Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
Jeremy menarik napas dalam-dalam. Tuganya sekarang adalah mengurus dua bocah jenius yang baru saja mengalahkan petugas keamanan Tuan Edgar.
“Kenapa Paman Jeremy lama sekali!” protes Lily keras-keras begitu Jeremy membimbing mereka menjauh dari tatapan Max yang masih pucat.
“Kami sudah berjanji pada Papa untuk menunggu di sini, dan Paman terlambat! Papa pasti sudah pergi!” lanjut Lily dengan wajah cemberut.
Melihat ekspresi kesal gadis chubby yang tampak seperti Ava kecil itu, Jeremy segera tahu triknya. Anak-anak yang cerdas akan mudah dialihkan perhatiannya dengan sesuatu yang mereka sukai.
“Maafkan Paman, Lily dan Luca. Paman tadi sibuk sekali dengan pekerjaan.” Jeremy terpaksa berbohong. “Bagaimana kalau sebagai permintaan maaf, Paman traktir kalian es krim dan kue paling enak di kantin karyawan? Di sana ada cake cokelat yang sangat terkenal.”
Mata Lily langsung berbinar-binar. Rencana mencari ayahnya pun langsung terlupakan.
“Benarkah? Cake cokelat?”
“Ya, cake cokelat triple fudge,” janji Jeremy.
Lily langsung bernyanyi riang, menarik tangan Jeremy dengan antusias. “Ayo, Paman Jeremy! Cepat!”
Sementara itu, Luca hanya memutar bola mata malas. Tujuannya adalah Edgar, tapi Lily malah tergoda dengan makanan.
“Tujuan kita kan Papa, Lily, bukan makanan tidak sehat itu,” bisik Luca.
“Papa tidak akan lari, Luca! Tapi cake cokelat bisa kehabisan kalau tak cepat membelinya!” balas Lily cepat.
Jeremy tersenyum geli melihat perdebatan konyol itu. Mereka memang menggemaskan, tapi ia harus berhati-hati.
Jeremy membawa mereka ke kantin karyawan yang lebih sepi.
Lily segera memesan dua scoop es krim strawberry dan sepotong besar triple fudge cake. Luca hanya meminta segelas air putih, mencerminkan sifat waspada dan pendiamnya.
Saat Lily sibuk melahap es krimnya dengan ekspresi gembira, Jeremy mencoba melancarkan interogasi terselubung.
“Jadi, kalian tadi bilang mencari ayah kalian? Ayah kalian bekerja di sini?” tanya Jeremy, berpura-pura santai.
“Ya!” jawab Lily, mulutnya belepotan krim cokelat. “Dia ada di gedung ini! Dia sangat tampan, kaya dan berpengaruh! Dia adalah paman yang di mobil tadi.”
Uhuk!
Jeremy tersedak. Apa dia tidak salah dengar? Paman yang di mobil tadi bukankah dia dan Edgar.
Jelas, Jeremy yakin mereka bukan darah dagingnya. Karena sampai sekarang Jeremy masih perjaka ting ting!
“O-oh, maksud kalian paman yang tadi menghampiri kalian? Dia tuan Anderson,” Jeremy menyebut nama belakang Edgar. “Kalian mengenalnya?”
“Tentu saja!” seru Lily. “Dia Papa kami! Kami sudah melihat fotonya! Matanya sama persis dengan mata Luca!”
Jeremy hampir tersedak kopinya lagi. Edgar adalah ayah mereka? Benar-benar kebetulan yang gila, atau ini adalah rencana mereka yang mengaku sebagai anak Edgar?
Pasalnya, banyak yang datang dan mengatakan kalau mereka mengandung benih Edgar. Nyatanya, semua itu hanyalah omong kosong tanpa bukti.
Jeremy segera menepis pikiran itu, ia tahu mereka tidak akan bertindak sejauh ini. Apalagi mereka masih bocah.
“Apa nama lengkap Ayah kalian?” tanya Jeremy kembali memancing informasi.
