Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Incomprehensible
...****************...
Di salah satu sudut taman kediaman Fàcto, Serein duduk di bangku kayu yang menghadap ke kolam kecil berisi bunga teratai. Di pangkuannya tergeletak kanvas kecil yang ditopang dudukan sederhana, sementara kuas mungil bergerak perlahan di antara jemarinya. Sebuah palet berisi cat minyak terletak di sisi kanan, warnanya telah tercampur dalam perpaduan yang belum tentu presisi, namun cukup untuk menghidupkan imajinasi.
Serein mengernyit kecil, menatap hasil lukisannya yang masih tampak kacau. Sapuan warnanya belum sehalus yang ia bayangkan, dan proporsi bentuk bunga yang ia tiru dari kolam di depannya tampak aneh. Namun anehnya, itu tidak membuatnya kesal.
Sebaliknya, ia tersenyum tipis.
“Aku memang tidak berbakat,” gumamnya pelan, nyaris seperti bergurau kepada dirinya sendiri, “tapi aneh juga, rasanya menyenangkan.”
Angin bertiup lembut, mengibaskan helai-helai rambutnya yang tak sempat ia sematkan rapi. Suara dedaunan bergesekan di atas kepalanya, dan burung-burung kecil berkicau dari kejauhan, seolah menjadi orkestra sunyi yang mengiringi kesendiriannya.
Saat Serein menatap kolam sejenak memastikan bentuk bunga teratai yang ia lukis, belum tatapannya beralih ke lukisan di pangkuannya ini ia melihat sosok seseorang yang melewati jalan setapak taman .
Tadinya Serein ingin mengabaikan dan kembali fokus ke lukisannya, tapi ternyata sosok itu mendekat menghampirinya.
"Sepertinya kau terlalu fokus pada kegiatanmu sampai lupa memberikan salam untukku?" Tanya Hector dengan santai.
Serein kini menolehkan kepalanya menatap laki-laki jakung itu, "Saya memberikan salam kepada Pangeran Mahkota, sang perisai kerajaan." Serein menyunggingkan senyum tipis, nemun terkesan terpaksa yang jelas, "Ternyata Anda sangat mementingkan tata krama dengan baik, ya." Sindirnya halus.
Tapi Hector bisa mengabaikan itu dengan mudah, ia lebih terfokus mendengar cara bicara Serein, "Kau berbicara formal lagi?" Hector pikir setelah pertemuan mereka di alun-alun kota kemarin ke depannya Serein akan tetap berbicara dengannya dengan lebih santai.
Serein memang tahu laki-laki ini mengunjungi mansionnya karena harus berdiskusi beberapa hal dengan Duke Draka, sebab mereka adalah pemimpin pasukan yang akan turun langsung membersihkan monster di perbatasan.
"Tentu saja, bukankah tata krama saya akan terkesan buruk jika lancang pada Pangeran?" Tanya Serein yang terdengar cukup menyebalkan.
"Aku tidak serius memintamu memberi salam tadi. Aku hanya ingin menyapamu." Ujar Hector pada akhirnya.
Serein menganggukkan kepalanya beberapa kali, "Ternyata Anda cukup jujur ya, Pangeran?"
Sebenarnya Serein cukup jengkel pada laki-laki ini. Bisa-bisanya ia memiliki ide yang sama setelah Serein berpikir keras. Serein memang tahu garis besarnya, tapi untuk mengingat sesuatu yang tidak begitu ia perhatikan setelah bertahun-tahun berlalu, membuat Serein cukup memutar otak. Dan laki-laki ini, malah mengacaukannya.
Serein tidak menyalahkan, ia hanya sedikit kesal. Siapa tahu namanya akan lebih di kenal jika strategi penyerangan buatannya digunakan.
Pandangannya kembali terfokus pada kuas yang menyapu pelan dasar canvas, Serein bisa melihat dari sudut matanya Hector mengambil duduk di sebelahnya.
“Kita bisa bicara unformal jika hanya berdua,” ujar laki-laki itu setelah beberapa saat.
“Akan saya lakukan jika ingin.” Sahut Serein.
“Apa sulitnya? Kau bahkan bisa saling memanggil nama dengan Heiden.”
