NovelToon NovelToon
Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Wanita Di Atas Ranjang Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Shinta Aryanti

Suaminya tidur dengan mantan istrinya, di ranjang mereka. Dan Rania memilih diam. Tapi diamnya Rania adalah hukuman terbesar untuk suaminya. Rania membalas perbuatan sang suami dengan pengkhianatan yang sama, bersama seorang pria yang membuat gairah, harga diri, dan kepercayaan dirinya kembali. Balas dendam menjadi permainan berbahaya antara dendam, gairah, dan penyesalan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shinta Aryanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Rahasia..

Jarum jam dinding sudah melewati pukul dua. Lampu ruangan temaram. Malam Minggu yang sunyi terasa panjang sekali.

Rania duduk di lantai, bersandar ke dinding. Askara duduk di sampingnya, bahunya jadi sandaran kepalanya.

Meski perlahan mereka mengatur napas, degup jantung mereka justru makin liar. Keras. Terdengar di telinga sendiri.

Tangan Rania masih menggenggam lengan kemeja Askara, erat, seperti tidak mau dilepas.

Sedangkan Askara... Ia menatap ke depan, rahangnya tegang, seolah takut kalau ia menoleh sedikit saja, bibir mereka akan kembali bertemu.

Keheningan itu lama sekali, sampai akhrinya Rania berbisik pelan:

     "Terima kasih... Karena tidak pergi."

Askara menunduk sedikit.suaranya rendah, berat.

     "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu malam ini. Bahkan kalau kamu mengusirku sekali pun."

Rania memejamkan mata. "Kalau besok... Aku pura - pura tidak terjadi apa - apa, kamu marah?"

Askara menoleh. Menatap wajah Rania yang letih.

     "Kamu bisa pura - pura pada semua orang, Ran," katanya pelan, "Tapi jangan padaku."

Rania membuka mata, bertemu dengan tatapan itu. Mereka saling diam.

Tangan Askara bergerak pelan ke bawah. Menyentuh jemari Rania. Ia menggenggamnya erat.

Deg.

Rania tidak menarik tangan itu. Ia justru membalas menggenggam , jari mereka saling bertaut.

      "Ran," suara Askara nyaris seperti bisikan, "kalau malam ini kita melewati batasan itu, maka tidak ada jalan kembali,"

Rania menelan ludah, menahan gemetar. "Aku... tidak punya tenaga untuk kembali kemana pun."

Sunyi lagi.

Tapi genggaman tangan mereka menguat.

Askara mengangkat jemari Rania ke bibirnya. Menciumnya. Perlahan, lama, membuat jantung perempuan itu seolah berhenti.

Jam terus berjalan.

Tapi mereka tidak bergerak.

Duduk di lantai ruang itu, saling bersandar, tangan saling menggenggam.

Tidak ada yang berani tidur. Karena mereka tahu, begitu mata mereka terpejam, dunia besok tidak akan pernah sama lagi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jam hampir menunjuk pukul tiga pagi. Di ruangan kecil itu, udara terasa berat.

Rania duduk bersandar ke dinding, kepala miring ke bahu Askara. Mata setengah terpejam, tapi tubuhnya tegang, seolah takut semua ini hanya mimpi.

Beberapa menit tidak ada suara.

Lalu Rania bicara, pelan.

       "Aku tidak ingin pulang, tapi... aku harus segera pulang.."

       "Kenapa harus pulang? tidak harus, Ran."

       "Ibra, anakku... ulang tahun." Rania menghela napas. "Aku harus menyiapkan semuanya sendiri... memasak, mendekor, menyiapkan kado - kado,"

       "Kamu? sendirian?"

       "Kalau bukan aku, siapa lagi?" senyum Rania hambar.

Lalu diam. Askara tak lagi menimpali. Dan tiba - tiba jemari Askara bergerak. Ia merapikan anak rambut di wajah Rania, gerakan kecil yang membuat napas Rania tersendat.

       "Tidurlah," ucapnya. "Besok... biar aku yang urus."

Rania menatapnya, bingung. "Apa maksudmu?"

      "Tidak usah pikirkan. Tidur saja," balas Askara, lembut.

Hening.

Rania memejamkan mata, tapi sesaat kemudian ia membuka matanya lagi, suaranya lirih, "Kalau aku tidur, kamu tidak akan pergi kan?"

