Belva Kalea harus menelan kekecewaan saat mengetahui calon suaminya berselingkuh dengan saudara tirinya tepat di hari pernikahannya. Bukan hanya itu saja, Glory diketahui tengah mengandung benih Gema Kanaga, calon suaminya.
Di sisi lain, seorang pengusaha berhati dingin bernama Rigel Alaska, harus menelan pil pahit saat mengetahui istrinya kembali mengkhianatinya. Disakiti berulang kali, membuat Rigel bertekad untuk membalas rasa sakit hatinya.
Seperti kebetulan yang sempurna, pertemuan tak sengaja nya dengan Belva membuat Rigel menjadikan Belva sebagai alat balas dendam nya. Karena ternyata Belva adalah keponakan kesayangan Roland, selingkuhan istrinya sekaligus musuhnya.
Akankah Rigel berhasil menjalankan misi balas dendam nya?
Ataukah justru cinta hadir di tengah-tengah rencananya?
Mampukah Belva keluar dari jebakan cinta yang sengaja Rigel ciptakan?
Ataukah justru akan semakin terluka saat mengetahui fakta yang selama ini Rigel sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
"Abel!"
Roland masuk ke dalam kamar keponakannya yang untungnya tidak di kunci. Ia melihat Belva tengah meringkuk di atas tempat tidurnya. Bahunya yang bergetar menadakan jika wanita cantik itu tengah menangis.
Roland duduk di pinggir ranjang Belva. Ia mengusap kepala keponakannya itu dengan lembut.
"Abel, maafkan om," lirih Roland. Ia benar-benar terpukul melihat keponakannya yang terpuruk.
Belva menatap omnya dengan mata yang memerah, wanita cantik itu perlahan menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang dan mulai berkata.
"Om, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Om Rigel melakukan ini padaku?" Belva kembali berkaca-kaca saat mengingat Rigel yang telah menipunya.
Belva belum terlalu paham, namun yang ia dengar Rigel melakukan semua ini untuk membalas dendam pada Roland. Sejak awal pria itu hanya memanfaatkannya, tidak benar-benar mencintainya.
"Sebenarnya...."
Roland menceritakan semuanya pada Belva. Tentangnya, Rigel, Livia dan Lovira. Hati Belva semakin sesak saat mengetahui kenyataan yang sebenarnya terjadi. Apalagi saat semuanya semakin jelas jika ia benar-benar hanya dijadikan alat balas dendam.
"Tapi, apa hubungannya aku dengan masalah kalian? Kenapa dia sejahat itu?" Belva meraung dipelukan Roland, membuat Roland semakin mengutuk mantan sahabatnya itu.
"𝘒𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘫𝘢𝘳 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘙𝘪𝘨𝘦𝘭! 𝘓𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘴𝘢𝘫𝘢, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘯𝘵𝘢𝘳 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘪𝘴 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩," 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘱𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢.
"Maafkan Om, om janji akan memberikan pelajaran pada pria sialan itu."
Belva menggelengkan kepalanya. Ia menggenggam tangan Roland dan menatap penuh permohonan pada omnya itu.
"Jangan, Om. Jangan membalas apa pun!" Mohon Belva pada Roland.
"Kenapa Kamu membelanya? Apa Kamu benar-benar mencintainya?"
"Bukan begitu, Om. Kalau kalian terus saling membalas, tidak akan ada akhirnya. Aku tidak mau ada seseorang yang tidak bersalah lagi yang menjadi korban dendam kalian."
Roland menghembuskan napasnya kasar, ia tidak mau berjanji pada Belva, tapi tidak tega karena keponakannya itu terus memohon.
"Baiklah, Om janji."
Belva menyunggingkan bibirnya. Walaupun ucapan Roland terdengar terpaksa, tapi ia tahu, omnya itu selalu memegang teguh perkataannya.
"Ada satu lagi permintaanku. Aku mau pergi dari sini, aku----"
"Om tidak mau mengabulkan itu. Mau sampai kapan Kamu lari dari masalah?"
Roland tidak mau Belva kembali melarikan diri. Ia ingin keponakannya itu bisa menunjukkan pada Rigel, jika ia bukan wanita bodoh.
