"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Nasihat Bunda Zahra
..."Tidak perlu kata untuk mengungkapkan rasa sakit hati, karena lukanya tidak bisa di lihat maupun di raba dan hanya bisa di rasa. Namun, jika saja masih ada kesempatan kedua, maka manfaatkan lah waktu itu dengan sangat baik tanpa kembali melukainya."...
...~~~...
Raihan berhenti dengan menatap dalam wajah sang adik dengan tatapan yang sulit untuk di gambarkan, karena sekarang ia tengah marah, dan juga kesal kepada Rayan yang membuat Alya pergi keluar dari kamarnya. Dan jika itu terjadi, maka orangtuanya kemungkinan besar akan tahu bahwa rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.
"Lepas, Rayan! Ini bukan urusanmu!" tegas Raihan dengan melepas genggaman tangan sang adik dari lengan tangannya.
"Bang! Dengarkan aku dulu," pinta Rayan dengan mencoba untuk menghentikan abangnya itu untuk pergi mengejar Alya.
"Aaakhh! Udah Rayan! Kamu jangan ikut campur!" Raihan tidak mendengarkan Rayan dan memilih tetap pergi mengejar Alya yang sudah pergi entah ke mana.
"Bang!" panggil Rayan dan ia tidak bisa menghentikan abangnya lagi, karena kelihatanya Raihan begitu marah.
Rayan pun menatap tidak berdaya terhadap kepergian Raihan yang sudah tidak bisa di hentikan lagi. Usahanya untuk mencegah Raihan pergi menemui Alya gagal. Akan tetapi, ia tidak akan diam saja, dan akan mengikuti Raihan yang hendak menemui Alya.
"Aaakhh! Aku tidak akan membiarkan Bang Raihan menyakitimu lagi Alya!" ucap Rayan di dalam hatinya dengan mengejar Raihan.
***
Alya tidak bisa menahan tangisnya lagi, ia menangis tersedu-sedu di dapur, berhadap di sana ia bisa melepaskan semua rasa sakitnya, dengan mengerjakan sesuatu yang bisa mengalihkan rasa sakitnya itu.
"Hiks! Kamu harus kuat Alya! Jangan menangis!" ucap Alya pelan sembari mengusap air matanya oleh kedua tangannya agar tidak ada yang menyadari bahwa ia tengah menangis.
Dengan meraih piring kotor dan menyalakan keran air di wastafel, Alya pun mulai membersihkan piring yang sudah kotor, dengan berusaha melupakan rasa sakitnya, dan menahan tangisnya. Akan tetapi, sekuat apapun Alya menahan tangisnya, tetap saja air matanya keluar tanpa di minta.
Bunda Zahra yang baru saja datang ke dapur hendak menyiapkan makan malam untuk suami dan anak menantunya setelah salat isya, seketika menjadi keheranan begitu melihat Alya yang tengah membersihkan piring kotor. Padahal selama ini Alya begitu di manja oleh kedua orangtuanya, sehingga tidak mungkin seorang model papan atas melakukan pekerjaan rumah.
Tidak ingin berlama-lama menerka mengenai menantunya, Bunda Zahra pun memutuskan untuk menghampiri Alya langsung, dengan meraih pundak sang menantu yang terlihat bergetar.
"Alya," penggil Bunda Zahra dengan tersenyum dan menatap sang menantu.
"Eh, Bunda. Kapan ke sini?" ucap Alya sembari memalingkan wajahnya ke samping kiri untuk mengusap air mata yang masih tersisa agar Bunda Zahra tidak curiga.
Seketika Bunda Zahra langsung bisa memahami, apa yang tengah Alya rasakan saat in. Dengan begitu ia pun tersenyum tipis dan membuat Alya menatap kepada dirinya.
"Belum lama kok, Bunda baru datang ke dapur, dan melihat kamu mencuci piring. Ada apa denganmu, Alya? Kamu abis menangis?" tanya Bunda Zahra dengan mencoba mencari tahu akan masalah yang terjadi dalam rumah tangga anak menantunya itu.
"Aku enggak papa kok Bunda, ini lagi cuci piring saja, sekalian kan mau nyiapin makan malam," jawab Alya dengan tersenyum tipis untuk meyakinkan Bunda Zahra bahwa ia sedang baik-baik saja.
"Alya, lihat Bunda! Mata kamu tidak bisa berbohong, Bunda tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Dan Bunda lihat kamu menangis barusan," ucap Bunda Zahra sembari memegang pundak Alya yang sempat bergetar.
