Novel ini berkisah tentang seorang pemimpin pemerintah bereinkarnasi ke dunia fantasi, namun keadaan di kehidupan barunya yang penuh diskriminasi memaksanya untuk membangun peradaban dan aturan baru...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iimnn saharuddin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3.2
Di tengah malam yang dipenuh ketegangan, dalam surat ini mereka mengatakan bahwa sebuah koloni tentara bayaran sedang menuju ke arah sini untuk menangkap kami semua. Namun, di surat ini mereka tidak menjelaskan detail siapa yang telah mengirim mereka. Aku merasa penyerangan ini bersifat rahasia.
Satu hal yang membuatku bingung adalah bagaimana mereka bisa sampai ke sini secepat itu. Bahkan jika wilayah timur yang mengirim mereka, seharusnya butuh waktu lama untuk menyelidiki lokasi tempat ini.
Marsel mengetuk pintu kemudian masuk membawa seseorang yang terlihat familiar bagiku.
"Tuan muda, aku membawa seseorang yang bisa diandalkan," kata Marsel.
"Bukankah kamu orang yang menyelamatkan kami waktu itu?" Tanyaku kepada orang yang bersama Marsel.
"Tuan muda, terima kasih karena Anda masih mengingat saya. Nama saya Imran, dan saya adalah orang kepercayaan Tuan Marsel.
Marsel memukul kepala Imran dan berbisik " Imran.. Tolong lain kali panggil aku tanpa tuan ok"
"Baik Pak..." bisiknya kembali.
Mereka bertiga pun duduk dan saling berhadapan di sebuah meja kecil.
Marsel membuka percakapan.
"Tuan, saya sudah mengumpulkan orang-orang yang bersiap untuk melawan mereka. Dari ras orc, mereka mengatakan siap ikut serta, jumlahnya kurang lebih 10 orang. Gabungan antara manusia, goblin, beastman totalnya kurang lebih 40 orang."
Imran melanjutkan, "Dengan jumlah kita dan juga bantuan kekuatan dari orc, mungkin saja kita bisa mengungguli mereka. Namun, kita masih belum memastikan berapa jumlah mereka, dan apakah kita bisa mengungguli mereka dalam hal jumlah."
Raka kemudian mengalihkan pandangannya ke keduanya, "seperti yang kamu katakan, kita belum memastikan berapa jumlah mereka. Apalagi dalam surat itu disebutkan bahwa ada tiga penyihir yang ikut serta membantu mereka. Aku tidak tahu seperti apa penyihir itu, tetapi kita juga memiliki beberapa penyihir di sini." Aku melihat ke arah Marsel. "Aku berharap Tuan Marsel bisa mengatasinya."
"Tuan muda, serahkan penyihir itu padaku." jawab Marsel dengan sigap.
Aku berpikir sejenak. Jika jumlah mereka melebihi jumlah kita, kita tidak seharusnya gegabah menyerangnya langsung di tempat terbuka. Walaupun kita memiliki pasukan dari ras orc, melawan secara terbuka bukan pilihan yang tepat. Mereka pasti punya taktik untuk hal itu.
Apalagi mereka tampaknya sudah memiliki semua informasi penduduk yang mereka butuhkan dari mata-mata mereka.
"Aku punya ide... Tapi mungkin kalian akan keberatan dengan taktik ini."
Imran dan Marsel langsung mengambil mimik serius bersiap mendengarkan.
"Melawan mereka secara terbuka sangat berbahaya, dan kita juga perlu menekan korban jiwa di pihak kita. Aku punya firasat bahwa mereka akan menyerang pada malam hari besok."
"Aku percaya pada Anda. Apapun keputusan Anda, kami semua pasti setuju dan tak akan membantahnya lagi," ucap Marsel.
"Kita akan melakukan penyergapan. Karena lokasi desa kita sudah mereka ketahui, kita harus mengosongkan seisi desa dan mengamankan semua penduduk di tempat yang aman terlebih dahulu."
"Apakah Anda berniat mengorbankan desa?" tanya Imran.
