"Meski kau adalah satu-satunya lelaki di dunia ini, aku tetap tidak akan mau denganmu!" Britney menolak tegas cowok yang menyatakan cinta padanya.
Tapi bagaimana kalau di hari Britney mengatakan itu, terjadi invasi virus zombie? Seketika satu per satu manusia berubah menjadi zombie. Keadaan Zayden High School jadi kacau balau. Pertumpahan darah terjadi dimana-mana.
Untungnya Britney mampu bertahan hidup dengan bersembunyi. Setelah keadaan aman, dia mulai mencari teman. Dari semua orang, satu-satunya orang yang berhasil ditemukan Britney hanyalah Clay. Lelaki yang sudah dirinya tolak cintanya.
Bagaimana perjalanan survival Britney dan Clay di hari kiamat? Apakah ada orang lain yang masih hidup selain mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter ¹⁷ - in the hospital
Keringat Clay bercucuran deras, bercampur air hujan yang membasahi tubuhnya. Namun keuntungan dari situasi itu, Britney bisa keluar dari tempat persembunyiannya, sebab Clay berdiri di mobil berbeda dari mobil tempat Britney bersembunyi.
Melihat Clay kesulitan, Britney tentu ingin membantu, tetapi ia tahu sebilah pisau takkan cukup menghadapi zombie yang kini mengepung Clay. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, dan perhatiannya tertuju pada pistol milik polisi yang tergeletak di aspal. Tanpa pikir panjang, Britney meraihnya.
Dor! Dor! Dor!
Dengan berani ia menembakkan peluru ke kepala para zombie bergantian. Kini Britney lebih berani dari sebelumnya, tak peduli pistol di tangannya terasa berat. Suara tembakan yang nyaring segera menarik perhatian zombie, dan mereka mulai mendekatinya.
Clay tak membuang kesempatan. Ia turun dari mobil lalu masuk ke sebuah bus. Setelah mencoba beberapa kali, mesin bus menyala. Walau tidak yakin bisa mengemudikan bus sebesar itu, Clay tetap melajukannya. Ia arahkan bus langsung ke arah para zombie, menabrak mereka satu per satu. Usahanya sukses membantu Britney. Namun dari kejauhan, makin banyak zombie datang, kemungkinan besar karena suara tembakan.
"Ayo naik! Sebelum mereka tambah banyak!" seru Clay.
Tanpa pikir panjang, Britney segera masuk ke dalam bus. Clay langsung menginjak gas dalam-dalam, tak peduli sudah berapa kali menabrak sesuatu. Beberapa kali bus menghantam mobil lain atau zombie yang berdiri di jalan. Akhirnya setelah melalui kesulitan, mereka bisa bernapas lega ketika jalanan tampak kosong, bebas dari zombie. Sekarang mereka hanya perlu menuju rumah sakit.
Beberapa menit kemudian, Clay dan Britney tiba di rumah sakit pusat. Tempat itu tampak sangat sepi, seperti tidak ada kehidupan.
"Suasana yang aneh," komentar Britney lirih.
Clay hanya diam. Ia tampak serius mengamati keadaan rumah sakit, berharap menemukan ibu dan adiknya.
"Ayo kita periksa!" ajak Britney.
Clay mengangguk. Mereka masuk ke rumah sakit. Begitu membuka pintu, keduanya langsung terlonjak karena dikejutkan oleh satu zombie.
Dor!
Britney spontan menarik pelatuk pistolnya. Clay yang baru saja ingin menghunus pedang terpaksa mengurungkan niatnya.
"Kau sepertinya sudah sangat ahli menembak," ucap Clay.
"Apa itu sarkas?" tanya Britney.
"Mungkin," jawab Clay datar. "Tapi aku sarankan kau pakai panah saja. Suara pistol terlalu menarik perhatian."
Mereka melanjutkan penelusuran. Setiap koridor, ruang perawatan, dan tangga darurat mereka lalui. Lantai dua, tiga, hingga lantai atas, semuanya sama. Tak ada tanda-tanda kehidupan, hanya sisa darah dan beberapa zombie berkeliaran tanpa arah. Clay menebas satu per satu yang menghadang, sementara Britney berjaga di belakangnya.
Aroma busuk mayat menyengat di setiap ruangan. Lantai licin oleh darah yang sudah mengering. Semakin mereka berjalan, semakin nyata kenyataan pahit bahwa tak ada seorang pun yang tersisa.
Akhirnya, keduanya tiba di rooftop. Clay berdiri di tepi pagar, menatap kota New York yang porak poranda di bawah langit kelabu. Gedung-gedung hancur, jalanan penuh bangkai mobil, dan tak ada satu pun tanda kehidupan manusia.
Clay tampak murung. Matanya kosong, suaranya berat ketika berucap, "Bagaimana semuanya bisa begini hanya dalam beberapa hari?"
