DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 - PERTANDA DAN MIMPI ARUNI
Jam dinding di kamar Caca menunjukkan pukul 00.00 tepat tengah malam. Caca, sudah tidur sedari tadi karena merasa lelah setelah seharian membantu Ibunya berdagang di toko milik keluarganya. Namun tengah malam ini ia tiba-tiba terbangun. Entah karena apa dirinya terbangun, tak seperti biasanya. Ditambah suasana di luar rumah sehabis hujan. Seharusnya suasana seperti itu semakin membuat Caca terlelap.
Ia bangun dari tidurnya dan duduk sejenak di atas kasur. Mengusap wajahnya, lalu ia melihat ke arah jam dinding, "Tumben banget gue kebangun jam segini... Hooaaaam..." ucapnya sambil menguap.
Caca lantas mengambil handphone yang ada di sampingnya, memeriksa, ternyata ada pesan masuk dari Aruni yang belum sempat dia baca karena dirinya tidur lebih awal. Dia buka pesan Aruni itu.
"Hai Caca, udah tidur ya? Pasti udah tidur sih, gue yakin. Oh iya, gue mau pesen buat lo, besok bawa satu bawang merah sama garam satu sendok aja ya. Kata Ibu gue itu sarana penangkal bahaya selama di perjalanan." isi pesan dari Aruni yang masuk ke handphone Caca.
Caca tak membalas pesan itu, khawatir jika dia balas justru akan mengganggu Aruni yang pasti sudah tidur pulas. Dan sebelum dirinya terlelap lebih awal tadi, dia sudah mempersiapkan sesuai dengan yang dipesankan oleh Aruni. Karena Ibu Caca juga berpesan yang sama kepada dirinya dan sudah ditaruh dalam koper miliknya.
Caca beranjak dari tempat tidurnya untuk menuju kamar mandi, karena ia merasa ingin buang air kecil. Dia berjalan menuju kamar mandi, melewati kamar Kakak perempuannya yang belum ditutup. Ia masuk dan melihat Kakak perempuannya itu sudah terlelap. Caca mengambil selimut untuk menghangatkan badan Kakaknya itu karena cuaca malam ini cukup dingin setelah hujan tadi.
Lalu ia keluar dari kamar Kakak perempuannya itu sambil menutup pintunya. Ia menuju ke kamar mandi. Setelah buang air kecil, ia menuju dapur untuk ambil segelas air karena merasa haus. Sejurus kemudian ia mendengar suara perutnya.
Kruuuuuuk...
"Duh, kalo bangun tengah malam begini, pasti laper. Tapi udah tengah malem, masa iya gue makan nasi? Nanti tambah gemuk badan gue." ucapnya pelan sambil melihat ke arah meja makan.
Caca berjalan menuju arah kulkas, lalu membukanya. Dan dia melihat masih ada beberapa potong kue camilan dingin di dalamnya. "Nah... makan ini aja ah, kalo ini gak bikin tambah gemuk, hehehe..." ucapnya bahagia seperti seorang anak kecil yang menemukan permen.
Caca ambil kue tersebut, lalu duduk di bangku meja makan. Ketika ia sedang menikmati camilannya, dia dikejutkan oleh suara yang halus, namun jelas terdengar memanggilnya.
"Caca... Caca..."
Ia mulai agak merinding pelan, dan menoleh ke arah belakang. Tapi tak ada siapapun di dapur selain dirinya. Ia kembali menatap kue yang ada di depannya sambil bergumam pelan, "Suara apaan tadi?".
Caca kembali menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan memang di dapur itu dirinya sendirian.
"Ah, masih ngantuk nih gue kayaknya, sampe halu ada yang manggil gue..." ucapnya sambil terus menikmati kue camilan.
Setelah ia selesai, segera beranjak ke arah wastafel untuk cuci tangan. Ketika ia sedang cuci tangan, tiba-tiba dalam penciumannya secara halus ada satu bau yang membuatnya merinding. Caca mencium bau darah. Tipis, halus, namun tercium di hidungnya.
Caca segera menyelesaikan cuci tangannya dan menuju ke arah kamarnya. Ia menutup pintu kamar dan menguncinya. Segera pula ia ke tempat tidur, menarik selimutnya. Masih dalam kondisi merinding tubuhnya, suara yang tadi memanggilnya terdengar lagi. Namun kali ini bagi Caca suara itu lebih mengerikan...
