NovelToon NovelToon
Cat Man

Cat Man

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Cintapertama / Sistem / Romansa
Popularitas:670
Nilai: 5
Nama Author: juyuya

Hidup Shavira hanyalah rangkaian luka yatim piatu, ditindas bibi dan pamannya, lalu divonis hanya punya beberapa bulan karena penyakit mematikan. Namun semua berubah ketika ia bertemu sosok misterius yang selalu muncul bersama seekor kucing hitam. Lelaki itu menyebut dirinya malaikat maut—Cat Man. Sejak saat itu, batas antara hidup dan mati, cinta dan kehilangan, mulai kabur di hadapan Shavira.

haii,, selamat datang di cerita pertamaku.. semoga suka ya~♡

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juyuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bibi Tahu?

Shavira meluapkan seluruh rasa kesalnya dengan berteriak sekencang-kencangnya di halaman perusahaan.

"Aaaaaa…"

Napasnya tersengal, ia berusaha menenangkan diri. Shavira sadar, ia tidak boleh terlalu menguras tenaga, takut penyakit jantungnya kembali kambuh. Tatapannya terarah pada gedung tinggi di belakangnya.

"Satu saat nanti… Anda pasti dapat balasan." gumamnya pelan dengan getir.

Shavira melangkah pergi meninggalkan halaman perusahaan. Mulai hari ini, ia resmi keluar dari sana.

Drt… drt…

Ponselnya bergetar. Shavira melihat nama yang tertera di layar, wajahnya langsung berubah muram.

"Ah… mereka lagi. Tidak pernah lelah, ya, mengusik hidup gue?"

Dengan helaan napas berat, ia menggeser ikon hijau dan meletakkan ponsel di telinga.

"Viraaa!!"

Baru satu detik tersambung, teriakan keras sudah memenuhi telinganya. Shavira refleks menjauhkan ponsel dari telinga.

"Ya ampun… hampir saja pendengaran gue rusak " keluhnya. "Ada apa, Bi?"

"Heh! Masih bisa-bisanya kamu bertanya! Cepat kirim sepuluh juta sekarang juga! Pamanmu sedang dirawat di rumah sakit, butuh biaya!" suara Bibi Mira terdengar begitu mendesak.

Mata Shavira melebar. Hatinya teriris sekaligus geram. Mereka pikir aku ini apa? Mesin uang?

"Bibi…" ucap Shavira tenang tapi tegas, "aku tidak akan mengirimkan uang itu. Aku bahkan lebih rela menyumbangkannya ke panti asuhan daripada memberikannya kepada kalian."

"Vira!! Anak tidak tahu diri! Kemarin aku minta dua juta saja, kamu tidak kirimkan! Dan sekarang sepuluh juta pun kamu menolak? Awas saja, kamu akan menyesal!" suara di seberang semakin meninggi.

Shavira menggenggam ponselnya erat, suaranya bergetar namun penuh ketegasan.

" Tidak, Bi. Justru aku akan menyesal seumur hidup jika terus memberikan uangku pada kalian. Aku mohon, hentikan semua ini. Aku tidak akan mengirim sepeser pun."

"Shavira!! Dasar—"

Tut. Sambungan diputus.

Shavira menutup mata sejenak, berusaha menenangkan detak jantungnya yang mulai tidak beraturan. Ponsel ia masukkan kembali ke dalam sling bag.

Tak lama kemudian, sebuah mobil oranye berhenti di depannya. Taksi online yang ia pesan sudah tiba. Shavira segera masuk, dan mobil itu pun melaju, meninggalkan halaman perusahaan beserta semua beban yang menyesakkan dadanya.

---

"Arghhh…!" Tono menggeram penuh amarah sambil menarik kerah baju Mira dengan kasar.

"Apa sudah kubilang! Keponakanmu itu sudah terlalu keterlaluan. Kelakuannya sudah di luar batas! Aku akan bunuh dia!"

Mira terbelalak, buru-buru mengejar saat Tono melangkah hendak keluar rumah. Suasana rumah yang sepi mendadak mencekam. Tiga hari lalu, Tono sempat dirawat di rumah sakit karena dikeroyok anak buah Jamal. Semua orang percaya dia kecelakaan, padahal itu kebohongan. Nyatanya, Tono membutuhkan uang besar untuk melunasi hutang pada Jamal. Bahkan, rumah yang mereka tempati kini pun sudah tergadai.

"Mas! Tolong jangan gegabah seperti ini!" seru Mira panik, memegang lengan Tono erat-erat.

Namun Tono menepisnya kasar. "Enyah kau, sialan!" Dorongan keras membuat Mira terjatuh ke lantai.

"Sialan!" Tono menunduk menatapnya dengan penuh benci. "Masih untung aku tidak membunuhmu, Mira! Selama aku mencari Shavira, kau harus cari uang itu! Kalau tidak… aku akan jual kau ke Jamal!"

Mata Mira membesar, tubuhnya bergetar. Air mata mengalir deras membasahi pipinya. "Jangan, Mas… tolong jangan lakukan itu…" ucapnya lirih, merangkak mendekati kaki Tono.

"Ahh… jauh sana! Enyah dari hadapanku, Mira!" hardik Tono.

