TOLONG CABUT PAKU DI KEPALA KAMI

TOLONG CABUT PAKU DI KEPALA KAMI

Tolong : 01

“Kita sudah sampai, Bu Bidan. Ini rumah dinas yang diperuntukkan bagi tenaga medis puskesmas kelurahan Sumberjo.”

Seorang wanita berperawakan langsing, memiliki paras cantik pribumi – turun dari mobil minibus yang disopiri oleh petugas kecamatan.

Laila namanya, ia baru saja dimutasi dari rumah sakit besar ibu kota. Sorot mata tegasnya memperhatikan rumah yang tidak terawat, sampah dedaunan kering memenuhi teras.

‘Ini rumah manusia atau hantu?’ tanyanya dalam hati. Bangunan di depannya jelas sudah lama tidak berpenghuni. Halaman kanan-kirinya begitu kotor.

“Terima kasih, Pak. Silahkan kalau mau jalan lagi!” ucap Laila.

“Baik, Bu Bidan. Saya permisi, semoga Anda betah mengabdi di desa ini!” Sang sopir langsung masuk lagi kedalam mobil dan segera melaju pergi.

Laila menyeret koper besarnya.

“Bu bidan Laila, ya?”

Yang dipanggil pun berbalik.

“Ju_leha ….”

Bugh.

“Anda tidak apa-apa, Pak?” Laila bergegas hendak menolong pria yang terjauh kebelakang ketika melihat parasnya.

Pria berbaju dinas coklat itu berdiri sendiri. Matanya masih memindai wanita berbalut kaos oblong, rambut diikat satu dan mengenakan celana jeans bagian bawah lebar.

“Tadi kalau tidak salah, Bapak panggil saya Juleha, siapa dia?” Laila menelisik wajah laki-laki berkumis tebal.

“Perkenalkan, nama saya Sopyan. Ketua RW sekaligus perangkat kelurahan. Anu_ dia Bidan sebelumnya, kebetulan rumah ini juga bekas ditempati olehnya,” katanya mencoba menutupi kegugupan.

“Lantas di mana Beliau sekarang, Pak?” tanya Laila sambil berjabat tangan perkenalan.

“Sudah pulang ke kampung halamannya. Dia cuma sebentar di sini, belum juga genap setahun.” Pak bayan melepaskan jabat tangan mereka.

“Kenapa begitu singkat, Pak?”

“Kalau itu saya kurang tau, Bu. Dengar kabar dia terpaksa pulang lantaran bapaknya sakit keras.”

“Oh … ngomong-ngomong di puskesmas ada tidak ya fotonya? Saya jadi penasaran se-mirip apa kami?”

“Tidak ada, Bu!” jawabnya begitu cepat.

‘Aneh. Mustahil rasanya kalau sama sekali tidak ada potretnya. Setidaknya foto dokumentasi untuk kepentingan kerja,’ raut Laila terlihat biasa saja, tetapi batinnya begitu berisik penuh praduga.

“Maaf ya Bu bidan, Saya tidak bisa berlama-lama. Harus kembali ke kantor kelurahan lagi. Ini kunci rumahnya. Oh iya, itu rumah saya!” Tunjuknya pada bangunan kokoh di samping kiri rumah dinas Laila, jaraknya 15 meteran.

Ternyata Laila dan pak RW bertetangga.

Selepas kepergian pak bayan, Laila memasukkan anak kunci, lalu mulai membuka pintu bercat putih kusam. Belum sempat kakinya melangkah masuk ….

“Bu bidan Laila, ya?”

Laila pun berbalik, persis kejadian saat Sopyan menyapanya. Wanita berambut keriting dan tubuh sedikit tambun dihadapannya hampir saja jatuh, beruntung ada laki-laki yang menahan tubuhnya.

Laila tersenyum simpul, memberi waktu si wanita yang diperkirakan berumur pertengahan 20 tahunan.

“Maaf kalau respon saya mengejutkan Anda, Bu bidan,” tuturnya sungkan sambil menunduk malu.

“Tidak mengapa, Bu. Sepertinya saya harus membiasakan diri. Dikarenakan sudah dua orang mengira saya mirip bidan sebelumnya,” selorohnya basa-basi.

“Kalian memang mirip, cuma bedanya Anda lebih tinggi dan tidak memiliki lesung pipi. Saya Ida, tetangga kanan bu Bidan. Kalau butuh sesuatu jangan sungkan mengetuk pintu rumah saya.” Ida pun mengulurkan tangan yang langsung disambut hangat oleh Laila.

Laila juga mengulurkan tangan ke laki-laki yang berdiri di samping Ida, tetapi setelah beberapa detik tidak juga disambut, ia menarik kembali uluran tangannya.

Ida tersenyum sungkan. “Ini suami saya, Bu. Namanya Santo.”

Laila sedikit mengangguk, tatapannya bertemu pandang dengan mata tajam pria yang pipi kanannya terdapat bekas luka cukup dalam (codet). Entah mengapa tengkuk Laila langsung meremang, cepat-cepat ia memutus pandangan mereka.

