Kepergok berduaan di dalam mobil di daerah yang jauh dari pemukiman warga membuat Zaliva Andira dan Mahardika yang merupakan saudara sepupu terpaksa harus menikah akibat desakan warga kampung yang merasa keduanya telah melakukan tindakan tak senonoh dikampung mereka.
Akankah pernikahan Za dan Dika bertahan atau justru berakhir, mengingat selama ini Za selalu berpikir Mahardika buaya darat yang memiliki banyak kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17.
Deg.
Za tersentak mendengar cerita Hilda yang menurutnya sangat tidak mungkin, mengingat ia dan Mahardika merupakan saudara sepupu, tidak mungkin Mahardika menyukainya kan? Pernikahan mereka saja terjadi lantaran kepergok warga setempat.
"Sebentar deh...!." Hilda sontak menghentikan langkahnya dan menoleh pada Za ketika menyadari sesuatu. "Bukannya dokter Za sepupunya tuan ganteng, masa iya sih dokter Za nggak tahu." sambung Hilda dengan tatapan curiga.
Za langsung mengusap tengkuknya, memutar otak untuk mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Hilda. "Aku pindah ke jakarta belum lama ini, sebelumnya aku menetap di Surabaya makanya aku nggak terlalu tahu tentang kehidupan tuan Mahardika." Za tak sepenuhnya berdusta, bukan? Karena faktanya memang begitu, ia dan keluarganya tidak berdomisili di ibukota sehingga tak tahu banyak tentang kehidupan percintaan Mahardika.
"Oh pantes..." Kata Hilda sambil mengangguk paham.
Hilda yang tidak ikut serta pada meeting siang tadi sempat berpikir jika istri Mahardika berprofesi sebagai model atau bahkan artis, tapi setelah mendengar percakapan dokter Yuli bersama rekannya di kantin tadi Hilda pun jadi paham bahwa wanita yang berstatus nyonya Mahardika ternyata berprofesi sebagai seorang dokter dan kebetulan bekerja di rumah sakit yang sama dengan mereka.
"Dok, Sebenarnya siapa sih istrinya tuan ganteng, aku jadi penasaran?." Sebagai sepupu dari Mahardika, Hilda yakin seratus sepuluh persen Za mengenal istri Mahardika.
Tadinya Za berpikir ia sudah terselamatkan dari pertanyaan Hilda, tapi kenyataannya tidak karena faktanya gadis itu kembali mempertanyakannya.
"Maaf ya...aku sudah terlanjur janji pada tuan Mahardika untuk tidak mengatakannya pada siapapun. Sekali lagi maaf ya Hilda sayang....." Za Terpaksa berdusta, dan wanita itu pun memasang wajah tak enak hati, berharap Hilda mengerti dan tak lagi memaksanya untuk menjawab.
"Baiklah, kalau begitu..." balas Hilda dengan wajah pasrahnya.
"Maaf....aku terpaksa berdusta padamu, Hilda." dalam hati Za. Sebenarnya ia tak tega membohongi Hilda. tapi mau bagaimana lagi, setelah melakukan berbagai macam pertimbangan Za memutuskan untuk merahasiakan statusnya sebagai nyonya Mahardika untuk sementara waktu dari semua rekan kerjanya. Za tidak ingin ada omongan yang kurang mengenakkan Jika ia mengakui statusnya sekarang. Biarlah nanti setelah ia cukup lama bekerja di sana, dan orang-orang melihat kinerja serta dedikasinya baru Za akan mengungkapkan statusnya, begitu rencana Zaliva.
Obrolan Za dan Hilda berakhir setelah mereka Hampir memasuki ruangan tempat mereka bertugas. Keduanya kembali melaksanakan tugas masing-masing sampai pada pukul empat sore bergantian sif jaga dengan dokter dan perawat lainnya.
Seperti biasa saat keluar gedung Za sudah menyaksikan mobil Mahardika terparkir di depan gerbang. Kali ini Za masuk ke mobil suaminya dengan mengedap-ngedap dan itu berhasil memancing kerutan halus di dahi Mahardika.
"Kamu kenapa sih, sayang?."
"Bukan apa-apa kok mas." balas Za.
"Bukan apa-apa, tapi masuknya kok mengedap-ngedap kayak maling gitu?."
Sepersekian detik kemudian, Mahardika baru teringat akan pengakuannya di ruang meeting siang tadi.
"Maaf, jika kamu merasa kurang nyaman dengan pengakuan mas di ruang meeting siang tadi. Mas hanya ingin menegaskan bahwa mas sudah menikah, dan mas melakukan semua itu untuk menjaga hati dan perasaan istri mas."
