Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Arvel ikut duduk bergabung bersama Lily juga Ines. Melihat gebetan sang sahabat datang, Lily pun dengan cepat menghabiskan makanannya.
"Ngapain elu makan buru-buru amat?" tanya Ines heran. Bahkan, Lily hampir saja tersedak.
"Gue lupa, habis ini disuruh ke ruangan Pak Rama lagi. Kalau sampai telat bisa-bisa gue potong gaji. Uhuk uhuk!"
"Berhati-hatilah." Arvel menyodorkan segelas air putih. Ines pun melakukan hal yang sama. Tatapan Lily nampak bergantian menatap keduanya. Lalu mengambil gelas dari Ines dan menenggak air di dalamnya dalam sekali teguk. Sementara Arvel menatap tangannya yang masih menggantung di udara dengan kecewa.
"Kalian nikmati makanannya. Gue cabut dulu."
"Ly ...."
"Nes, ntar biar elu dianterin Arvel. Gue enggak mau Pak Rama motong gaji gue bulan ini." Lily bangkit dan mengalungkan tas. Dengan gegas gadis itu berlari meninggalkan mereka berdua.
Padahal, Rama tidak benar-benar memanggil Lily. Ia hanya memberi alasan. Sengaja memberi waktu kedua orang itu agar saling mendekatkan diri. Baru saja sampai di toko, ponsel Lily kembali berdering. Gadis itu mendes*h kasar ketika melihat nama Brian tertera di layar.
"Apalagi, Om? Gue masih mau kerja lagi."
"Kamu pulang jam berapa? Nanti aku jemput."
"Kesambet setan apa, Om? Tumben baik banget. Lagian, gue udah janji mau pergi sama Pak Rama."
"Bagaimana kalau aku ikut."
"Ikut? Om, gue 'kan datang sebagai pasangan Pak Rama. Kalau Om ikut, bisa-bisa ntar Pak Rama bingung." Lily menjawab santai tanpa peduli pada Brian yang sudah kesal. "Gue matiin dulu, Om."
"Lily, siapa yang telepon?" tanya Rama. Membuat Lily terkejut karena tidak tahu kapan pria itu berdiri di belakangnya.
"Om Tampan."
"Apa dia tidak mengizinkanmu untuk menemaniku?"
"Tentu saja mengizinkan. Pak Rama tenang saja." Lily tersenyum ceria. Kapan lagi ia bisa mendapatkan gaji dua kali lipat dari pria paling disiplin ini.
"Syukurlah. Kalau begitu, nanti kita pulang lebih awal. Aku sudah memesankan gaun untukmu."
"Eh, Pak. Saya pakai gaun?" Lily menunjuk wajahnya bingung. Membayangkan betapa ribetnya saat memakai gaun nanti.
"Ya, masa kamu datang ke pesta pakai baju kayak gini."
"Tapi, Pak ...."
"Sudah. Aku tidak menerima protes." Rama berjalan meninggalkan Lily begitu saja. Sementara Lily hanya bisa mendes*h kasar. Demi gaji dua kali lipat, ia hanya bisa menurut apa pun yang diperintah oleh Rama. Selama itu tidak berlebihan.
***
Seusai pulang kerja, Rama terlebih dahulu mengantar Lily pulang untuk meminta izin kepada Pak Faiz, setelahnya mereka menuju ke butik untuk mengambil gaun yang telah dipesan sebelumnya. Walaupun merasa tidak nyaman, tetapi Lily tetap menurut saja.
Ketika melihat Lily selesai, Pak Rama tertegun dalam waktu yang lama. Terpesona pada kecantikan Lily yang begitu memancar sempurna. Gadis itu benar-benar sangat cantik. Jika saja bukan kekasih Brian, sudah pasti ia akan menjadikan gadis tersebut ... ah, sudahlah.
"Pak Rama, saya jelek ya?" tanya Lily tidak percaya diri.
"Cantik, kamu sangat cantik."
Mendengar jawaban Rama, seketika wajah Lily merona merah. Lalu keduanya pun bergegas menuju ke tempat acara. Selama dalam perjalanan, Rama seringkali mencuri pandang kepada gadis di sampingnya. Sementara Lily justru fokus bermain ponsel dan sesekali menjawab hanya saat Rama bertanya saja.
Setibanya di sana, Rama meminta Lily untuk menggandeng tangannya. Walaupun merasa sangat canggung, tetapi melihat sorot mata Rama yang begitu meminta, dengan segera Lily merangkul lengan lelaki itu.