"Aku bukan lari, Om. Aku hanya butuh waktu. Aku janji sama Om, aku akan membuat dia menyesal sudah mempermainkan ku," ucapnya meyakinkan Roland. "Tapi untuk sekarang, aku butuh waktu."
Roland tidak tega melihat keponakannya memohon seperti itu, akhirnya dengan berat hati Roland pun mengangguk.
"Baiklah. Katakan, apa yang Kamu mau, om akan lakukan!"
"Aku mau pergi ke suatu tempat, aku tidak mau keberadaan ku diketahui siapa pun, termasuk Daddy dan Oma, apalagi..." Belva menjeda ucapannya. Untuk mengucapkan namanya saja lidahnya terlalu kelu. "𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘢𝘳𝘪𝘬𝘶." Belva hanya mampu mengatakan kalimat terakhirnya dalam hati.
"Om janji." Roland paham maksud keponakannya. Tidak ingin membuat Belva semakin teringat dengan Rigel, Roland pun dengan cepat mengiyakan. Walaupun ia tidak yakin jika Daddy dan Oma nya Belva tidak akan mengetahuinya.
"Tapi Kamu juga harus janji sama Om, Kamu harus kembali dengan versi terbaikmu. Kamu tunjukkan pada pria bodoh itu, buat dia menyesal karena sudah berani mempermainkan seorang Belva Aldero."
Belva mengangguk. "Aku janji. Tapi namaku Belva Kalea Gefanda. Bukan Belva Aldero," ucap wanita cantik itu sambil mencebikkan bibirnya.
"Tetap saja, Kamu adalah pewaris Aldero Grup. Princess kesayangan keluarga Aldero," ucap Rigel dengan bangga. Ia mengusap kepala keponakan kesayangannya itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.
...----------------...
"Kurang ajar! Jadi selama ini dia menipuku?"
Rigel mengepalkan erat tangannya, matanya mememar dengan rahang yang mengeras, menyiratkan amarah yang hampir meledak. Rigel merasa ditipu, merasa dibohongi.
Vander berhasil menemukan fakta-fakta yang selama ini tersembunyi. Dan anehnya, fakta itu dengan mudah Vander dapatkan kurang dari waktu 24 jam. Fakta itu seolah muncul dengan sendirinya tanpa harus susah payah Vander cari.
Tentang Lovira yang ternyata adalah saudara kembar Livia, dan wanita yang pernah menjadi istri Rigel ternyata adalah Lovira. Dan kenyataan yang paling menyakitkan untuk Rigel adalah Livia, wanita yang harusnya 5 tahun yang lalu ia nikahi telah meninggal tepat di hari pernikahannya.
Kini Rigel paham, kenapa Roland begitu membencinya, bahkan pria itu mengatainya bodoh.
"Aku memang bodoh. Arrrrggghhtttt!"
Prang
Bruk
Rigel mengamuk, ia melempar semua barang-barang yang tersusun rapi di atas meja.
"Kenapa Kamu tidak bilang, Roland? Harusnya Kamu mengatakannya!"
Andai Roland mengatakannya, andai Roland memberitahu nya. Mungkin semua ini tidak terjadi. Dan Belva...
Satu nama yang membuat Rigel semakin merasa sesak.
Belva tidak akan menjadi korban kegilaannya.
"𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪𝘯𝘺𝘢. 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘥𝘶𝘭𝘪 𝘸𝘢𝘭𝘢𝘶𝘱𝘶𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘯𝘤𝘪𝘬𝘶 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘱𝘶𝘯."
Rigel pergi meninggalkan ruangannya, tanpa memperdulikan teriakan Vander yang berulang kali memanggilnya.
...----------------...
Rigel melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Tujuannya adalah Belva, ia ingin menemui wanita yang beberapa bulan terakhir ini mewarnai hari-harinya. Wanita yang dengan tulus mencintainya sepenuh hati, namun dengan tega ia patahkan hatinya.
"Maafkan aku, Abel." Dadanya semakin sesak saat kembali mengingat pertemuan terakhirnya dengan wanitanya itu.
