Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abaikan Saja
Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica meninggalkan rumah Naura dengan perasaan benci yang semakin membara. Setelah mencari tempat menginap sementara di sebuah losmen kumuh, mereka segera menyusun rencana untuk menghancurkan Naura.
"Papa gak peduli lagi dengan rumah itu! Tapi Papa gak terima kita dipermalukan seperti ini di hadapan Naura dan suaminya yang sombong itu!" ucap Paman Carlo dan membanting tangannya ke meja.
"Kita harus balas, Pa. Kita buat nama mereka hancur, kita buat mereka tidak bisa lagi tinggal di rumah itu dengan tenang!" usul Bibi Aulia.
Jessica, yang terbiasa bersosialisasi di lingkungan perumahan itu, menyeringai licik. "Aku tahu caranya, Pa, Ma. Rumah itu memang hak Naura secara hukum, tapi bagaimana kalau kita buat seolah-olah mereka mendapatkan rumah itu dengan cara yang kotor dan tidak bermoral?" usul Jessica.
"Maksud kamu?" tanya Paman Carlo tertarik.
"Kita sebarkan gosip, kita bilang ke semua tetangga dan kenalan kita, kalau Aiden itu sengaja menikahi Naura hanya demi merebut rumah itu dari kita. Kita katakan jika Naura sama sekali tidak tau terima kasih padahal kita udah anggap Naura keluarga apalagi setelah kematian orangtuanya, tapi sekarang malah mengusir kita tanpa belas kasihan!" jelas Jessica penuh semangat.
Paman Carlo tertawa senang, "Bagus, Jessica! Reputasi jauh lebih berharga daripada sertifikat rumah. Kalau reputasi mereka hancur, mereka tidak akan betah tinggal di sana," ucap Paman Carlo dan diangguki Jessica.
"Mama setuju. lagipula. Nama Naura dan Aiden udah buruk dimata warga, jadi sekalian aja kita biar jadi lebih buruk," ucap Bibi Aulia.
"Nah, itu Jessica setuju," ucap Jessica.
"Oke, kita pakai rencananya Jessica buat hancurin mereka," ucap Paman Carlo, diangguki Bibi Aulia dan Jessica.
Keesokan harinya, Bibi Aulia dan Jessica memulai rencana jahat mereka, mereka mendatangi beberapa kenalan lama dan pemilik warung di sekitar lingkungan perumahan itu. Dengan wajah pura-pura sedih dan suara yang dibuat-buat pilu, mereka mulai menyebar cerita bohong.
"Kasihan sekali kami, Mbak. Kami diusir dari rumah oleh Naura, kami tau rumah itu memang rumah Ayahnya Naura, padahal saya dan keluarga saya sudah menjaga Naura setelah kematian orangtuanya, sayangnya Naura tidak menghargai usaha saya dan keluarga saya," ucap Bibi Aulia kepada Bu Siti.
"Di usir? Kenapa?" tanya Bu Siti kaget.
"Semua ini karena suaminya Naura, si preman anak buahnya Juragan Adit itu! Dia yang sudah memprovokasi Naura untuk mengusir saya dan keluarga saya. Dia menikahi Naura hanya karena tahu Naura punya rumah warisan, begitu menikah, dia langsung bayar utang di bank dan mengganti sertifikatnya, lalu mengusir kami ke jalanan! Padahal kami sudah merawat Naura bertahun-tahun, tapi ini balasannya," cerita Bibi Aulia sambil menangis palsu.
Jessica menambahkan, "Naura itu tidak tahu diuntung, Bu. Dia lupa semua kebaikan Papa dan Mama yang sudah merawatnya. Padahal Mama sampai sakit-sakitan memikirkan utang rumah, tapi dia malah tega mengusir kami seperti sampah," tambah Jessica.
Cerita yang diputarbalikkan itu menyebar dengan cepat seperti api, dalam waktu singkat, warga lingkungan, terutama ibu-ibu, mulai membicarakan Naura dan Aiden. Mereka yang dulunya bersimpati pada Naura kini mulai meragukannya dan terpengaruh oleh cerita Bibi Aulia yang penuh drama.
Ditambah kasus Naura sebelum menikah dengan Aiden dan juga alasan dibalik pernikahan Naura dan Aiden pun kembali dibicarakan.
Dua hari kemudian, Naura mulai merasakan perubahan yang aneh. Ketika Naura dan Aiden berjalan-jalan santai di sore hari, mereka merasakan tatapan sinis dari beberapa tetangga. Beberapa orang yang biasanya menyapa kini hanya menoleh sebentar lalu membuang muka. Di warung, percakapan mendadak berhenti ketika mereka lewat.
"Mas, kamu merasa ada yang aneh, gak? kenapa mereka kadi kayal sini sama kita ya?" tanya Naura.