Gerakan tangan Serein langsung berhenti, ia menatap ke arah Hector memastikan ia tak salah dengar. Kenapa laki-laki itu malah menyangkut pautkan Heiden yang sama sekali tidak ada hubungannya?
“Kau terdengar seolah tidak mau kalah dengan Heiden. Apa aku salah?” Serein bertanya balik.
“Bukan begitu,” sahut Hector mengalihkan pandangannya. Sepertinya ia sadar telah salah berucap.
“Ngomong-ngomong, aku dengar kau ikut menyumbangkan pikiran dalam penyerangan kali ini.” Ujar Hector yang terlihat jelas mengalihkan topik pembicaraan, “Duke Draka sendiri yang dengan bangga mengatakan bagaimana putri sulungnya bisa membuat strategi perang.”
Serein mengangguk, “tapi sayangnya ide ku kalah dengan seseorang yang bisa merancangnya dengan lebih detail.”
“Cukup mengherankan,” ucap Hector, menatap ke arah Serein dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Bagaimana Tuan Putri yang bahkan tidak bisa memegang panahan bisa terpikir membuat alur penyerangan? Atau, mungkin kau memang memiliki minat di bidang militer?” Tanya Hector penasaran.
Serein yang sudah sepenuhnya melepaskan kuas di tangannya kini menatap Hector dengan kedua tangan dilipat di dada.
“Kenapa kau ingin tahu?” Tanya Serein balik.
“Karena aku penasaran.”
Serein mengangkat salah satu sudut bibirnya, seulas senyum tipis yang lebih mirip ejekan terselubung. “Aku rasa kau bukan orang yang akan kepo pada hal seperti ini, Pangeran Pertama?”
Hector menghela nafas kecil, pandangannya menatap kolam teratai di hadapan mereka, “Padahal aku hanya bertanya, kenapa kau membuatnya menjadi sulit?”
Jelas Serein penasaran. Bagaimanapun, di kehidupan yang lalu ia bahkan tidak pernah berinteraksi dengan Hector sedikitpun. Padahal sejauh ini, Serein tidak melakukan perubahan yang berdampak besar jika pun ada kemungkinan terjadi butterfly effect.
Lelaki ini hanya acuh, sangat acuh sampai Serein tidak pernah bisa mengerti mengapa Hector sampai menghabisi dirinya sendiri di depan peti matinya.
Sementara itu, di balik salah satu tiang penyangga besar yang menopang balkon mansion, dua sosok perempuan berdiri diam. Duchess Valencia berdiri anggun dengan kipas elegan yang menutupi sebagian wajahnya, sementara Lucy mengintip dari balik bahu sang ibu. Keduanya mengamati taman di kejauhan, tepat ke arah bangku tempat Serein dan Hector duduk berdekatan.
“Ibu, bukankah dia Pangeran yang terkutuk itu?” tanya Lucy pelan, suaranya dipenuhi ketidakyakinan dan nada jijik yang samar, “Apa dia dekat dengan Kakak?”
Duchess Valencia menatap mereka dengan tenang, lalu beralih pada putrinya, “Entahlah. Tapi, akan bagus jika mereka berakhir bersama.” Ia tersenyum miring, “Anak itu akan mendapatkan cemoohan besar dan selalu menjadi buah bibir masyarakat.”
“Dan putri ibu ini, kau harus pintar-pintar menjalin hubungan dengan Pangeran Kedua, Penerus kerajaan ini.” Ujar Duchess Valencia mengusap rambut putrinya, “Dengan begitu, ibu bisa menjadi besan dari Ratu dan Raja.” Tambahnya dengan senang.
Membayangkan itu, tentu saja Lucy bersemangat. Tapi melihat Serein di sana, jika Serein berakhir dengan seorang Pangeran yang walaupun gelarnya sekarang masih Putra Mahkota. Bukankah, Serein akan tetap menjadi sorotan orang-orang?
Lucy tidak tahu entah kenapa, sejak dulu semua hal yang dimiliki kakaknya begitu menarik dimatanya. Terlebih jika mengingat sejak lahir Serein hidup sebagai putri bangsawan Duke dan ayah mereka, berbeda dengan kelahiran Lucy yang berusaha di sembunyikan.
...****************...
tbc.