“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”
Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.
Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.
Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.
Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.
Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.
Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - KAU SEHARUSNYA TIDAK MELIHAT INI
Feng Xuan menatap wajah serius sang Nona beberapa detik, lalu menunduk sopan.
“Baik, Nona. Saya akan menurunkan orang-orang kita untuk menyelidiki siapa sebenarnya pemilik pusat itu. Kita tidak bisa datang tanpa tahu siapa yang berdiri di baliknya.”
Xia menatapnya tanpa berkata-kata, lalu mengangguk perlahan. “Kau punya waktu dua hari, Feng Xuan. Aku ingin semua datanya di mejaku sebelum malam ketiga.”
“Baik, Nona.”
Begitu keluar dari ruang kerja Xia, Feng Xuan segera menekan nomor di ponselnya.
“Sasar target: Lingnan Art Rehabilitation Center,” katanya cepat.
“Gunakan nama samaran dan lintasan ganda. Jangan biarkan sinyal pelacakan kita terbaca.”
“Baik, Tuan Feng,” jawab suara di seberang, disusul deru mobil yang melaju.
..
Dua hari berikutnya, laporan itu tiba.
Namun bukan dalam bentuk berkas digital, melainkan amplop cokelat dengan segel keamanan tingkat tinggi. Feng Xuan sendiri yang membawanya ke hadapan Xia.
“Ini hasil penyelidikan,” ujarnya sambil menyerahkan amplop itu. “Kami menemukan bahwa nama pemilik resminya hanyalah kedok. Sebenarnya, pusat itu dimiliki oleh sebuah yayasan cabang… yang terkait langsung dengan grup media milik keluarga Chen.”
Xia menatapnya tajam. “Keluarga Chen?”
“Ya. Tapi bukan itu yang paling mencurigakan,” lanjut Feng Xuan dengan nada berat. “Ada nama lain yang tercatat sebagai donatur utama yayasan itu, Yu Liang Entertainment Holdings.”
Xia terdiam. Kedua tangannya perlahan meremas sisi meja.
“Yu Liang Entertainment Holdings.” Xia mengulang pelan sambil menatap nama itu di dokumen. Alisnya berkerut.
“Ini perusahaan milik Yu Liang?”
Feng Xuan menggeleng pelan. “Secara administratif, iya. Semua dokumen dan izin usahanya mencantumkan nama Yu Liang sebagai pemilik tunggal. Tapi setelah kami telusuri lebih dalam, tidak ada bukti yang menunjukkan dia pernah mengakses dana, menandatangani kontrak, atau bahkan mengetahui keberadaan perusahaan-perusahaan itu.”
Xia memandangnya tajam. “Berarti ini bukan miliknya.”
“Benar. Bisa dibilang… itu semua perusahaan kosong yang menggunakan namanya sebagai topeng legalitas. Total ada delapan perusahaan berbeda, semuanya bergerak di bidang hiburan, logistik, hingga properti seni.”
Xia terdiam sejenak, jari-jarinya mengetuk pelan meja. “Lalu siapa yang ada di baliknya?”
“Kami belum bisa memastikan. Tapi dari pola transaksi dan alamat kantor pusat yang sama, kemungkinan besar semuanya terhubung dengan Lingnan Foundation, yayasan yang juga menaungi pusat rehabilitasi tempat Yu Liang disembunyikan.”
Xia menatap berkas di tangannya, matanya tajam namun suram. “Jadi mereka menggunakan nama Yu Liang… untuk menutupi sesuatu.”
Feng Xuan mengangguk. “Kemungkinan besar, ya. Kami menduga ada seseorang yang menggunakan identitas Yu Liang untuk memutar dana dalam jumlah besar. Bisa jadi itu pencucian uang, atau proyek internal yang disamarkan lewat nama artis terkenal.”
“Dan Yu Liang tidak tahu?”
“Tidak ada tanda-tanda dia tahu. Tapi, jika melihat semua jejaknya… mungkin justru karena dia tahu sesuatu, makanya dia disembunyikan.”
Xia menatap kosong ke arah jendela, pikirannya berputar cepat.
“Jadi… semua yang terjadi padanya, semua ‘kebetulan’ selama ini… mungkin sudah direncanakan.”
“Sepertinya begitu, Nona,” jawab Feng Xuan pelan.
Hening beberapa saat.
Lalu Xia berkata lirih namun tegas, “Kita akan bongkar semuanya. Siapkan semua nama perusahaan itu, aku ingin tahu siapa direktur bayangan di balik tiap-tiapnya.”
“Baik, Nona.”
Namun sebelum Feng Xuan sempat beranjak, Xia kembali bicara, suaranya lebih pelan namun tajam.
