"Meski kau adalah satu-satunya lelaki di dunia ini, aku tetap tidak akan mau denganmu!" Britney menolak tegas cowok yang menyatakan cinta padanya.
Tapi bagaimana kalau di hari Britney mengatakan itu, terjadi invasi virus zombie? Seketika satu per satu manusia berubah menjadi zombie. Keadaan Zayden High School jadi kacau balau. Pertumpahan darah terjadi dimana-mana.
Untungnya Britney mampu bertahan hidup dengan bersembunyi. Setelah keadaan aman, dia mulai mencari teman. Dari semua orang, satu-satunya orang yang berhasil ditemukan Britney hanyalah Clay. Lelaki yang sudah dirinya tolak cintanya.
Bagaimana perjalanan survival Britney dan Clay di hari kiamat? Apakah ada orang lain yang masih hidup selain mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter ¹⁴ - nightmare
Sambil mencium bibir Clay, Britney memejamkan matanya rapat-rapat. Ia membiarkan seluruh tubuhnya larut dalam kehangatan yang begitu nyata dari bibir Clay. Ciuman itu berlangsung singkat, tapi terasa sangat dalam, begitu tulus hingga dada Britney terasa nyeri oleh perasaan yang bercampur antara cinta, takut, dan putus asa. Namun ketika perlahan ia membuka matanya, sesuatu yang sangat mengerikan terjadi.
Sosok di depannya bukan lagi Clay. Mata cowok itu kini berwarna kelabu kehijauan, kulitnya pucat dan robek di beberapa bagian, giginya penuh darah hitam pekat. Clay telah berubah menjadi zombie. Sebelum Britney sempat bereaksi, Clay langsung menerjang, menggigit lehernya dengan kekuatan brutal.
“Aaakh!!” Britney menjerit histeris. Jeritannya begitu keras hingga membuat dadanya sesak. Darah terasa hangat mengalir di kulitnya, pandangannya berputar, tubuhnya gemetar hebat, lalu semuanya gelap.
Britney terlonjak bangun dari tempat tidur dengan napas memburu. Tubuhnya berkeringat deras, keringat dingin membasahi leher dan punggungnya. Matanya liar, mencari-cari sesuatu di kegelapan kamar. Nafasnya tersengal, seolah paru-parunya tidak cukup besar untuk menampung udara.
“Britney! Ada apa?!” suara Clay terdengar dari balik pintu. Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka dengan hentakan kecil, dan Clay muncul dengan wajah cemas. Nafasnya sedikit terengah, seolah dia berlari dari kamarnya ke kamar Britney. "Kau berteriak... aku pikir ada sesuatu yang terjadi!"
Britney menatap Clay dengan mata besar yang masih dipenuhi sisa ketakutan. Butuh beberapa detik sebelum dia bisa bicara. “I’m okay...” ucapnya dengan suara serak dan pelan. “Hanya... mimpi buruk.” Tubuhnya masih gemetar kecil.
Clay menarik napas panjang dan mendesah lega. “Syukurlah…” katanya pelan, duduk di tepi ranjang Britney. “Apa itu... sangat buruk?” tanyanya, berusaha tenang meskipun jelas ia masih terlihat khawatir. Tatapannya lembut, menenangkan.
“Ya.” Britney mengangguk perlahan. “Jantungku berdebar sangat cepat.” Tangannya yang masih gemetar terangkat ke dada, mencoba menenangkan degup jantungnya yang seperti berpacu dengan waktu.
Clay berdiri dan menatap sekeliling kamar. “Apa kau mau aku ambilkan air?” tawarnya lembut, siap beranjak.
Britney cepat menggeleng. “Tidak perlu. Aku baik-baik saja,” katanya cepat, meskipun suaranya masih lemah dan wajahnya masih pucat. Ia berusaha tersenyum agar Clay tidak semakin khawatir.
“Baiklah kalau begitu,” ujar Clay akhirnya, menyerah. Ia hendak berbalik pergi, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara lirih memanggil namanya.
“Clay?” panggil Britney pelan. Cowok itu otomatis menoleh, menatapnya dengan alis sedikit terangkat.
“Iya?” jawab Clay lembut, menunggu kelanjutannya.
Britney menatapnya ragu beberapa detik sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian. “Bisakah kita tidur bersama malam ini?” tanyanya dengan nada yang sangat pelan, hampir seperti bisikan. “Sepertinya aku tidak akan tenang kalau sendirian...”
