Athaya, seorang gadis mungil yang tinggal di pelosok desa. Berlari tunggang langgang kala ketahuan mencuri mangga tetangganya.
"Huuu dasar tua bangka pelit! Minta dikit aja gaboleh!" sungutnya sambil menatap jalanan yang ia tapaki tadi—menjauhi massa penduduk yang mengejarnya.
Athaya adalah gadis desa yang hidup sebatang kara di tengah masyarakat yang menganut budaya nepotisme.
Dimana, mereka lebih memikirkan kerabatnya, daripada orang susah yang ada di sekitarnya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Athaya untuk bertahan hidup.
Sampai akhirnya, ia mengalami hal di luar nalar saat masuk ke hutan. Ia masuk ke dalam portal misterius dan berakhir masuk ke dalam tubuh seorang selir yang sedang di siksa di tengah aula paviliun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mur Diyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Elise, orang yang kini justru aku percaya
Elise seketika kelabakan mencari tempat persembunyian. Ia langsung berlari dan bersembunyi di belakang lemari dekat tirai ranjang raja.
Pintu kamar kaisar terbuka sedikit kasar. Memperlihatkan sosok yang ternyata adalah Elios. Lelaki itu tampak celingak-celinguk serius ke sekeliling.
"Apa aku kasih tau aja semuanya yah?" Elise mencoba menimbang-nimbang lagi niatnya itu.
"Tapi...kita kan ngga deket-deket banget." batinnya lagi kembali ragu.
Ia pun kembali mengintip dari pinggir lemari. Menatap Elios yang kini berdiri di dekat meja. Menatap minuman rempah yang dengan cerobohnya tidak Elise simpan terlebih dahulu.
"Aduh!" Elise refleks menepuk jidatnya sendiri.
Membuat Elios yang sudah kepalang curiga itu, langsung berjalan ke arahnya. Elise langsung membulat kala tiba-tiba Elios mengarahkan senjata tajam ke lehernya.
"Ini aku!! Elios ini aku Elisee!" teriak Elise memejam penuh ketakutan pada benda tajam yang sebentar lagi menggorok lehernya jika saja Elios tidak menahannya.
Elios yang terkejut Elise di kamar ayahnya pun langsung mengalihkan pisau dan mendorong tubuh Elise agak menjauh darinya.
"Apa yang kamu lakukan disini? Dan kenapa ada minuman aneh disana?"
Elise tampak gagap menjelaskan sesuatu. Terlebih wajah Elios benar-benar marah sekarang. Tidak ada sedikitpun kelembutan yang terlihat dari sorot matanya.
"Aku cuma ingin menyembuhkan raja!" Elise berusaha menjelaskan niat baiknya.
Satu alis Elios terangkat. "Menyembuhkan raja? Memangnya kau tau apa tentang racun—"
"Ngga!" Seru Elise memotong. "Raja seperti itu bukan karena keracunan, tapi karena pembengkakan tenggorokan!"
Lagi-lagi Elios mengerutkan dahinya bingung. Ia cukup ragu dengan ucapan Elise. Seluruh tabib di istana saja serentak menyebutkan bahwa Sang Raja keracunan.
Tapi Elise? Yang tidak punya jejak medis sama sekali, justru berucap lain dari yang sudah belajar medis bertahun-tahun.
"Jangan ngaco kamu! Yang lainnya saja menyebut raja keracunan. Kamu yang tidak tau apa-apa tentang medis bisa-bisanya mengatakan raja terkena pembengkakan—"
"Kalo ngga percaya yaudah sana minggir!" ketusnya langsung mendorong kasar lengan Elios dengan tubuhnya. Berjalan dengan langkah sedikit di hentakkan karena kesal.
"Kalo raja bisa sembuh karena ku. Kau harus ngasih aku bayaran mahal!" Elise melotot tajam ke arah Elios penuh penekanan. Membuat Elios hanya bisa terdiam dan menonton saja apa yang hendak Elise lakukan.
Elise mulai meraih mangkok berisi air yang ia coba panaskan dengan giok transparan. Elios awalnya terkejut dan ingin meraih benda itu, namun saat Elise justru malah menjadikannya sebagai lensa, ia pun mengurungkan kembali niatnya.
Tanpa sadar ia melangkah mendekati Elise yang duduk di pinggir jendela. Menatap lekat-lekat cahaya yang terkumpul dalam satu titik lensa, dan turun ke arah air dalam mangkok kecil.
Ia yang penasaran pun ikut duduk di depan Elise. Menatap lekat air yang mulai membumbungkan uap panas itu.
"Lihat! Ini namanya uap panas, ini bisa bantu sirkulasi udara sang raja." Elise tersenyum puas dengan kinerjanya.
Elios yang semula fokus pada mangkok pun mendongak. Menatap wajah Elise intens. Ada sirat kelembutan di mata wanita yang kini menyandang gelar selir itu di hidupnya, dan itu membuat hatinya yang tadinya gundah, seolah mendapatkan setitik cahaya di dalamnya.
Ia tak begitu yakin dengan keberhasilan ide Elise ini. Namun faktanya ia lebih tertarik melihat wajah Elise yang fokus itu ketimbang huru hara yang sedang terjadi di dalam istana hari ini.
"Yess jadi!!" Pekikan Elise yang berjingkrak itu sontak menyadarkan lamunan Elios.