      "Aku janji."

Entah kenapa, janji sederhana itu membuat mata Rania panas.

Rania menggeser tubuhnya, hingga kini ia duduk di pangkuan Askara.

Tidak ada penolakan. Lengan Askara otomatis melingkari pinggangnya, menahan agar Rania tidak jatuh.

Sesekali Rania mendongak melihat wajah tampan Askara,.

Dan diantara diamnya mereka itu, beberapa kali bibir mereka kembali bertemu. Singkat. Tidak liar seperti sebelumnya, Tapi sentuhan bibir itu berhasil mencuri napas mereka.

Ciuman kecil, Pelukan singkat.

Tidak ada kata - kata.

Tidak ada janji.

Hanya dua orang yang tidak berani mengakui bahwa mereka butuh satu sama lain.

Di luar, kota tidur.

Di dalam ruangan itu, jam - jam malam seperti terhenti.

Rania terlelap sebentar di pangkuan Askara yang tengah meraih ponselnya diam - diam. Mengirim pesan cepat kepada asistennya.

   "Siapkan semua makananan pesta untuk anak - anak. Kue, camilan, makanan berat, Kirim ke alamat ini jam 12 siang nanti. Jangan ada nama pengirim."

Askara lalu mengirimkan alamat Rania, yang ia diam - diam lihat di surat perjanjian.

Ia menatap kembali wajah Rania yang terpejam.

Malam ini, tanpa kata - kata, ia memutuskan satu hal, kalau dunia tidak bisa membuat hidup Rania mudah, maka ia yang akan mempermudahnya diam - diam.

...****************...

Matahari sudah tinggi ketika Rania terbangun. Cahaya putih menembus tirai tipis di ruangan kaca itu, menyilaukan mata.

Ia mengerjapkan mata beberapa kali.

Butuh waktu beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada.

Kantor.

Lantai yang dingin.

Dan... ia sendirian.

Hanya ada bantal dan selimut tipis, yang entah kapan ada di situ.

Rania refleks menoleh ke sisi kanan. Kosong. Askara sudah tidak ada.

Napasnya tercekat.

Bagian dalam dadanya tiba - tiba terasa hampa, seperti baru saja ditinggalkan mimpi yang terlau indah.

Ia bangkit perlahan, masih linglung.

Di meja kerjanya, ada sebotol air mineral yang belum dibuka.

Dan selembar kertas dengan tulisan tangan yang rapi.

       "Tidurlah sebentar lagi, acara hari ini biar aku yang urus. -A-."

Rania menatap kertas itu lama sekali. Bibirnya bergetar, tanpa sadar ujung matanya panas.

Ia meraba bibirnya sendiri. Masih ada rasa panas, samar, dari ciuman semalam.

Sekilas, ada sesuatu yang berubah di udara.

Seolah ruangan kecil ini menyimpan rahasia mereka.

Rania berdiri lama di depan jendela kaca. Memandang kota yang mulai ramai. Ada rasa takut, ada rasa hangat. Dan ada satu pertanyaan yang tidak bisa ia jawab, bagaimana ia harus pulang hari ini?"

Sementara itu, di luar sana, jauh sebelum Rania bangun, Askara sudah meninggalkan kantor. Berbeda dengan Rania yang sempat tidur, pria tampan itu sama sekali tidak dapat memejamkan mata. Menikmati malam yang akan menjadi rahasia untuknya dan Rania.

(Bersambung)....

1
yuni ati
Mantap/Good/
Halimatus Syadiah
lanjut
Anonymous
buat keluarga Niko hancur,, dan buat anak tirinya kmbali sama ibux,, dan prlihatkn sifat aslix
Simsiim
Ayo up lagi kk
Kinant Kinant
bagus
Halimatus Syadiah
lanjut. ceritanya bagus, tokoh wanita yg kuat gigih namun ada yg dikorban demi orang disekelilingnya yg tak menghargai semua usahanya.
chiara azmi fauziah
kata saya mah pergi aja rania percuma kamu bertahan anak tiri kamu juga hanya pura2 sayang
Lily and Rose: Ah senengnya dapet komentar pertama 🥰… makasih ya udah selalu ngikutin novel author. Dan ikutin terus kisah Rania ya, bakal banyak kejutan - kejutan soalnya 😁😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!