Brak!

Pintu rumah dibanting dengan sangat keras, hingga seisi rumah ikut bergetar. Mira terduduk, menangis sambil bersimpuh di lantai. "Keterlaluan kamu, Mas Tono…" bisiknya pilu.

Dengan langkah gontai, Mira menapaki lorong rumah, menuju kamar Shavira yang sudah lama tak pernah tersentuh. Pintu kayu itu berderit saat dibuka. Bau apek menyergap, seolah kamar itu menyimpan banyak rahasia.

Niat awalnya hanya mencari barang-barang yang bisa dijual. Namun matanya justru tertuju pada foto kecil Shavira semasa kanak-kanak yang tergantung di dinding. Ada raut polos, senyum yang sederhana. Seketika dada Mira terasa sedikit sesak.

Ia melangkah ke ranjang tipis itu, duduk perlahan sambil memandangi ruangan. Tangan gemetarnya lalu membuka laci nakas di sisi ranjang. Sebuah amplop cokelat dengan cap rumah sakit tergeletak di sana.

Dengan hati-hati, ia meraihnya. Rasa penasaran memaksanya membuka isi amplop.

Mata Mira membelalak.

"Diagnosis Penyakit Jantung Kronis Stadium Akhir."

Lembaran kertas itu bergetar di tangannya, seiring tubuhnya yang tak mampu menahan syok. "Astaga… Shavira…" bisiknya, nyaris tanpa suara. Air matanya jatuh tanpa ia sadari.

Belum sempat pulih dari keterkejutannya, matanya menangkap sebuah notebook usang di dalam laci yang sama. Perlahan ia membukanya, lembar demi lembar, hingga pada satu halaman ia terhenti.

12 Februari 2018.

Hai…

namaku Shavira. Aku seorang anak yatim piatu. Sejak kecil aku ditinggal oleh ayah dan ibuku. Hidupku bisa dibilang kurang beruntung.

Di sekolah, aku selalu dikucilkan. Tidak punya teman, bahkan sering dibully oleh Fani dan gengnya.

Pulang ke rumah pun bukannya tenang, justru semakin menderita. Bibi dan pamanku tidak pernah menyayangiku selayaknya keluarga.

Semoga kelak mereka bisa melihatku sebagai keponakan, sebagai keluarga mereka.

Empat bulan lagi aku lulus sekolah. Aku yakin bibi dan paman tidak akan datang ke acara kelulusanku nanti. Tidak apa, aku sudah terbiasa sendiri. Seakan dunia ini tidak pernah benar-benar melihatku.

Harapanku untuk Shavira di masa depan: semoga hidupmu lebih bahagia, bisa tertawa lepas, seakan dunia ini masih berpihak padamu.

Dari Shavira, untuk Shavira di masa depan 🙃

Notebook itu tergenggam erat di tangan Mira. Air matanya jatuh semakin deras. Sesak dan penyesalan menyesap ke dalam hatinya.

"Bibi minta maaf, Shavira…" ucapnya terbata, suaranya pecah oleh tangis.

.

.

.

.

" Kita mau ke mana, Mbak?" tanya sopir dari kursi depan.

Shavira masih menatap lurus ke jalan raya. Suaranya pelan, nyaris tanpa arah.

"Ke mana aja, Pak…"

Sopir itu mengernyit heran. "Maksudnya, Mbak?"

Shavira terdiam. Kepalanya penuh pikiran. Ke mana dia harus pergi? Bagaimana cara menghibur diri di tengah hati yang sesak ini?

"Mbak?" ulang sopir itu lagi.

Shavira akhirnya berucap lirih, "Bawa saya ke taman kota."

"Baik." Sopir mengangguk dan mobil pun melaju.

Shavira merebahkan kepalanya di sandaran kursi. Pandangannya kosong, masih menatap jalan raya yang terus dilewati.

Drt… drt…

HP-nya bergetar. Sebuah notifikasi dari kalender muncul di layar. Shavira sempat melirik sebentar.

Hari ke-15 menuju kematian.

Layar HP ia matikan dengan cepat. "Hah..."

Benarkah aku akan mati sebentar lagi? Apa nyawaku tidak dapat di tolong?

Sam. Apakah dia bisa meminta tolong pada lelaki itu? Tidak… percuma. Sam hanya menyuruhnya pasrah, mengikuti takdir. Bukan menyelamatkan.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di parkiran taman kota. Shavira menyerahkan ongkos, lalu keluar tanpa banyak bicara.

Kakinya melangkah pelan, menyusuri jalan setapak taman yang dipenuhi pepohonan. Angin berembus, menambah suasana sendu. Hingga pandangannya terhenti pada trotoar tertentu.

Tempat itu… tempat di mana nyawanya hampir melayang.

Hatinya mencelos. "Waktu itu aneh sekali… seakan waktu berhenti sesaat. Apa itu ulah...."

"Itu ulahku."

"Sam?" ucapnya, menoleh ke samping.

Di sana, Sam berdiri dengan senyum hangat menatapnya.

"Hai, Shavira."

1
Ceyra Heelshire
what the hell
Maki Umezaki
Terima kasih penulis, masterpiece!
Tae Kook
Perasaan campur aduk. 🤯
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!