Deg.
Jujur, Za terharu mendengar jawaban Mahardika, sejauh itu suaminya itu memikirkan perasaannya. Za menggelengkan kepala seolah menepis perasaan aneh yang menyelinap ke dalam hatinya.
Di sepanjang perjalanan Zaliva dan Mahardika tak banyak terlibat obrolan, Mahardika fokus mengemudi sedangkan Za sibuk dengan pemikirannya sendiri.
"Apa selama ini aku sudah salah menilai mas Dika? Apa sebenarnya mas Dika tidak seperti yang aku kira, lelaki buaya darat yang memiliki banyak kekasih?." dalam hati Za seraya melirik pada suaminya.
Sampai mobil Mahardika tiba di depan gerbang rumah, Za masih sibuk dengan lamunannya sendiri. Barulah saat Mahardika turun dari mobil untuk membuka gembok pintu gerbang, Za baru terbangun dari lamunannya.
"Astaga... ternyata sudah sampai rumah." batinnya.
Setelah membuka pintu gerbang Mahardika lantas kembali ke mobil dan lanjut memasukkan mobil ke dalam. sepertinya hingga satu Minggu ke depan Mahardika dan juga Za harus mandiri, tanpa bantuan dari penjaga gerbang serta asisten rumah tangga yang biasanya selalu sigap melayani.
Setibanya di rumah mereka langsung ke kamar untuk membersihkan tubuh yang sudah terasa gerah setelah seharian beraktivitas.
Setengah jam kemudian Za sudah selesai mandi dan juga mengenakan pakaian lengkapnya, sementara Mahardika masih berada di dalam kamar mandi. Za keluar kamar hendak menuju ke dapur. Za membuka pintu kulkas, menatap bahan makanan yang bisa diolahnya menjadi masakan yang layak dikonsumsi oleh manusia tentunya. Dengan berbekal tutorial dari YouTube, Za mulai bergerak memotong beberapa jenis sayuran untuk membuat capcay. Untuk lauknya, Za mengambil dua potong paha ayam untuk diolah menjadi ayam goreng, jenis masakan yang paling mudah jika dibandingkan dengan jenis masakan lainnya menurut Zaliva.
"Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mau berusaha." Gumam Za seakan menyemangati diri sendiri.
Hampir setengah jam berlalu, wajah Za nampak berseri-seri ketika ia berhasil memasak dua jenis makanan, yakni ayam goreng dan juga capcay.
"Kau memang hebat Zaliva Andira..." seperti kata orang, kalau bukan kita yang memuji diri sendiri lalu siapa lagi, iya kan? Sepertinya hal yang sedang dilakukan oleh Zaliva, memuji hasil masakannya yang menurutnya lumayan, masih layak untuk dikonsumsi manusia.
Mahardika yang baru saja tiba di ruang makan menyaksikan Za tengah menyajikan makanan di atas meja makan. "Kamu masak?." tanya Mahardika dan Za mengangguk dengan seulas senyum manis di wajah cantiknya.
Selesai menata hasil masakannya, Za menuntun Mahardika untuk duduk dan mencicipi hasil masakannya.
Setelah mencicipi hasil masakan Zaliva, Mahardika kembali mengakui kelebihan istrinya itu, baru belajar memasak tapi hasil masakannya sudah termasuk dalam kategori lumayan.
"Istriku memang hebat. Cup." Za yang tengah berdiri dengan posisi sedikit merunduk di samping kursi Mahardika, antusias mengisi piring suaminya itu dengan hasil masakannya, dibuat tersentak dengan kecu-pan lembut Mahardika di pipinya.
Dalam diam serta wajah merona, Za beranjak kembali ke tempat duduknya.
Mahardika mengulum senyum menyaksikan wajah Za yang nampak merona. Dari sikap yang ditunjukkan Za selama kebersamaan mereka, Mahardika yakin jika ia telah berhasil menyentuh hati istrinya itu. Benar kata papa Okta, kelembutan mampu menyentuh hati wanita.
Setelah selesai makan malam, Za membereskan meja makan dan lanjut mencuci piring bekas makan mereka.
"Perlu mas bantu, nggak?." Za yang sibuk menggosok piring tiba-tiba merasakan pelukan tangan besar milik Mahardika pada pinggangnya. Pria itu menyadarkan dagunya pada bahu Zaliva.
"Ng_Nggak perlu mas, ini juga sudah mau selesai kok." balas Za seraya menetralkan perasaan aneh di dalam hatinya.