Britney mendekat perlahan. Ia memegangi tangan Clay dan menyandarkan kepalanya di pundak cowok itu.
"Mungkin kah hanya kita berdua yang masih hidup?" tanya Clay pelan.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak," jawab Britney cepat, berusaha menenangkan. "Itu tak mungkin, Clay. Pasti masih ada orang lain yang bertahan selain kita."
Clay menghela napas panjang. "Lalu kita harus apa sekarang?"
Britney diam sejenak, berpikir. Ia tahu Clay sudah sangat lelah. Setelah beberapa detik, ia menatap Clay dengan mata yang masih menyimpan semangat.
"Bagaimana kalau kita ke perusahaan pusat komunikasi?" usul Britney. "Mungkin kita bisa berkomunikasi dengan orang di luar kota, bahkan luar negeri. Mungkin saja ada tempat aman di luar sana, kan?"
Clay menatapnya lama. Ada rasa ragu sekaligus harapan di matanya. Ia tahu kemungkinan itu kecil, tapi lebih baik daripada menyerah di tempat.
Angin di rooftop berhembus kencang, membawa aroma hujan dan debu. Suara petir di kejauhan masih menggema. Britney menatap langit yang mendung, lalu kembali pada Clay. "Kita tak bisa terus di sini. Rumah sakit ini terlalu terbuka, dan kalau malam datang, para zombie akan kembali."
Clay menatap senjatanya yang sudah berlumuran darah, lalu melihat ke bawah, ke arah jalanan yang penuh bangkai zombie. “Baiklah. Kita akan ke sana besok pagi, setelah istirahat sebentar malam ini.”
Britney mengangguk pelan. Ia tahu Clay butuh waktu memulihkan tenaga. Mereka duduk bersisian di rooftop itu, tanpa banyak bicara. Hujan mulai reda, hanya tersisa gerimis halus.
Dari atas sana, mereka melihat dunia yang pernah ramai kini berubah jadi kuburan raksasa. Kota New York yang dulu penuh cahaya kini tenggelam dalam gelap dan sunyi. Lampu-lampu padam, suara kendaraan lenyap. Hanya ada raungan sesekali dari kejauhan, suara zombie yang berkeliaran mencari mangsa.
Britney menggenggam tangan Clay lebih erat. “Aku tahu ini sulit, tapi aku bersyukur masih hidup bersamamu.”
Clay menoleh, menatap wajah Britney yang setengah basah air hujan. “Aku juga,” jawabnya singkat. “Tanpamu, mungkin aku sudah mati.”
Britney tersenyum kecil. “Jangan bicara begitu. Kita masih punya kesempatan. Asal bersama, kita pasti bisa bertahan.”
Clay mengangguk. Hatinya sedikit tenang mendengar kata-kata Britney. Ia menatap pistol di tangan gadis itu. “Kau benar-benar berubah banyak. Dulu kau gadis yang paling aku takuti bicara dengannya.”
“Dan sekarang?” tanya Britney.
“Sekarang, kau gadis paling berani yang aku kenal.”
Britney menunduk, malu. “Mungkin keadaan memaksaku.”
Mereka sama-sama terdiam. Hanya suara hujan tipis yang menetes di atap seng, menciptakan irama monoton namun menenangkan.
Di bawah sana, beberapa zombie masih berkeliaran di halaman rumah sakit, berjalan tanpa arah, menabrak satu sama lain. Namun tidak satu pun dari mereka tahu bahwa di atas sana ada dua manusia yang masih hidup, dua jiwa yang menolak menyerah.
Malam itu, Clay dan Britney memutuskan untuk bermalam di rooftop. Mereka membuat tenda darurat dari plastik penutup yang ditemukan di ruang penyimpanan. Di sisi mereka, pistol dan pedang tetap tergenggam erat. Dunia sudah hancur, tapi di antara reruntuhan itu, masih ada secercah harapan.
Clay berbaring menatap langit gelap. “Besok pagi kita akan mulai lagi,” ujarnya pelan.
“Ya,” jawab Britney, tersenyum. “Menuju tempat di mana mungkin masih ada kehidupan.”
SELAMAT DATANG peradaban baru.
Itulah kalimat yang layak diucapkan saat ini.
Manusia ditakdirkan menjadi khalifah, pembawa perubahan dan pembentuk peradaban di muka bumi.
Mengubahnya dan memicu lahirnya peradaban baru bagi umat manusia.
Virus zombie yang mewabah di hampir semua daerah ini telah mengubah hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat bahkan sangat tidak siap dengan kehadiran wabah yang mematikan ini.
Manusia hadir untuk bertindak melakukan perubahan dan membangun peradaban yang diamanatkan oleh Allah SWT.
Dimana semua orang bisa hidup damai, membuat sebuah daerah mampu bangkit dan berkontribusi dalam peta peradaban...🤩🥰