•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Udah semua?" Michael bertanya saat Viona menutup koper kedua yang di gunakan nya untuk mengemasi barang-barang miliknya.
"Udah Om" Viona menjawab.
Saat ini Michael dan Viona memang sedang di kamar Viona untuk mengemasi barang-barang milik Viona setelah tadi sempat mengobrol dengan keluarga Viona.
Michael juga sudah mengatakan pada mereka niatnya yang akan membawa Viona untuk tinggal di rumah miliknya. Mereka pun menyetujuinya tanpa banyak bertanya, mereka berpikir bahwa memang pengantin baru perlu memiliki privasi.
Dan di sinilah mereka berada, di ruang tengah dengan Viona yang terus memeluk Amora dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Michael sedang memasukkan koper milik Viona ke dalam mobil.
"Mamah yakin mau ngusir Viona?" Viona mendongak menatap Amora yang tengah di peluk oleh nya.
"Mamah gak ngusir kamu sayang.." Amora menjawab dengan sabar.
"Terus kenapa ngizinin Om Michael bawa aku pergi? Kenapa gak tahan aja? Aku gak mau jauh-jauh sama kalian."
"Sayang.. kamu udah jadi istri dari Michael, kamu udah bukan sepenuhnya milik papah dan mamah, tapi milik Michael. Jika suami kamu mau membawa kamu unyuk tinggal bersamanya, maka kita gak bisa nahan." Alexander ak angkat suara memberi penjelasan.
Viona melepaskan pelukan nya dari Amora.
"Suami lo juga butuh privasi kali Vi, dia kan mau ngekspor lo sepuasnya dan gak mau ada gangguan. Bener gak Mic?" Ujar Nathan sambil melirik Michael di akhir kalimatnya.
Michael yang baru tiba di ruang tengah hanya tersenyum membalas ucapan Nathan.
"Tuh suami kamu udah dateng" ucap Brenda.
"Gak mau pindah, mau tinggal di sini aja sama papah sama mamah" rengek Viona menahan tangis.
"Walaupun kamu pindah, tapi kita bisa sering ketemu. Kamu bisa main ke sini atau sekali-kali menginap. Pintu rumah ini akan selalu terbuka lebar menyambut kedatangan kamu." Ucap Amora.
Viona menunduk. Ia pun mengerti, namun entah mengapa.. rasanya sangat berat untuk meninggalkan tempat yang selalu menjadi tempat pulangnya selama ini.
Michael yang menyadari keberatan hati Viona untuk ikut dengan nya memutuskan untuk menghampiri Viona dan mengusap pucuk kepala Viona dengan lembut.
"Kamu tenang aja, kalo kamu lagi kangen sama papah dan mamah, kamu boleh main atau menginap di sini, saya tidak akan melarang kamu untuk mengunjungi rumah ini" ucap Michael.
"Tuh kan, Michael aja udah ngizinin. Udah gak usah sedih. Sana, turutin keinginan suami kamu." Ucap Amora.
Perlahan Viona mengangkat wajahnya dan memandangi satu-satu wajah semua orang yang kini menatapnya dengan senyuman hangat. Perlahan kepalanya mengangguk walau terasa berat.
Michael tersenyum melihat pergerakan kepala Viona. Ia kemudian meraih tangan Viona untuk ia genggam.
"Kalo gitu kita pamit dulu ya" ucap Michael tersenyum.
"Hati-hati di jalan, jangan ngebut. Inget kalian masih pengantin baru, masih rawan terkena musibah" ucap Amora berpesan.
Michael mengangguk dan menyalami tangan semua orang sebagai tanda hormat sebelum pergi. Begitupun Viona yang mengikuti pergerakan Michael walaupun dengan wajah yang tetap murung.
Michael kemudian menarik tangan Viona untuk berjalan menuju keluar dan memasuki mobilnya.
Michael membukakan pintu untuk Viona. Setelah pintu kembali tertutup, Michael mengitari mobil dan duduk di belakang kemudi.
Michael menyalakan mesin mobilnya dan membunyikan klakson lalu mulai menjalankan mobilnya meninggalkan kediaman Alexander.
Selama perjalanan, Viona hanya diam sambil memandangi jalanan lewat jendela mobil.
Michael yang menyadari hal itu hanya membiarkan nya. Ia terap fokus pada jalanan di depan nya sambil sesekali melirik Viona memastikan bahwa gadis tersebut tidak tertidur.