Di rasa Alya terkejut oleh tindakannya, Bunda Zahra pun melepas pegangan tangannya dari pundak Alya, lalu menghadap ke samping.
"Cerita lah, Bunda bisa jadi teman ceritamu," lanjutnya dengan meraih piring yang ada di atas meja dekat wastafel, berniat untuk membawa piring itu ke meja makan.
Kedua mata Alya terlihat berkaca-kaca. Ia tidak berucap apa-apa, tapi tanpa terduga Alya memeluk tubuh Bunda Zahra, dengan tidak bisa menahan tangisnya lagi.
"Bunda, hiks!" lirih Alya yang bingung harus berkata apa.
"Sudah, jangan menangis! Bunda tahu kamu kuat Alya, kamu bisa bercerita apa saja kepada Bunda. Jangan takut! Bunda tidak akan memarahimu," kata Bunda Zahra soraya mengelus lembut punggung Alya yang sedikit bergetar.
Tidak jauh dari keduanya berada, seorang laki-laki tiba-tiba saja masuk ke dalam dapur, dan hendak menghampari sang istri yang kemungkinan berada di dapur.
"Al--," panggil Raihan terpotong begitu melihat sang istri yang berada dalam pelukan wanita yang begitu di kenalnya.
Deg.
Begitu terkejutnya Raihan pada saat melihat Alya yang menangis dalam pelukan bundanya. Rasa takut berkecamuk di dalam dirinya, takut akan masalah yang terjadi di dalam rumah tangganya di ketahui oleh Bunda Zahra.
"Aaakhh! Kacau, Bunda bersama Alya. Bisa-bisa Alya bicara semuanya kepada Bunda dan Ayah nanti," gerutu Raihan di dalam hatinya dengan menatap penuh ketakutan.
"Bang kok berhenti? Udah ketemu sama Alya?" tanya Rayan yang sudah berada di belakang Raihan, dengan Raihan yang fokus menatap kepada Alya dan Bunda Zahra.
Sampai akhirnya Raihan tidak menjawab. Ia malah berbalik badan dan kembali menaiki anak tangga, berjalan menuju kamarnya tanpa mengatakan sepatah kata pun, dan itu cukup membuat Rayan heran.
"Loh Bang, kok balik lagi?" tanya Rayan yang tidak di tanggapi oleh Raihan.
Karana masih di landa rasa penasaran, Rayan pun menatap kepada sosok yang di lihat oleh abangnya itu, sehingga membuat Raihan pergi begitu saja.
"Apa sih yang di lihatnya?" seru Rayan dan kedua matanya langsung menangkap dua orang wanita hebat tengah berpelukan.
Sanyuman langsung terukir di bibirnya, sembari menatap Alya dan Bunda Zahra yang terlihat begitu dekat, dan sepertinya Alya sedang menenangkan diri dalam pelukan sang bunda.
"Alhamdulillah, Bang Raihan tidak jadi menemui Alya. Dan syukurlah ada Bunda yang menenangkan Alya. Mudah-mudahan, Alya menjadi tenang, jika sudah bersama Bunda," ucap Rayan di dalam hatinya sembari tersenyum menatap pemandangan di depan matanya itu.
Dan tidak lama dari itu pun, Rayan kembali ke atas dengan rasa tenang, dan mempercayakan Alya kepada bundanya.
Terlihat Alya melerai pelukannya dari Bunda Zahra, dengan mengusap sisa air mata yang masih terlihat di kedua pelupuk mata indahnya itu.
"Kita duduk di sofa depan sana yuk? Biar bisa lebih rileks," kata Bunda Zahra yang langsung di angguki oleh Alya.
Keduanya pun berjalan menuju sofa yang ada di ruang tamu dan duduk bersama, dengan Alya yang mulai terlihat tenang dari sebelumnya. Dan di saat itu pula Bunda Zahra menyentuh tangan Alya yang berada di atas sofa.
"Apapun yang terjadi kepada kamu dan juga Raihan, tolong di selesaikan baik-baik ya, Nak? Pernikahan itu ikatan yang serius banyak cobaannya dan kamu harus siap untuk kuat. Mungkin kamu belum siap untuk bercerita semuanya kepada Bunda, tapi Bunda sangat mengenal kamu, dan juga memahami perasaan kamu. Jika kamu sudah siap untuk bercerita, kabari Bunda saja. Bunda akan siap mendengarkan ceritamu, semanis atau sepahit apapun cerita itu," ucap Bunda Zahra dengan mengusap tangan Alya dengan lembut.
.
.
.