Mata Clay membulat. Ia membeku di tempat, seolah otaknya perlu waktu untuk memproses apa yang baru saja didengarnya. Darahnya berdesir cepat, jantungnya berdetak gila. Permintaan itu... terlalu langsung, tapi juga terdengar begitu tulus.
“Apa kau keberatan melakukannya?” tanya Britney lagi, karena Clay tak kunjung menjawab.
Clay menelan ludah. “Tentu saja tidak,” jawabnya cepat, meski nadanya terdengar gugup. “Aku akan menemanimu.” Ia tersenyum kikuk. Dalam situasi seperti ini, di dunia yang sudah dipenuhi mayat hidup, tidur bersama seseorang bukanlah hal yang memalukan, tapi bahkan bisa berarti keselamatan. Meski begitu, Clay tetap merasa jantungnya tak karuan.
Clay mengambil salah satu bantal cadangan dari ranjang Britney dan meletakkannya di lantai, tepat di atas karpet tebal. Ia membaringkan diri di sana, telentang, berusaha menenangkan pikirannya.
Britney mengernyit melihatnya. “Kenapa kau di sana?” tanyanya heran.
Clay menatap ke atas. “Aku kira... kau tidak mau tidur seranjang denganku,” jawabnya jujur.
Britney menghela napas, lalu menatapnya dengan pandangan campuran antara geli dan lelah. “Tidurlah di ranjang bersamaku, Clay. Hanya tidur,” tekannya, sedikit menatap tajam. “Apa kau berpikiran yang tidak-tidak?”
Clay langsung tersentak. “Ti-tidak!” jawabnya tergagap, wajahnya memerah seketika. “Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu!”
Britney terkekeh kecil. “Kalau begitu cepatlah naik sebelum aku berubah pikiran.”
Dengan kikuk, Clay menaiki ranjang dan berbaring di sebelahnya. Keduanya saling membelakangi sebentar, tapi kemudian berbalik. Kini posisi mereka saling berhadapan, hanya berjarak beberapa jengkal. Mata Clay dan Britney saling bertemu dalam diam. Mereka bisa mendengar napas masing-masing.
“Aku mimpi kau digigit zombie,” ucap Britney tiba-tiba, dengan suara lirih yang nyaris seperti gumaman.
Clay membulatkan mata. “Benarkah?” tanyanya, meskipun ia bisa menebak jawabannya sudah jelas dari ekspresi Britney yang masih ketakutan.
Britney mengangguk pelan. “Aku sangat ketakutan... Tapi rasanya lega sekali setelah tahu itu hanya mimpi.” Ia menatap Clay dengan mata yang berair, lalu menambahkan, “Aku mohon... jangan pernah biarkan zombie menggigitmu, Clay.” Suaranya bergetar, penuh rasa takut kehilangan.
Clay terdiam, hatinya bergetar. Ia menatap gadis itu dalam-dalam, lalu mengulurkan tangan dan menggenggam jemarinya. Genggaman itu lembut, hangat, tapi juga terasa seperti janji. “Aku akan berusaha,” ujarnya akhirnya.
Keduanya terdiam lagi, tapi kini tatapan mereka tidak lagi canggung. Ada sesuatu yang tumbuh di antara keheningan itu, perasaan yang terlalu nyata untuk diabaikan. Mata Clay menyapu wajah Britney, rambutnya yang sedikit berantakan, kulit pucatnya yang lembut diterangi cahaya redup dari jendela, dan bibirnya yang tampak bergetar ringan.
Clay menelan ludah. Entah kenapa ia merasa bahwa Britney memberi isyarat tanpa kata-kata, bahwa gadis itu tidak menolak kedekatan di antara mereka. Perlahan, dengan hati-hati, Clay mulai mendekat. Napasnya tercekat, matanya tidak lepas dari wajah Britney. Ia hanya ingin menyentuhnya sekali saja, mencium gadis yang kini menjadi alasan dia bertahan hidup.
Namun sebelum bibirnya sempat mendekat, Britney berbalik cepat membelakanginya. “Sebaiknya kita tidur,” ucapnya cepat. Suaranya bergetar, tapi tegas. “Besok kita akan melakukan perjalanan panjang.”
Clay berhenti seketika, tersadar, lalu tersenyum kecut dalam diam. “Baiklah,” jawabnya pendek.
Namun Britney sebenarnya sedang berperang dengan dirinya sendiri. Wajahnya kini merah padam. Ia menggigit bibir, menyesali refleksnya sendiri. Sebenarnya ia tak benar-benar ingin menjauh. Ia hanya terlalu malu. Kata-katanya sendiri seakan kembali bergema di kepala, “Hanya tidur, Clay.” Dan sekarang, kalimat itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang daripada sebelumnya. Ia tahu dirinya telah jatuh cinta, sepenuhnya.