"Gak ada yang aneh, dari dulu mereka juga kayak gitu," jawab Aiden.
"Iya, sih. Tapi, kali ini aneh aja lihatnya," ucap Naura.
Ditengah jalan, Naura dan Aiden berpapasan dengan Bu Siti dan Bu Ambar. "Itu dia, Naura. Ternyata dia tega sekali, ya," ucap Bu Ambar.
"Iya, lihat suaminya itu. Baru juga menikah langsung menguasai rumah dan menelantarkan keluarga pamannya," ucap Bu Siti.
Naura dan Aiden mendengar samar-samar bisikan itu, meskipun tidak jelas, nada suara Bu Ambar dan Bu Siti terdengar jelas sekali mengandung kebencian dan penghakiman.
"Apa maksudnya itu, Mas?" Naura mengerutkan kening, menatap Bu Siti dan Bu Ambar yang kini melangkah menjauh sambil sesekali menoleh dengan tatapan mencemooh.
Aiden yang memiliki indra lebih tajam terhadap masalah, segera menyadari ada yang tidak beres, dia memegang tangan Naura dan menariknya untuk mempercepat langkah.
"Abaikan saja, Naura. Itu cuma ibu-ibu kurang kerjaan. Mungkin mereka belum gosip hari ini," jawab Aiden, berusaha meredakan kecemasan Naura, meskipun dalam hati ia tahu ada api yang mulai dinyalakan.
"Tapi... mereka bilang aku tega. Mereka bilang kamu menguasai rumah," lirih Naura.
"Mereka tidak tahu apa-apa. Mari kita pulang," tegas Aiden, menggenggam tangan Naura lebih erat.
Sesampainya di rumah, suasana hati Naura sudah sangat tidak enak. Dia mencoba berpikir positif, tetapi bisikan-bisikan itu terus terngiang.
Keesokan paginya, Naura memutuskan untuk pergi ke warung Bu Lastri, warung langganannya. Saat Naura masuk, suasana warung yang tadinya riuh mendadak hening, ada beberapa Ibu-ibu yang sedang duduk langsung berhenti bicara dan menatap Naura dengan pandangan aneh.
"Mau beli apa, Naura?" tanya Bu Lastri dengan nada dingin yang sangat berbeda dari biasanya, tidak ada lagi senyum ramah yang selalu menyambutnya.
Naura merasakan tenggorokannya tercekat, "Sawi sama telur, Bu," jawabnya pelan.
Saat Bu Lastri menimbang sawi, Naura mendengar bisikan dari meja di sudut warung. "Astaga, ternyata benar kata Aulia, ya. Dulu saat orang tuanya meninggal, Pamannya yang mengurusnya, sekarang pamannya diusir," bisik seorang ibu.
"Iya dan suaminya itu loh mau nikah sama Naura cuma buat rebut rumahnya aja. Lihat aja, baru nikah langsung berani bayar utang di bank dan usir keluarganya, betul-betul tidak tahu terima kasih!" sahut ibu yang lain, matanya melirik sinis ke arah Naura.
Seketika, Naura merasa darahnya mendidih dia sadar betul siapa penyebar fitnah ini yaitu Paman Carlo, Bibi Aulia dan Jessica, mereka sedang menjalankan rencana busuk mereka untuk menghancurkan nama baiknya, Naura mengambil belanjaannya, membayar, dan tanpa basa-basi langsung berjalan keluar.
Wajah Naura memerah, ia merasa sakit dan terhina. Begitu kembali ke rumah, ia menceritakan semuanya kepada Aiden sambil menahan tangis.
"Mereka membicarakan kita, Mas. Mereka bilang kamu menikahi aku karena harta dan aku ini tidak tahu berterima kasih karena mengusir Paman Carlo," kata Naura dengan suara bergetar.
Aiden menarik Naura ke dalam pelukannya, "Aku tahu, udah jangan dengarkan mereka. Itu semua kebohongan yang disebar oleh orang-orang yang kalah dan penuh iri," ucap Aiden.
"Tapi, Mas. Kita jadi perbincangan. Kita jadi dicap buruk, aku tidak mau reputasi kamu tercemar karena aku," ucap Naura.
Aiden mengangkat dagu Naura dan menatapnya lurus, "Dengarkan aku, reputasi di mata orang lain tidak sepenting kebenaran yang kita tahu di hati kita, orang-orang itu hanya mendengar satu sisi cerita. Sekarang kita akan menunjukkan kebenaran itu, kita akan melawan kebohongan mereka dengan fakta," ucap Aiden.
Aiden tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan fitnah merusak nama baik mereka, ia harus bertindak. Aiden pun menyadari bahwa di lingkungan sosial, kebenaran hukum sering kali kalah cepat dibandingkan rumor.
.
.
.
Bersambung.....