“Dan satu hal lagi, Xuan… masalah ini jangan sampai bocor ke siapa pun. Bahkan ke dewan utama Yang Group. Aku tidak sepenuhnya percaya pada mereka. Terlalu banyak yang lebih setia pada kekuasaan daripada pada nama Yang. Jika benar Chen Wei, keluarganya, atau siapa pun yang ada di baliknya terlibat… kita tidak tahu siapa saja yang sudah mereka kendalikan.”
Feng Xuan menatapnya sejenak, lalu mengangguk mantap. “Saya mengerti, Nona. Saya akan urus semuanya secara pribadi.”
Feng Xuan menunduk sedikit, lalu berbalik meninggalkan ruangan. Pintu tertutup dengan bunyi klik yang terdengar pelan namun berat di telinga.
Yang Xia tetap berdiri di tempat, matanya menatap layar laptop yang kini hanya menampilkan berkas-berkas terenkripsi.
Jemarinya mengetuk meja sekali, dua kali kebiasaan lamanya saat berpikir keras.
“Aku tidak akan biarkan siapa pun menodai nama keluarga ini…” bisiknya nyaris tak terdengar.
Lampu ruangan meredup sedikit karena sensor waktu otomatis, tapi Xia tidak bergerak. Di layar, peta koneksi data yang sebelumnya dikompilasi oleh tim intel menunjukkan titik-titik merah. Nama-nama yang belum terkonfirmasi, semuanya terkait dengan Chen Wei.
Sementara itu di koridor bawah, Feng Xuan berjalan cepat, menyapa siapa pun dengan anggukan formal tanpa memperlambat langkah. Ia membuka ponsel khusus, memasukkan kode dua lapis, dan suara dingin dari ujung sambungan terdengar.
“Unit B siap.”
“Batalkan semua laporan yang menuju ke dewan utama,” ucap Feng Xuan singkat.
“Mulai pelacakan jalur transfer internal dari divisi finansial dua bulan terakhir. Gunakan saluran shadow line, jangan biarkan aktivitas kita terdeteksi.”
“Perintah diterima.”
Ia mematikan sambungan, matanya menatap lurus ke depan, ke arah ruang server pusat, tempat semua data rahasia Yang Group disimpan.
Di ruang atas, Xia menutup laptopnya perlahan. Wajahnya tampak tenang, tapi di balik sorot matanya tersimpan sesuatu, firasat bahwa badai yang akan datang jauh lebih besar dari yang ia perkirakan.
Langkah-langkah Feng Xuan bergema di lorong bawah tanah kantor pusat Yang Group. Ruangan itu jarang dikunjungi siapa pun kecuali tim keamanan siber tingkat tinggi, bahkan sebagian besar dewan pun tidak tahu kalau di bawah gedung utama terdapat ruang server rahasia berlapis pengamanan biometrik.
“Verifikasi identitas,” suara otomatis terdengar ketika ia menempelkan telapak tangan ke panel kaca.
Sinar biru memindai wajah dan retina-nya sebelum pintu baja terbuka perlahan. Cahaya putih dingin menyambutnya. Puluhan server berdengung, suhu ruangan nyaris sedingin ruang bedah.
Feng Xuan melangkah ke meja utama, menyalakan terminal kontrol.
Kode akses: Black Echo-47.
Ia mulai menelusuri catatan transfer keuangan dua bulan terakhir, sesuai perintah Xia. Barisan angka muncul di layar, sebagian besar tampak normal. Namun di tengah tumpukan data, satu entri membuatnya berhenti.
Transfer: Divisi Riset & Pengembangan → Proyek “798-Arc”
Nominal: 3.5 juta yuan
Tujuan: rekening luar negeri, tidak terdaftar di sistem pusat.
Otorisasi: Dewan Pembantu Keuangan — akses disahkan oleh Chen Wei.
Feng Xuan mengetik cepat, mencoba menelusuri lebih jauh. Tapi setiap kali ia mencoba membuka rincian proyek itu, layar menampilkan pesan merah.
ACCESS DENIED – LEVEL RESTRICTED.
Alisnya berkerut. “Level terbatas? Tapi hanya Nona Xia yang memiliki izin tertinggi…” gumamnya pelan.
Ia mengakses sistem cadangan, jalur belakang yang hanya diketahui segelintir orang. Namun saat berhasil menembus satu lapisan, sistem tiba-tiba menampilkan peringatan tak biasa.
WARNING: unauthorized trace detected.
Source location: Internal Node // Level 4 Board Room.
Seseorang di dalam kantor pusat sedang mencoba melacak aktivitasnya secara real-time. Detak jantung Feng Xuan meningkat.
Ia segera menonaktifkan koneksi langsung dan memindahkan saluran ke ghost network internal. Dalam sepersekian detik, layar menjadi hitam.
Dan di pojok monitor, satu baris pesan teks muncul tanpa pengirim.
“Kau seharusnya tidak melihat ini.”
Tangannya membeku di atas keyboard. Suara mesin pendingin terdengar semakin nyaring di telinganya.