"Jangan dulu tidur. Sekitar tiga menit lagi sampai" ucap Michael.
Viona hanya diam tak berniat membalas ucapan Michael. Setelah itu tak ada lagi percakapan yang terjadi. Hanya ada suara mobil yang mengalun halus mengiringi perjalanan mereka.
Hingga akhirnya, mobil uang di kendarai oleh Michael memasuki sebuah gerbang rumah yang nampak asri walau dari luar gerbang.
Viona mengedarkan pandangannya dengan mata berbinar melihat bangunan dua lantai yang terlihat sederhana dan elegan. Dinding nya di cat dengan warna putih dan gold, sehingga terlihat lembut.
Halaman rumah yang tidak terlalu luas namun juga tak terlalu sempit, di hiasi oleh berbagai macam tanaman bonsai yang indah sehingga menambah kesan estetik.
"Mau turun atau bengong di sini sampe malem?" Michael bertanya dengan nada mengejek.
Viona menoleh ke asal suara dan melihat Michael sudah membuka pintu mobil dan bersiap untuk turun.
Akhir Viona memilih untuk segera turun mengikuti Michael yang kini sudah menurunkan kopernya.
Michael berjalan dengan dua koper yang di tarik oleh nya. Sedangkan Viona, ia berjalan tepat di belakang tubuh tegap Michael sambil mengedarkan pandangan nya.
"Lantai satu terdiri dari beberapa ruangan. Ada ruang tamu, Keluarga, kamar tamu, dapur, ruang makan, dan kamar mandi."
Viona menjelaskan ruangan yang ada di lantai satu pada Viona sambil terus berjalan menuju tangga.
Viona hanya mengangguk-angguk kan kepalnya mengerti. Ia merasa kagum dengan rumah ini. Kalau di lihat dari luar, bangunan nya terlihat seperti bangunan yang agak sempit dan tidak memiliki cukup ruang. Namun ternyata... Akh, Viona kagum dengan rumah ini.
Dari mana Michael menemukan desain rumah yang sangat indah dan nyaman ini?
"Dan di lantai dua ini. Terdapat tiga kamar, ruang kerja saya, dan terakhir.. ruang gym" Michael melanjutkan penjelasannya.
"Ada ruang Gym di sini?" Viona bertanya dengan antusias saat telinganya mendengar kata gym. Ia memang sangat menyukai berbagai jenis olahraga, makanya ia merasa antusias saat mendengar bahwa rumah ini menyediakan ruang khusus olahraga.
"Iya. Kenapa?" Michael mengehentikan langkahnya saat ia sudah mencapai ujung tangga dan tepat berada di depan sebuah pintu ruangan yang Viona pun tak tau ruangan apa itu.
"Wah.. boleh dong kalo gue sesekali kesana?"
Michael mengernyitkan keningnya, menilai Viona dari atas hingga bawah. Ia berpikir kalau Viona hanya ingin melihat-lihat saja kesana, jadi ia bolehkan saja lah ya..
Michael hanya mengangguk mengiyakan. Ia kemudian mendorong dua koper di tangan nya ke arah pintu di depan mereka.
"Seperti permintaan kamu, kita tidur di kamar terpisah. Ini kamar kamu, dan yang itu kamar saya. Yang ada di sebelah kamar saya itu ruang kerja saya, jangan sembarang masuk ke sana jika bukan saya yang memanggil kami. Dan di sebelahnya lagi.. ruang gym, kamu boleh kesana kapan aja. Sekalian, bentuk badan kamu yang kayak triplek itu" Michael menjelaskan ruangan-ruangan di lantai dua dengan di akhiri oleh sebuah ejekan pada Viona.
Viona yang awalnya antusias mendengarkan Michael, seketika mendengus saat mendengar Michael meledek tubuhnya. Padahal menurut nya tubuhnya sangat lah ideal, bahkan jika kata papah dan mamah nya.. tubuhnya bisa mengimbangi model internasional di luaran sana.
"Enak aja kaya triplek, badan gue bohay gini di bilang triplek. Katarak kali Om nya" ujar Viona tak terima.
"Mata saya masih normal. Jadi masih bisa bedain mana yang bohay dan mana yang kayak triplek" balas Michael.
Viona mendengus tak terima. Ia menghentakkan kakinya sambil maju dan meraih gagang pintu kamar nya yang di tunjukkan Michael.