"Benar, bagaimana pun lokasi desa sudah diketahui mereka, jika kita berperang disini itu malah membuat kita terpojok disegala sisi. Kita hanya perlu menyergap dan menjebak mereka di tengah hutan yang gelap untuk melemahkan formasi mereka."
"Anda berniat menyergap mereka di hutan? Tuan, bagaimana jika jumlah mereka terlalu banyak? Kita tidak bisa menyergap mereka sekaligus," tanya Imran.
"Tenang saja. Aku sudah memperhitungkan semuanya. Besok malam adalah waktu kita menghakimi orang-orang yang berani menginjakkan kaki di desa kita." Tanpa sengaja, aku tertawa kecil, membuat keduanya sedikit khawatir.
•••
Siang itu, seluruh penduduk desa tampak mulai mengosongkan rumah mereka satu per satu. Para orang tua dan anak-anak dibawa ke bukit yang terletak cukup jauh dari desa demi menjaga keamanan serta kondisi psikologis mereka.
Semua ladang dan perkebunan dipanen lebih awal dan seluruh bahan persediaan di gudang dipindahkan untuk diamankan.
Dengan keterbatasan waktu, kami bahkan tidak sempat membuat peralatan tempur, kecuali beberapa alat pertanian yang jumlahnya pun terbatas.
Aku telah memilih lokasi yang tepat untuk melakukan aksi penyergapan dan juga meminta Marsel beserta beberapa penyihir untuk menyiapkan jebakan di sana.
Aku menatap peta kecil yang berada di tanganku.
Peta ini sangat membantu dalam menyusun strategi. Tuan Marsel mendapatkannya dari salah satu penduduk desa yang bertugas berburu di wilayah tersebut. Konon katanya ia menghabiskan 25 tahun untuk menyempurnakan peta ini begitu rinci, lengkap dengan berbagai bentuk medan seperti pegunungan, sungai, hutan pedalaman, lembah, dan bahkan sebuah danau kecil.
Dalam peta itu, ada satu lokasi yang menarik perhatianku: sebuah dataran yang dikelilingi oleh pegunungan dan hutan lebat. Tempat itu memberiku ide untuk membangun desa di sana karena topografinya yang sangat cocok dijadikan benteng pertahanan dari berbagai sisi.
Tiba-tiba, seseorang menarik ujung bajuku dari belakang.
Aku menoleh dan mendapati Zephyr serta Lian berdiri di sana.
"Kak, Kakak tidak ikut bersama kami?" tanya Lian dengan mimik cemas berdiri di samping Zephyr.
“Dik Raka, apakah kamu benar-benar tidak akan ikut mengungsi bersama kami? Bagaimana jika kamu terluka?” lanjut Zephyr.
“Iya, Kak. Karena aku yang akan memimpin langsung dalam penyergapan ini. Kita tidak bisa membebankan tanggung jawab ini kepada Marsel. Sebagai kepala desa yang baru, aku harus menunjukkan kelayakanku sebagai pemimpin yang pantas.”
“Tapi, Dik, ini bukan sekadar soal kepemimpinan. Ini adalah peperangan. Bagaimana jika kita tidak cukup kuat untuk menghadapi mereka? Itu bisa mencelakakanmu.”
“Tenang saja, Kak. Percayalah padaku. Kita akan menang. Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita bukan sekadar kelompok budak yang mudah ditindas. Meskipun mereka unggul dari segi jumlah dan kekuatan, kita harus membuktikan bahwa kita bukan orang-orang bodoh seperti yang mereka pikirkan.”
“Dik…” Zephyr terdiam sejenak, lalu tersenyum. “Ucapanku barusan sungguh terdengar luar biasa. Kamu seharusnya mengatakannya kepada seluruh penduduk desa, bukan hanya padaku. Aku bangga padamu.”
Sementara itu, di tengah hamparan laut yang luas, tiga kapal tampak berlayar berdampingan.
Di salah satu kapal yang mengangkut tentara bayaran.
“Kita sudah berlayar selama dua minggu. Apa menurutmu kita tidak salah arah?”
“Apa maksudmu? Kamu meragukan keputusan pemandu kita?”