Ia tersentak kecil. Berdiri dari duduknya dan mengikuti langkah Elise yang berjalan ke arah raja sambil membawa mangkok yang menguarkan uap panas itu.
Ia menatap dengan seksama langkah demi langkah Elise yang berusaha menolong ayahnya.
Tatapannya begitu teduh, bahkan lebih teduh daripada ia menatap Elana dulu.
Entah keajaiban darimana, perlahan demi perlahan sang raja mulai menghirup nafas dengan liar kembali. wajahnya yang semula membiru perlahan demi perlahan memudar, berganti kulit normal seperti biasanya.
"Lihatt, wajah raja ngga biru lagi!" Elise menatap Elios penuh binar. Tanpa sadar ia berjingkrak lepas dan memeluk leher Elios karena begitu senang ia bisa menolong sang raja.
Elios pun sama terkejutnya. Ia yang awalnya tak yakin, dan justru lebih terpaku pada wajah Elise pun ikut membeliak menatap sang raja perlahan pulih dari pingsannya.
"Jadi bukan karena keracunan?!" Ia sampai terbungkam saking tidak percayanya dengan apa yang ia lihat.
Elise yang semula begitu bahagia pun tersadar dengan kelakuannya. Wajahnya berubah kikuk dan langsung menurunkan tangannya dari leher Elios.
"A-anu maaf, refleks tadi—"
Hening. Ucapan Elise langsung terpotong kala tiba-tiba Elios menarik tubuhnya ke dalam pelukannya begitu erat.
Ia sampai mengerjabkan matanya tak percaya kala dirinya dipeluk seperti itu oleh Elios. "Pa-pangeran Elios, sebaiknya anda lepaskan saya." cicit Elise menepuk lengan kekar yang merengkuh tubuhnya itu kikuk.
Elios yang tersadar pun tergugu. Ia segera melepas pelukannya perlahan dari Elise. Berdehem ringan sambil membuang muka ke samping. "Ma-maaf, itu refleks." ucapnya malu-malu jaim.
Ia menatap ayahnya intens. "Kalo ayah benar-benar karena pembengkakan tenggorokan. Berarti bukan karena keracunan makanan Xiao Lu?" Matanya melotot liar kala menemukan keburukan kinerja tabib istananya. "Sialan!! Prajuritmmhhh!!"
"Jangan teriak sekarang!!" Elise dengan cepat membungkam mulut Elios sebelum lelaki itu mengacaukan semua rencananya.
Elios melotot menatap Elise. "Kenapa?! Aku harus memberi mereka hukuman atas keteledoran mereka!" Elios rasanya sudah tak tahan lagi untuk memenggal kepala para tabib satu persatu.
Elise langsung menggeleng kuat. "Ngaa! Ini bukan salah mereka!"
Dahi Elios mengerut. "Maksudmu?"
Dengan cepat Elise menarik lengan Elios untuk duduk di kursi bawah. Ia menyamankan kakinya sambil menatap ke arah Elios yang kebingungan itu.
"Ada satu hal yang super super hot! Yang harus aku kasih tau sama kamu!" Elise mengucapkannya menggebu-gebu, menatap Elios serius.
"Kenapa?" kini Elios mulai bisa menenangkan emosinya. Menatap wajah Elise seolah menjadi kesejukan sendiri di matanya.
Elise yang merasa ini sangat rahasia pun menyuruh Elios mendekatkan telinganya padanya. Elios pun menurut saja tanpa melawan sedikitpun.
"Ada yang ingin menggulingkan kerajaan ini!" Elise berbisik di telinga Elios serius.
Elios langsung menegakkan tubuhnya—menatap Elise dengan tatapan tajam yang penuh amarah. "Siapa?! Kamu jangan bercanda, Elise!"
Elise menggeleng serius. "Ngga! Aku ngga bercanda! Apa yang aku bilang itu fakta!"
"Jadi, waktu aku ngikutin kamu bawa Xiao Lu ke tabib, aku penasaran dengan keadaan yang mulia. Soalnya dari awal itu gejalanya udah aneh. Kalo keracunan pasti mulutnya berbusa, tapi ini membiru, otomatis pernafasannya yang bermasalah!"
"Nah...trus aku nyoba lah ngecek Kaisar kan, nah pas itu juga, Penasihat Ruo Ming masuk ke kamar raja!"
"PENASIHAT RUO MING?!!" Lagi-lagi Elios tak bisa mengendalikan mulutnya.
"Jangan keras-keras!" Elise langsung membungkam mulut Elios kuat-kuat. Merasa jengkel dengan Elios yang asal teriak aja sedari tadi.
Namun Elios sudah kepalang kesal. Ia tak bisa menerima penghianatan sekecil apapun. Siapapun yang berani berkhianat, mereka harus mati di tangannya.
Namun entah mengapa, ia tak mampu melawan Elise. Seolah segala perintah Elise harus ia turuti tanpa sedikit pun perlawanan. Ia sendiri pun tak tau, kenapa dirinya beraksi seperti itu.
Padahal dulunya, Elise adalah wanita yang paling tidak ia percayai. Namun sekarang seolah hati nuraninya bilang, Elise, satu-satunya orang yang bisa ia percayai.
"lanjutkan."
Dengan semangat Elise mengangguk. Ia mulai menjelaskan dari awal Ruo Ming masuk ke dalam kamar raja, sampai Ruo Ming membisikkan sesuatu di telinga raja yang benar-benar membuat Elise kesal.
PRAANGGG!!