“Terima kasih Bu Ida sudah menyapa saya. Semoga kedepannya kita bisa akrab,” ujar Laila.

“Iya, Bu. Kami pamit dulu ya,” Ida dan suaminya berjalan ke arah rumah mereka, samping kiri hunian Laila.

Kening Laila berkerut, matanya menyipit memperhatikan sepasang suami istri itu. Kemudian dia masuk. Ternyata bagian dalam rumah tidak seperti bayangannya, sangat kotor.

Hunian tidak seberapa besar ini terlihat rapi, tidak berdebu, seperti dibersihkan setiap hari. Perabotannya juga banyak; sofa sudut, satu set meja makan, dapur minimalis yang terdapat kompor gas, rak piring aluminium pun lengkap dengan isi peralatan makan serta memasak.

Kening Laila berkerut dalam, ini sangat aneh. Terlihat ada kehidupan di dalam rumah yang katanya kosong. Tiba-tiba ....

“Siapa …?”

Laila melihat bayangan melintas di area dapur. Kakinya melangkah cepat guna mencari tahu.

Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Dibukanya pintu kamar mandi yang juga kosong.

“Sepertinya perasaanku saja. Mungkin efek lapar dan lelah,” gumamnya lirih, ia kembali ke ruang tamu. Mulai membuka kopernya, mencari peralatan mandi.

Telinga nya mendengar suara gemericik air. Seketika bulu tangan dan tengkuknya meremang. Jelas-jelas ia tidak ada membuka keran air.

Laila kembali ke dapur, air keran bak cuci piring tidak menyala. Begitu juga kamar mandi. Dia menjadi kesal sendiri, fisiknya masih lelah disebabkan perjalanan jauh, kini ada yang ingin menjahilinya.

Tidak mau ambil pusing, Laila berganti baju dengan yang lebih santai. Kemudian dia mulai menyapu lalu mengepel lantai rumah. Teras dan halaman urusan nanti saja, ia sudah kehabisan daya.

Setelahnya membuka nasi bungkus yang tadi dibelinya sewaktu perjalanan kesini. Selesai makan, ia pun mandi.

Hari sudah beranjak mau magrib, Laila menutup gorden jendela, netranya menatap baut teralis banyak yang tidak terpasang.

“Besok aku harus ke kota kecil,” gumamnya pelan.

“Ngantuk nya.” Dia menguap lebar, tak lama kemudian matanya tertutup sempurna. Bukan tidur di kamar, melainkan sofa busa ruang tamu.

***

Tengah malam.

Tok.

Tok.

Hiks hiks hiks.

“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”

“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”

Mata Laila terbuka lebar. ‘Aku nggak salah dengar kan? Seperti ada yang mengetuk pintu, tapi siapa?’

Seketika badannya terduduk, manik hitamnya melirik jam tangan. Pukul 01:00 dini hari.

Kembali dia mendengar rintihan sakit, tapi kini suara tunggal bukan serentak.

"Sakit sekali! Tolong cabut paku ini!"

Srek.

Jantung Laila bergemuruh, ekor matanya menangkap bayangan jubah putih menyapu lantai. Secepat kilat ia memalingkan wajah guna memperjelas penglihatan.

Namun, sosok itu melayang ke bagian dapur. Laila beranjak, ia begitu penasaran ingin melihat wujudnya.

“Siapa?” tanyanya dengan irama jantung berpacu cepat. Tak ada jawaban, Laila melihat lantai yang terdapat tetesan darah merah pekat. Bau anyir seketika menusuk hidungnya.

“Jangan bercanda! Kau siapa?!” ia mulai geram sekaligus takut, tetapi tetap tak berlari dari sana.

Sosok berambut panjang dan jubah putih berlumpur, kotor penuh bercak darah itu menembus pintu belakang.

Tanpa ragu Laila membuka grendel pintu.

“Sial. Gelap sekali, aku tidak bisa melihat apapun!” rutuknya, cahaya lampu dapur tidak bisa menjangkau jauh.

Tiba-tiba ada sekawanan kunang-kunang yang menarik perhatiannya. Laila berjalan mendekati cahaya hijau kekuningan itu yang jaraknya 9 meter dari bangunan dapur.

Saat tangannya hendak menangkap seekor Kunang-kunang, tiba-tiba lampu rumah bagian belakang milik Ida hidup.

“Bang, aku mendengar ada orang jalan di belakang. Coba periksa!”

Deg.

“Aku harus bagaimana ini?!”

.

.

Bersambung.

Setting tahun pertengahan 1990-an.