Mereka terlihat sangat mesra. Bahkan, senyuman nampak mengembang sempurna dari bibir Rama. Ia merasa begitu bahagia.
"Selamat datang Tuan Rama. Saya tidak menyangka Anda benar-benar akan datang membawa pasangan." Salah seorang tamu datang dan menyalami Rama.
"Terima kasih, Tuan Bayu."
"Kekasih Anda sangat cantik sekali," puji Bayu. Lily hanya menunjukkan senyuman manis. Rasanya tidak nyaman apalagi saat melihat tatapan Bayu. Sangat menyeramkan. "Perkenalkan, nama saya Bayu."
Lily menatap uluran tangan itu. Merasa ragu. Namun, ia tetap membalas uluran tangan itu karena merasa tidak sopan jika membiarkannya.
"Lily."
"Wah, nama yang sangat cantik. Ngomong-ngomong, sejak kapan kalian berpacaran?"
"Tuan Bayu, sepertinya itu bukan hal yang mesti dijawab. Kita di sini untuk berkumpul bersama bukan membahas masalah pribadi bukan?"
"Ah iya, betul sekali. Tuan Rama, saya dengar-dengar Nona Sherly juga membawa pasangan. Saya sangat penasaran seperti apa pasangan beliau nanti," kata Bayu. Membuat Rama menatapnya dalam.
"Nona Sherly itu siapa?" bisik Lily penasaran. Bayu yang mendengarnya pun tersenyum sinis.
"Nona Lily, asal Anda tahu, Nona Sherly adalah mantan kekasih Tuan Rama. Mereka bahkan sudah berpacaran lebih dari lima tahun."
Mendengar jawaban Bayu, Lily langsung melepaskan rangkulan tangannya dari Rama. Hal itu membuat Rama menoleh ke arahnya heran.
"Apa sekarang ...."
"Tuan Bayu diamlah." Rama menarik tangan Lily agar menjauh dari pria itu. Meninggalkan Bayu yang sedang tersenyum puas.
"Pak Rama kenapa?"
"Lily, dengarkan. Aku dan Sherly hanyalah sebatas masa lalu. Aku dan dia sudah lama putus hubungan. Bahkan, sudah hampir satu tahun. Selama ini aku dan dia hanyalah sebatas teman satu komunitas. Tidak lebih."
"Pak Rama enggak perlu ngejelasin sampai sedetail itu, Pak."
"Aku tidak mau kamu salah paham," sahut Rama.
"Pak, untuk apa saya salah paham. Bukankah saya di sini hanya menemani Bapak. Saya bukan kekasih Bapak. Jadi, mana mungkin saya salah paham."
Rama terdiam. Benar juga. Ia dan Lily hanyalah sebatas pasangan. Tidak ada hubungan apa pun yang lebih intim. Memang percuma Rama menjelaskan tentang hubungannya dengan Sherly.
"Jadi, kamu tidak marah?"
"Untuk apa saya marah, Pak? Saya tidak memiliki hak untuk marah."
Mendengar itu, wajah Rama nampak datar. Lily memang tidak ada hak untuk marah. Kenapa Rama merasa kecewa Lily tidak cemburu kepada Sherly?
Ah, memang apa yang aku harapkan? Lucu sekali jika aku mengharapkan Lily akan cemburu.
Agar suasana tidak canggung. Rama mengajak Lily untuk makan. Gadis itu begitu antusias. Melihat makanan seperti melihat surga baginya. Ah, bukankah itu sangat berlebihan. Haha.
"Selamat datang, Nona Sherly."
Mendengar sambutan itu, Rama dan Lily yang sedang sibuk makan pun segera menoleh ke arah pintu. Lily penasaran seperti apa wanita yang pernah menjadi kekasih Pak Rama. Pasti wanita itu sangat cantik.
Akan tetapi, bola mata Lily membulat penuh seolah hendak lepas dari tempatnya ketika melihat siapa yang berjalan di samping Sherly.
"Om Tampan?" Lily melongo. Wajahnya mendadak gugup saat Brian berjalan mendekat. Lelaki itu tampak tersenyum licik. Dengan susah payah Lily menelan makanan yang masih dikunyah.
"Aku datang ke sini .... Sayang." Brian berbisik di telinga Lily hingga membuat tubuh gadis itu meremang seketika.
kenapa Lily begitu syok melihat Om tampan datang yang ikut hadir dimalam itu 🤦