Tidak membutuhkan waktu lama, Rigel sampai di apartemen tempat tinggal Belva, apartemen yang sama dengan tempat tinggal Roland.
Tok tok tok
"Mana Abel?"
"Sudah kubilang jangan memanggilnya dengan panggilan itu, SIALAN!"
"Sudahlah, aku tidak mau berdebat. Aku hanya ingin bertemu Abel."
Ucapannya tidak sekasar beberapa waktu lalu, justru terdengar sedikit manusiawi dari sebelumnya.
Roland mengernyitkan keningnya, nada suara rivalnya itu terdengar sedikit sopan di telinganya. Namun justru membuatnya terdengar aneh.
"Tumben sekali Kamu terdengar sopan?" Ucap Roland dengan nada mencibir. "Aaaaahh,, aku tahu, pasti asisten mu sudah menemukan petunjuk yang kuberikan."
Ya, tanpa Rigel sadari, Roland lah yang sudah mengirimkan semua fakta-fakta yang selama ini ia rahasiakan dari semua orang terutama Rigel.
Rigel sempat menunjukkan wajah terkejutnya, namun hanya beberapa saat saja. Walau bagaimana pun Rigel harus tetap menjaga harga dirinya. Rigel tidak ingin Roland semakin menghinanya.
"Kenapa Kamu tidak mengatakannya, Roland?" Rigel menatap mantan sahabatnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Rigel ingin tahu alasan Roland menyembunyikan semuanya ini darinya. "Kalau Kamu mengatakannya sejak awal, aku tidak akan menikah dengan wanita sialan itu. Dan aku tidak akan menyakiti Abel," ucapnya lagi penuh penyesalan.
Penyesalan terbesarnya adalah menyakiti hati Belva.
"Kenapa Kamu menyalahkan ku? Kamu yang bodoh, Kamu yang tidak mengenali calon istrimu sendiri."
"Tapi harusnya Kamu memberitahuku, Roland. Mana mungkin aku tahu dia bukan Livia." Rigel bersikukuh menyalahkan Roland.
"Aku ingin memberitahu mu waktu itu, tapi saat aku sampai, Kamu sudah lebih dulu mengucapkan ikrar pernikahan." Ingatannya kembali ke masa lalu, ke masa yang juga Roland sesali.
"Jadi, Kamu datang ke acara pernikahan ku?"
Selama ini yang Rigel tahu, Roland tidak pernah datang ke pernikahannya dengan wanita yang ia anggap Livia itu.
"Ya, aku datang. Dan itulah yang paling aku sesali, datang ke pernikahan mu." Mengingatnya saja membuat dada Roland terasa sesak. "Andai aku tidak memberitahu Livia, mungkin dia tidak akan meninggal."
Penyesalan kembali menguasai hati Roland. Pria itu bahkan nyaris mengeluarkan air matanya. Namun Roland lebih dulu menyadari keberadaan Rigel, ia tidak ingin terlihat lemah di depan mantan sahabatnya itu.
"Sebaiknya Kamu pergi dari sini, aku tidak ingin melihatmu lagi."
Rigel tidak menanggapi ucapan Roland, namun Rigel bisa menangkap ada kesedihan di mata mantan sahabatnya itu.
"𝘚𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘦𝘳𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘫𝘢," 𝘣𝘢𝘵𝘪𝘯 𝘙𝘪𝘨𝘦𝘭.
Rigel hendak meninggalkan apartemen Roland, namun ucapan Roland berhasil menghentikan langkahnya.
"Ini titipan dari Abel." Roland menyerahkan sebuah kotak berukuran cukup besar pada Rigel. "Abel bilang, terima kasih untuk semuanya."
Deg
𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥
waduh keluarga gila anak tiri hamil sm bpk tiri dasar edan
Kalo emang cinta Belva, yo sono datengin bpknya lamar secara gentle bukan malah minta DP duluan gitu...
Syukurin, kalo perlu si Anaconda disunat bae smpe ngepook aja, biar tau rasa Rigel
Jangan mudah terbujuk rayuan Rigel,Abel.Biar dia berjuang dululah