"Cacaaa... Cacaaa... Tolong akuuu..."
Ia mencoba menoleh ke setiap sudut kamar, namun kosong. Dia hanya sendirian. Dan memang selalu sendirian setiap malam ketika di kamar. Caca mencoba berpikir dalam kengeriannya,
"Suara si-si-siapa tadi?" ucapnya bergetar.
Beberapa saat kemudian, terdengar kembali, dengan nada dan suara yang sama...
"Cacaaa... Cacaaa... Tolong akuuu..."
Tapi kali ini suara itu seperti dari arah samping, di luar kamarnya. Caca dengan kengerian yang dirasakan, mencoba bangkit dari tempat tidurnya. Berjalan perlahan ke arah jendela kamar. Dan dengan perlahan ia mengintip di balik gorden. Dan... apa yang dilihatnya membuatnya terkejut dan merasakan kengerian lebih hebat...
"Aruni?!"
Ia melihat Aruni duduk di kejauhan, dengan keadaan baju dan tubuhnya berlumuran darah. Caca berkedip beberapa saat, dan mengucek ke dua matanya, mencoba memastikan apa yang dilihatnya, namun... sosok Aruni itu menghilang.
Ia menjauh dari jendela kamarnya. Semakin hebat kengerian yang dirasakannya. Namun Caca mencoba menyadarkan dirinya, "Itu gak nyata... itu sama sekali gak nyata! Bukan, itu bukan Aruni!' ucapnya sambil ketakutan.
"Apa... jangan-jangan..." ucapnya pelan. "Ah gak, gak mungkin... Caca, tenangkan diri lo sendiri, itu bukan Aruni." tambahnya sambil mengusap pundak dan kepalanya.
Ia kembali melihat ke arah jendela kamar, dan memang benar sosok Aruni yang barusan dilihatnya tidak ada di sana.
"Huft..." suaranya menghembuskan nafas yang sempat tertahan sesaat.
Caca lantas kembali ke kasurnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Mencoba memejamkan ke dua matanya untuk segera tidur kembali, dan pikirannya terus mencoba menepis apa yang baru saja terlihat dalam pandangannya.
**********
Di dalam hutan yang begitu gelap dan hening, Aruni berlari dengan tangisan dan ketakutan yang mencekam. Terus ia berlari tanpa tau tujuan harus kemana. Dan saat kakinya tersandung akar pohon, ia terjatuh. Ia menangis sejadi-jadinya. Sambil melihat kembali ke dua tangannya yang penuh darah segar. Ia kembali memegang wajah dan mulutnya, berlumuran darah segar yang sama. Aruni merasa tak percaya dengan yang dia alami.
"Kenapaaa?! Kenapa aku begini?! Kenapa aku membunuh Kirman?!" ucapnya sambil terus menangis histeris saat ingat jasad Kirman yang telah ia bunuh dalam rumah itu.
"Tolooong! Tolooong!" teriaknya di dalam keheningan hutan yang gelap. Namun tak ada satupun yang menjawab. Hanya kekosongan yang mencekam jiwanya.
"Tolooong!! Toloooong!!" teriaknya kembali dengan air mata yang semakin pilu menyayat hati.
"Bellaaa... Cacaaa... Tolong akuuu..." teriak Aruni saat ingat dua sahabat baiknya itu. Namun suaranya seperti diserap oleh gelapnya hutan.
Aruni terus menangis di atas tanah, di bawah tinggi dan rapatnya pepohonan, namun perlahan suara tangisnya itu terhenti. Aruni mendengar suara gemerisik di belakangnya. Suara itu seperti langkah kaki yang perlahan menghampirinya.
Aruni masih dengan air mata bercampur darah di ke dua pipinya, masih terisak, ia menoleh ke belakang, dan ia melihat Anjani sudah berdiri tegak dengan aura haus darah. Dan Anjani berkata,
"INILAH TAKDIRMU ARUNI..."
Aruni yang mendengarnya hanya bisa berteriak...
"AAAAAAAAAAAAAH!!!!!!!!!!"