Dengan keberadaan Clay di sebelahnya, Britney akhirnya bisa menutup mata dengan tenang. Ketakutan dari mimpi buruk tadi perlahan memudar. Suara napas Clay yang stabil menjadi pengantar tidur paling menenangkan yang pernah ia rasakan. Tak lama, gadis itu benar-benar terlelap.
Namun sebaliknya, Clay justru kesulitan tidur. Ia masih terjaga, menatap punggung Britney dalam remang cahaya bulan. Sesekali ia menarik napas panjang, berusaha memejamkan mata, tapi pikirannya penuh dengan bayangan wajah gadis itu. Butuh waktu lama baginya untuk akhirnya tertidur, baru sekitar pukul tiga dini hari, ketika rasa lelah benar-benar mengalahkan segala kegelisahan di kepalanya.
Ketika matahari mulai menembus tirai kamar, Clay adalah orang pertama yang bangun. Ia bangkit pelan-pelan, berusaha agar tidak membangunkan Britney yang masih tidur nyenyak. Dengan langkah ringan, ia keluar dari kamar menuju dapur. Udara pagi yang dingin terasa segar, dan aroma tanah basah dari luar rumah menenangkan pikirannya.
Clay menyiapkan sarapan sederhana, telur orak-arik, beberapa potong bacon yang tersisa, dan roti panggang. Ia bekerja dalam diam, membiarkan suara wajan dan alat dapur menemani pagi yang sepi itu.
Beberapa menit kemudian, Britney muncul di pintu dapur. Rambutnya masih sedikit berantakan, tapi senyum kecil di wajahnya tampak begitu lembut. “Kau sudah bangun,” katanya sambil menguap kecil.
Clay menoleh dan tersenyum. “Pagi,” sapanya singkat. “Aku buatkan sarapan. Duduklah.”
Britney mengangguk, lalu duduk di kursi kayu yang menghadap jendela. Cahaya matahari pagi menyoroti wajahnya. Dalam diam, keduanya menikmati sarapan dengan tenang. Tak ada kata yang perlu diucapkan. Cukup tatapan, senyum kecil, dan kebersamaan yang sederhana, yang bagi mereka, terasa lebih berharga dari apa pun di dunia yang sudah hancur ini.
Setelah selesai, Clay menatap jam di dinding. “Kita harus segera berangkat,” katanya. “Rumah sakit pusat tidak dekat dari sini.”
Britney berdiri, menatapnya dengan tekad yang bulat. “Baik. Aku siap,” ujarnya mantap. Gadis itu mengambil tas kecil berisi perbekalan.
Tanpa banyak kata, keduanya berjalan keluar rumah, meninggalkan tempat yang penuh kenangan dan luka. Langkah mereka seirama menuju arah rumah sakit pusat, tempat di mana mungkin, harapan kecil masih menunggu mereka di tengah dunia yang penuh kegelapan.
Makhluk hidup yang terkena atau yang mengalami mutasi disebut dengan mutan.
Mutan adalah makhluk hidup yang mengalami perubahan genetik (mutasi) pada DNA-nya, yang menyebabkan timbulnya sifat atau karakter baru yang berbeda dari makhluk hidup normalnya.
Berarti ada kemungkinan Jennifer jadi Mutan...😲👹
Mutasi ini bisa menghasilkan sifat baru yang diwariskan ke keturunannya, seperti perubahan fisik drastis atau perubahan yang tidak terlihat secara langsung pada karakter.
Dampak mutasi menghasilkan kekuatan super atau perubahan fisik unik...💪🦹😰
SELAMAT DATANG peradaban baru.
Itulah kalimat yang layak diucapkan saat ini.
Manusia ditakdirkan menjadi khalifah, pembawa perubahan dan pembentuk peradaban di muka bumi.
Mengubahnya dan memicu lahirnya peradaban baru bagi umat manusia.
Virus zombie yang mewabah di hampir semua daerah ini telah mengubah hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat bahkan sangat tidak siap dengan kehadiran wabah yang mematikan ini.
Manusia hadir untuk bertindak melakukan perubahan dan membangun peradaban yang diamanatkan oleh Allah SWT.
Dimana semua orang bisa hidup damai, membuat sebuah daerah mampu bangkit dan berkontribusi dalam peta peradaban...🤩🥰