Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.
Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.
Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.
Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Bisikan Malam
Setelah keramaian bubar, halaman kampus mulai sepi. Hanya tersisa beberapa panitia yang membereskan peralatan dan mahasiswa yang bercengkerama sebentar sebelum pulang.
Aku berdiri di bawah pohon flamboyan dekat gerbang, menunggu.
Dan akhirnya, Nando datang menghampiri. Dia masih mengenakan kemeja hitam yang basah oleh peluh, tapi sorot matanya… aneh. Penuh kebingungan, seolah ia membawa pertanyaan besar dalam kepalanya.
“Kak Aura, ada apa?” suaranya lembut, tapi hatiku berdegup keras.
Aku menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri.
“Aku cuma ingin mengucapkan selamat. Kamu… luar biasa di atas panggung. Suaramu, karismamu… semua orang terpesona.”
Nando tersenyum tipis.
“Terima kasih. Jujur aku juga kaget bisa tampil seperti itu. Rasanya… aneh.”
“Aneh bagaimana?” aku memancing.
Dia menatap ke kejauhan, lalu mengusap tengkuknya.
“Saat aku bernyanyi, aku merasa seperti… pernah melakukannya. Seperti deja vu. Ada bayangan seseorang di antara penonton. Aku nggak tahu siapa, tapi rasanya begitu nyata… sampai kepalaku sakit.”
Dadaku bergetar. Aku ingin berteriak itu aku, Nando! tapi bibirku terkunci.
---
Aku memberanikan diri melangkah lebih dekat.
“Mungkin itu… kenanganmu yang hilang. Pernahkah kamu berpikir, kalau kamu sebenarnya sudah punya masa lalu yang indah, hanya saja kamu lupa?”
Nando menoleh cepat.
“Kakak tahu sesuatu?”
Tatapannya menusuk, membuatku tercekat.
Aku tersenyum samar, menyembunyikan gelisahku.
“Aku hanya menebak. Tapi aku percaya, suatu saat nanti kamu akan mengingat semuanya. Dan ketika itu terjadi, jangan takut. Kenangan itu milikmu, dan kamu berhak untuk mengetahuinya.”
Dia menunduk, ekspresinya rumit. Tangannya mengepal, lalu perlahan mengendur.
“Aku takut, Kak. Kalau aku ingat sesuatu… apakah aku akan menemukan alasan kenapa aku harus pergi dari sini?”
Pertanyaan itu menusuk jantungku. Aku ingin memeluknya, ingin berkata jangan pernah pergi. Aku sudah lama menantimu.
---
Suasana hening beberapa detik. Angin malam membawa suara serangga dan aroma bunga. Lampu jalan memantulkan sinar lembut di wajahnya.
Aku tak tahan lagi. Aku ulurkan tangan, menyentuh lengannya pelan.
“Kalau pun kamu harus pergi… aku hanya ingin kamu tahu, ada seseorang yang akan selalu menunggumu. Apa pun yang kamu pilih nanti.”
Nando menoleh, menatapku dalam. Ada sesuatu di matanya—ragu, tapi juga hangat. Dia seakan ingin mengatakan sesuatu… tapi langkah cepat Bella terdengar dari arah aula.
“Nando! Aku udah cariin kamu ke mana-mana.” Bella mendekat, wajahnya cemas. “Kamu capek, kan? Ayo pulang. Jangan banyak begadang, besok masih ada kelas pagi.”
Aku cepat menarik tanganku dari lengannya. Senyumku kaku, meski di dalam aku membara.
Nando menatapku sekali lagi sebelum berjalan bersama Bella.
"Aku duluan ya, Kak"
Aku mengangguk canggung. Saat itu aku menyadari tatapan Bella mulai berbeda, seperti mencurigaiku.
Tapi aku tak bisa berbuat apapun. Aku hanya bisa berdiri di sana, menonton punggungnya menjauh.
---
Malam itu, di kamar, aku kembali menulis buku diaryku. Semua isinya tentang Nando. Catatan terbaru adalah tentang dia yang hampir mengingatku. Aku bisa merasakannya.
Tapi Bella selalu ada di antara kami.
Dan aku tahu… waktu semakin menipis sebelum Ali mencium sesuatu yang tak beres.
Aku sungguh berharap Nando bisa mengingat semuanya tapi bagaimana dengan Ali?
Jika sampai suamiku tahu semuanya, bukan hanya hubungan mereka yang rusak tapi juga hubungan kami. Ketika waktu itu tiba, apa aku sanggup memilih? dan kemana aku harus pergi jika aku pun terusir dari sini?
Aku menutup buku. Kembali merenung panjang.
'Benar. Aku akan ikut Nando. Kemanapun dia pergi'. Aku mungkin sudah gila. Tapi untuk Nando tak masalah.