Namun saat mencoba membuka handle pintu, pintu tersebut tidak terbuka, yang berarti.. pintu kamar tersebut masih dalam keadaan terkunci.
Ia menoleh ke belakang, menatap Michael dengan wajah cemberutnya.
Michael tersenyum penuh kemenangan. Ia merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kunci dan mengangkatnya ke depan wajah Viona.
Tangan Viona terulur ingin meraih kunci dari tangan Michael. Namun yang ia dapat hanyalah angin, karena saat tangannya akan sampai pada kunci tersebut, Michael malah menjauhkan nya dari Viona.
"Oom.." kesal Viona.
"Mau kunci?" Tanyanya terkesan mempermainkan.
"Ya iyalah. Gue mau masuk ke kamar, mau rebahan, pegel semua ini badan."
"Tidak ada yang namanya rebahan untuk sekarang. Masuk langsung benahi pakaian kamu dan langsung turun ke dapur. Bentar lagi waktunya makan siang, kamu harus memasak sesuatu" ujar Michael.
"Ih.. Om kok gitu sih? Gak mau ah, aku masih capek. Lagian di sini juga pasti ada pelayan kan? Minta pelayan aja yang nyiapin."
"Sayangnya gak ada pelayan di rumah ini. Sata hanya sesekali memanggil pelayan dari mansion untuk membereskan rumah. Itupun hanya sepekan sekali, setiap hari weekend."
"Loh kenapa gitu?"
"Rumah ini jarang di tempati. Saya hanya sesekali pulang ke sini, saya lebih sering menginap di apartemen. Jadi untuk apa ada pelayan di rumah ini?."
"Lagian setelah makan siang nanti, saya mau bicara sama kamu. Hal penting yang harus kita bahas, jadi kamu harus turun setelah membereskan pakaian."
"Ya udah iya. Nanti aku turun. Tapi aku gak mau bikin makanan yang ribet-ribet."
Michael tersenyum dan menyerahkan kunci dalam genggaman nya kepada Viona.
Viona segera meraih kunci tersebut dan membuka pintunya. Karena masih merasa kesal, ia masuk ke dalam kamarnya tanpa mengucapkan apapun lagi pada Michael.
Michael hanya menggelengkan kepalanya dan beranjak menuju kamarnya yang terletak di samping kamar Viona.
Ia sengaja menempatkan Viona di kamar yang bersebelahan dengan kamar nya.
°°°
Setelah tadi Viona menyelesaikan pekerjaannya yaitu membereskan pakaian miliknya dan memasak. Kini ia dan Michael tengah duduk di meja makan sambil menyantap hidangan yang di masak oleh Viona.
Sederhana memang. Viona hanya memasak nasi goreng dengan toping lengkap. Di tambah dengan sambal matah untuk menambah sensasi panas pada makanan nya.
Viona memang pecinta pedas, rasanya ada yang kurang jika saat makan ia tak menemukan adanya sambal di meja makan. Berbeda dengan Michael yang tidak bisa memakan pedas. Bisa sih, tapi mungkin setelah memakan sambal, ia akan terus bolak-balik kamar mandi seharian penuh.
Jadilah hanya Viona yang memakan sambal matah buatan nya yang menurut nya sangat nikmat itu.
Setelah selesai mengisi perutnya. Viona segera mengumpulkan piring ke dalam wastafel hendak mencucinya langsung. Namun pergerakan nya terhenti saat tangan besar Michael menahan nya.
"Kamu sudah masak, biar saya yang cuci piring. Kamu tunggu saja di ruang tengah, nanti kita bicara" ucap Michael.
Viona mengedikan bahunya dan berjalan menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia pergi menuju tempat dimana Michael sebutkan tadi.
Ia memang sudah tau keberadaan ruangan di dalam rumah ini, karena tadi Michael menunjukkan nya. Namun ia masih belum melihat-lihat luaran dari rumah ini, hanya halaman depan nya saja yang ia lihat. Itupun karena memang ia hanya melewatinya saja saat masuk tadi.
Viona segera duduk di atas sofa empuk menunggu Michael menghampirinya. Ia penasaran, hal penting apa yang ingin di bicarakan oleh Michael pada nya.
Sementara di dapur, Michael tampak berdiri di depan wastafel dengan lengan yang tampak sibuk mencuci piring kotor yang tak seberapa itu. Setelah selesai, ia langsung berjalan menyusul Viona ke ruang tengah.