“Tentu saja namanya Ed—”
“Lily!” potong Luca tiba-tiba. Ia meletakkan gelas airnya, menatap Lily dengan tatapan penuh peringatan.
Lily memang suka keceplosan jika sudah di sogok dengan makanan.
“Ingat, mama bilang papa tidak penting. Kita tidak boleh bilang-bilang nama papa pda orang asing!” bisik Luca.
“Tapi Luca, papa kan orang hebat! Dia membelikan cake cokelat untukku!”
“Papa tidak beli cake cokelat, Paman Jeremy yang beli. Kalau kau bilang-bilang, nanti kita tidak dapat cake lagi,” bisik Luca, kembali ke mode manipulator kecilnya.
Jeremy terkesan dengan betapa cerdasnya Luca melindungi informasi. Ia tertawa, menyembunyikan keterkejutannya.
“Baiklah, Paman mengerti. Kalian tidak boleh menyebut namanya. Tapi, bisakah kalian tunjukkan foto atau bukti lain pada Paman? Biar Paman tahu, Paman yang mana yang kalian cari,” pinta Jeremy, mencoba mengalihkan perhatian.
“Tentu saja! Kami punya fotonya, Paman. Dia adalah pria tertampan di seluruh dunia!” Lily meraba-raba saku roknya, lalu mengerutkan keningnya yang chubby. Ia merogoh saku lain. Wajahnya mulai panik.
“Hilang!” seru Lily, menatap Jeremy dengan mata lebar.
“Apa yang hilang, Sayang?” tanya Jeremy cemas.
“Foto papa! Foto Tuan Anderson! Tadi di lobi, paman botak mengambilnya saat mengusir kami!” Lily kini tampak sangat sedih.
Luca menghela napas panjang, menatap kakaknya seolah berkata ‘sudah kuduga’.
Jeremy menghela napas lega dan frustrasi pada saat yang sama. Lega karena bukti fisik tidak ada, tetapi frustrasi karena anak-anak ini benar-benar mencari Edgar.
“Sudah, jangan sedih. Paman akan mencari fotonya lagi nanti. Sekarang, ceritakan pada paman. Di mana mama kalian?” Jeremy beralih ke informasi yang paling penting.
“Mama ada di sini!” seru Lily.
“Mama sedang bekerja di gedung ini! Tapi mama tidak boleh tahu kalau kami mencari papa, nanti mama marah-marah seperti Tyrannosaurus Rex.”
“Tahu dari mana mama kalian ada di sini?” tanya Jeremy, jantungnya mulai berdebar kencang.
“Mama bilang mama akan bertemu om Kenzo. Om Kenzo itu pasti om Kenzo yang punya gedung ini, kan? Mama kan pintar. Mama pasti jadi bos besar di sini!” jelas Lily bangga.
Jeremy tahu, tuan Edgar sedang rapat dengan tuan Kenzo. Dan satu-satunya seseorang yang baru bergabung dan berpotensi menjadi bos besar di sana adalah wanita.
“Apa wanita itu ibu mereka?” batin Jeremy.
“Baiklah, Triple Fudge Cake sudah selesai. Paman harus segera membawa kalian kembali ke lobby. Atau kalian mau paman antar pulang ke rumah?”
“Tapi kami belum bertemu papa!” protes Lily.
“Paman janji, Paman akan minta Tuan Anderson bertemu kalian nanti. Tapi sekarang, kalian harus segera kembali,” desak Jeremy, sambil menyodorkan beberapa lembar uang pada Lily untuk mengganti biaya mi goreng yang tumpah, sekaligus sebagai suap agar mereka tutup mulut.
“Ini uang apa?” tanya Lily.
“Pengganti kekacauan yang sudah nona Cleo lakukan padamu,” jawab Jimmy sambil mengusap kepala Lily.
Tanpa sadar air mata Lily menetes. Entah kenapa rasanya sesak sekali.
“Jadi benar papa sudah punya putri lain selain Lily? Dan putri papa itu Cleo?” tangis sedih Lily dalam hati.
udh gk ada maaf lagi dri edgar😌
klo km msh berhianat jg udh end hidupmu
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