“Bukan begitu. Aku hanya merasa aneh dengan penyihir yang katanya seorang penjelajah itu. Bagaimana mungkin bos mempercayakan tugas penting ini kepadanya? Dari sekian banyak penjelajah yang pernah kutemui, aku bahkan tidak pernah mendengar namanya.”
“Kamu ada benarnya. Bagaimana jika dia membawa kita ke tempat yang salah? Tapi ya, kita lihat saja nanti.”
Sementara itu, di sisi kapal lainnya, dua orang tampak sedang berbincang. Salah satunya terlihat cemas sementara yang lain terlihat sangat bersemangat.
“Hei, kenapa kamu terlihat murung? Bukankah ini pekerjaan yang menegangkan sekaligus menjanjikan?”
“Aku hanya merasa takut. Kau tahu kita diperintahkan untuk menyerang desa yang dihuni oleh berbagai ras. Katanya, beberapa penyihir dan orc tinggal di sana, itu terdengar menakutkan.”
“Kau serius? Kita punya tiga penyihir di pihak kita dan dua ratus tentara bayaran, sebagian besar adalah mantan tentara. Aku bahkan rela keluar dari kesatuan resmi demi bayaran yang lebih besar ini. Bukankah bos bilang, siapa pun yang bisa menangkap mereka hidup-hidup akan mendapat seratus keping emas? Bukankah itu luar biasa?”
“Tentu saja aku senang. Tapi ini seperti masuk ke kandang makhluk buas. Ada penyihir, orc kuat… Aku punya istri dan anak di rumah. Jika aku gagal dalam misi ini, siapa yang akan menjaga mereka?”
“Berhentilah meragukan kekuatan kita. Aku dulunya adalah tentara yang berhasil menahan makhluk iblis di hutan. Dibandingkan mereka, aku lebih berbahaya. Percayalah, kita akan menang dan membawa pulang banyak uang, setelah itu kita harus merayakannya.”
“Aku harap kata-katamu benar, Kawan.”
Mereka pun tertawa dan bersorak tampak lebih akrab sebagai anggota tim.
Di kapal utama, seorang wanita berjubah hitam berdiri sambil mengamati laut menggunakan teropong kecil. Sesekali, ia memancarkan cahaya putih dari tangannya, yang dia lakukannya tidak seorang pun tahu.
“Jika ini benar-benar wilayah yang belum pernah disentuh kerajaan mana pun, termasuk wilayah barat sekalipun, berarti mereka memang bersembunyi di tempat seperti ini. Berkat sihir pelacak yang kutanam dalam surat itu, aku bisa menemukan lokasi mereka semudah ini.”
Dua orang berjubah putih dari kabin mendekat. Salah satunya meletakkan tangan di bahunya dan bertanya.
“Hei, apakah kamu yakin ini tempatnya? Semoga saja kamu tidak menyesatkan kami. Jika ternyata salah, aku tidak akan segan membunuhmu.” Wajahnya terlihat bercanda namun memancarkan aura yang mengintimidasi.
“Ini adalah kemampuanku. Jadi, berhentilah menggangguku,” jawab penyihir berjubah hitam dengan tenang.
Ucapannya membuat orang satunya marah. “Jangan sombong! Kalau bukan karena bos yang mengutusmu, jangan harap kau bisa bertahan hingga hari ini. Bahkan sejak awal perjalanan, aku sudah bisa menghabisimu. Ingat itu, penyihir lemah!”
Keduanya lalu pergi masuk ke dalam kabin kapal.
“Penyihir lemah, katamu?” gumamnya sambil tersenyum sinis.
itu typo ya, seharusnya seperti ini, aku ingin kita semua membangun sebuah desa di bagian sana atau belah sana
typo ya bang?
emosi nya masih belum terasa, itu membuat pembaca belum menghayati dan mengikuti alur secara mendalam. juga pacing nya terlalu cepat, transisi pergantian tempat dan juga suasana masih terlalu tiba-tiba, dari sampai, antri tiket, sampai gudang, dan juga pergantian siang ke malam terlalu tiba-tiba... jadi tambahkan sedikit emosi dibagian awal cerita agar pembaca memiliki kesan pertama yg bagus, juga pacing yang sedikit di perpanjang