Terpopuler

Comments

💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒

💜⃞⃟𝓛 ☕Y✨☘𝓡𝓳✨❤️⃟Wᵃf✨•§͜¢•🍒

slmt kk karya baru netas lagi dehh

2025-08-12

5

wasiah miska nartim

wasiah miska nartim

doooooooooooor,selamat siang indinesia raya,selamat pagi Qatar,baru niyeeeeeeeeee😊😊😊😊😊😊😊😊😊

2025-08-12

2

Lisstia

Lisstia

assalamualaikum kak
aku baru mampir karena emg niat nimbun bab rasanya klau baca satu satu kurang greget aja soalnya pasti ceritanya seru
aku yang penakut ini juga lebih milih baca di siang hari ini 🤣🤣🤣
bu bidan kamu kok berani banget ya
klau aku pasti milih diem aja di sofa gak berani ngikutin tuh secara udah jelas klau itu hantu dan itulah alasanku gak mau di rumah sendirian

2025-08-29

2

lihat semua
Episodes
1 Tolong : 01
2 Tolong : 02
3 Tolong : 03
4 Tolong : 04
5 Tolong : 05
6 Tolong : 06
7 Tolong : 07
8 Tolong : 08
9 Tolong : 09
10 Tolong : 10
11 Tolong : 11
12 Tolong : 12
13 Tolong : 13
14 Tolong : 14
15 Tolong : 15
16 Tolong : 16
17 Tolong : 17
18 Tolong : 18
19 Tolong : 19
20 Tolong : 20
21 Tolong : 21
22 Tolong : 22
23 Tolong 23
24 Tolong : 24
25 Tolong : 25
26 Tolong : 26
27 Tolong : 27
28 Tolong : 28
29 Tolong : 29
30 Tolong : 30
31 Tolong : 31
32 Tolong : 32
33 Tolong 33
34 Tolong : 34
35 Tolong : 35
36 Tolong : 36
37 37 : Tolong
38 Tolong : 38
39 Tolong: 39
40 Tolong : 40
41 Tolong : 41
42 Tolong : 42
43 43 : Tolong
44 44 : Tolong
45 45 : Tolong
46 46 : Tolong
47 Tolong : 47
48 48 : Tolong
49 49 : Tolong
50 50 : Tolong
51 51 : Tolong.
52 52 : Tolong
53 53 : Tolong
54 54 : Tolong
55 55 : Tolong
56 56 : Tolong
57 57 : Tolong
58 Tolong : 58
59 59 : Tolong
60 60 : Tolong
61 61 : Tolong
62 62 : Tolong
63 63 : Tolong
64 64 : Tolong
65 65 : Tolong
66 66 : Tolong
67 67 : Tolong
68 68 : Tolong
69 69 : Tolong
70 70 : Tolong
71 71 : Tolong
72 72 : Tolong
73 73 : Tolong
74 74 : Tolong
75 75 : Tolong
76 76 : Tolong
77 77 : Tolong
78 78 : Tolong
79 79 : Tolong
80 80 : Tolong
81 81 : Tolong
82 82 : Tolong
83 83 : Tolong
84 84 : Tolong
85 85 : Tolong
86 86 : Tolong
87 87 : Tolong
88 88 : Tolong
89 89 : Tolong
90 90 : Tolong
91 91 : Tolong
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Tolong : 01
2
Tolong : 02
3
Tolong : 03
4
Tolong : 04
5
Tolong : 05
6
Tolong : 06
7
Tolong : 07
8
Tolong : 08
9
Tolong : 09
10
Tolong : 10
11
Tolong : 11
12
Tolong : 12
13
Tolong : 13
14
Tolong : 14
15
Tolong : 15
16
Tolong : 16
17
Tolong : 17
18
Tolong : 18
19
Tolong : 19
20
Tolong : 20
21
Tolong : 21
22
Tolong : 22
23
Tolong 23
24
Tolong : 24
25
Tolong : 25
26
Tolong : 26
27
Tolong : 27
28
Tolong : 28
29
Tolong : 29
30
Tolong : 30
31
Tolong : 31
32
Tolong : 32
33
Tolong 33
34
Tolong : 34
35
Tolong : 35
36
Tolong : 36
37
37 : Tolong
38
Tolong : 38
39
Tolong: 39
40
Tolong : 40
41
Tolong : 41
42
Tolong : 42
43
43 : Tolong
44
44 : Tolong
45
45 : Tolong
46
46 : Tolong
47
Tolong : 47
48
48 : Tolong
49
49 : Tolong
50
50 : Tolong
51
51 : Tolong.
52
52 : Tolong
53
53 : Tolong
54
54 : Tolong
55
55 : Tolong
56
56 : Tolong
57
57 : Tolong
58
Tolong : 58
59
59 : Tolong
60
60 : Tolong
61
61 : Tolong
62
62 : Tolong
63
63 : Tolong
64
64 : Tolong
65
65 : Tolong
66
66 : Tolong
67
67 : Tolong
68
68 : Tolong
69
69 : Tolong
70
70 : Tolong
71
71 : Tolong
72
72 : Tolong
73
73 : Tolong
74
74 : Tolong
75
75 : Tolong
76
76 : Tolong
77
77 : Tolong
78
78 : Tolong
79
79 : Tolong
80
80 : Tolong
81
81 : Tolong
82
82 : Tolong
83
83 : Tolong
84
84 : Tolong
85
85 : Tolong
86
86 : Tolong
87
87 : Tolong
88
88 : Tolong
89
89 : Tolong
90
90 : Tolong
91
91 : Tolong

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!