Ara? Apakah karena ini dia menyerah, merasa tak mampu lagi menahan rasa sakitnya?
Tak lama kemudian, Ara tiba di markas. Para Mafios yang sudah tahu siapa dia, langsung membungkuk hormat kepadanya. Mereka telah mendapat informasi bahwa sang Queen sudah kembali. Ara segera masuk ke dalam, dan ternyata semua sudah berkumpul, termasuk Manda. Ara bisa melihat ekspresi penasaran di wajah Manda.
"Ara, kok lama sih? Ke mana aja?" tanya Nabila sambil merengek seperti anak kecil kepada Ara.
"Ada sedikit drama tadi, nggak apa-apa," jawab Ara sambil mencubit pipi chubby Nabila.
"Udah deh, sekarang Ara udah datang! Jadi jelasin dong, Ra. Dari tadi aku penasaran banget. Maksud kamu apa soal Mafios dan markas?" tanya Manda yang tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya.
"Oke, jadi begini... Tapi sebelum itu jangan potong ucapan aku sampai selesai. Setelah itu terserah kamu mau memutuskan apa," ucap Ara dengan pandangan serius kepada Manda.
Manda menganggukkan kepalanya dengan rasa penasaran, meski jantungnya berdegup lebih kencang.
Jadi, gue bukan Ara. Gue hanya jiwa asing yang memasuki tubuh Ara.
Gue meninggal akibat kecelakaan, dan entah kenapa saat gue sadar, gue udah ada di dalam tubuh Ara. Gue ketemu Ara, dan dia minta tolong sama gue buat membalas orang-orang yang sudah menyakitinya sampai menyebabkan dia mengalami kecelakaan.
Mungkin ini terdengar nggak masuk akal, tapi kenyataannya memang begini.
Nama asli gue Azalea Drenda Wijaya.
Soal mafia dan markas yang lo tanyain, gue punya kelompok mafia, dan kebetulan gue adalah ketuanya. Jadi, sekarang semua terserah lo. Mau benci gue atau tetap jadi sahabat gue untuk membantu Ara membalas orang-orang yang bikin dia meninggal.
Ara menjelaskan semuanya kepada Manda sambil memperhatikan raut wajahnya yang semakin kosong.
"Hiks… jadi, jadi Ara, sahabat gue, udah nggak ada?" tanya Manda dengan suara terisak. Ara hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Hiks… gue gagal jagain Ara! Kenapa? Siapa yang udah bikin sahabat gue meninggal?" Manda bertanya sambil menangis, memandang tubuh Ara.
"Vania," jawab Ara dengan tatapan penuh keseriusan.
Deg.
Mata Manda membelalak mendengar nama yang disebutkan. Namun, setelah itu, ekspresinya berubah menjadi marah. Lagi-lagi, nama Vania muncul sebagai penyebab penderitaan sahabatnya.
"Gue juga baru tahu kalau dialah dalangnya. Dia yang ngejatuhin Ara dari tangga di rumah sampai Ara koma dan akhirnya meninggal," jelas Ara.
"Brengsek! Tunggu aja lo, Vania! Gue bakal balas semua rasa sakit sahabat gue!" Manda berkata dalam hati sambil mengepalkan tangannya erat.
"Jadi gimana?" tanya Ara sambil melihat Manda penuh harap.
"Gue bakal tetap jadi sahabat lo. Dan gue juga mau balas rasa sakit Ara ke cewek biadab itu," ucap Manda dengan penuh tekad, menatap Ara tajam.
Ara bisa melihat kilatan amarah dan kebencian di mata Manda.
"Oke, gue akan balas semua yang udah nyakitin Ara," ucap Ara dengan mantap kepada Manda.
"Terus… rencana lo gimana? Eh, gue tetap panggil Ara atau Alea?" tanya Manda sambil menggaruk kepala bingung.
"Ara aja. Karena sekarang gue udah menjadi dia," jawab Ara dengan yakin.
Ara menjelaskan rencananya kepada Manda, "Jadi nanti pas ulang tahun SMA Garuda, gue bakal bongkar semua keburukan dia. Di acara itu kan bakal dihadiri semua murid dan wali murid, gue juga mau bikin orang tua Ara nyesel karena lebih milih anak pungut itu daripada Ara."
"Lo udah punya buktinya, kan, Ra?" tanya Manda memastikan.
"Tenang aja, bukti-bukti udah gue kumpulin. Kita biarin aja si jalang itu seneng dulu, baru kita hancurin," jawab Ara sambil menyeringai.
Glekk.
Orang-orang yang ada di situ menelan ludah dengan susah payah saat melihat seringai menakutkan Ara.
"Berarti kalian semua di sini mafia dong, termasuk lo juga, Ila?" tanya Manda penasaran.
"Iya, Man. Kita semua mafia. Nabila walaupun terlihat bocah begini, kalau ada perang juga bakal main senjata," jawab Jessika.
"Wow, keren banget. Gue boleh belajar juga, gak, Ra?" tanya Manda dengan kagum, tak menyangka Nabila yang berwajah imut bisa bermain senjata.
"Boleh. Nanti lo latihan sama yang lain. Bela diri lo kan lumayan, tinggal latihan pegang senjata aja," kata Ara.
"Bisa sih, walaupun gak jago banget," balas Manda.
"Yang penting bisa. Nanti lo bisa latihan sama Bang Kenzo atau sama tiga curut ini," jawab Ara sambil menunjuk teman-temannya.
"Ehh, tangan lo kenapa, Ra?" tiba-tiba El bertanya sambil melihat tangan Ara.
Semua perhatian langsung tertuju pada tangan Ara.
"Emang kenapa? Ada apa?" Darren ikut bertanya melihat tangan Ara yang terluka.
"Gak papa kok, Bang. Tadi Ara bantuin orang, eh malah gak sengaja kena senjata mereka," jelas Ara.
Darren yang awalnya hendak marah akhirnya mengurungkan niat setelah Ara memberi tatapan menenangkan agar masalah itu tidak dibesar-besarkan.
Karena lelah, Ara pun berbaring di atas paha Darren sambil menyaksikan tingkah laku teman-temannya yang sedang berebut makanan.
"Isss, itu kan punya Ila, Varo. Masak dimakan sih," protes Nabila sambil mengerucutkan bibir.
"Yee, mana gue tau ini punya lo. Gak ada namanya di sini," balas Varo enteng sambil tetap menikmati makanan Nabila.
"Ilaaa, itu minuman gue! Malah lo minum!" teriak Manda kesal.
Suasana pun pecah dengan tawa mereka yang berbahak-bahak melihat aksi kejar-kejaran antara Manda dan Nabila.
Malam itu benar-benar penuh dengan kesenangan dan kekompakan mereka. Ara merasa sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka, terlebih sejak kehadiran Manda. Namun, dalam hati kecilnya, Ara kadang dibuat pusing dengan tingkah Manda yang sangat mirip dengan Nabila.
"Tidak lama lagi semuanya akan berubah".