NovelToon NovelToon
Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Nikah Ekspres Jalur Ekspedisi

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Slice of Life
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Kara_Sorin

Namira, wanita karier yang mandiri dan ambisius terpaksa menjalani pernikahan paksa demi menyelamatkan nama baik dan bisnis keluarganya. Namun pria yang harus dinikahinya bukanlah sosok yang pernah ia bayangkan. Sean, seorang kurir paket sederhana dengan masa lalu yang misterius.
Pernikahan itu terpaksa dijalani, tanpa cinta, tanpa janji. Namun, dibalik kesepakatan dingin itu, perlahan-lahan tumbuh benih-benih perasaan yang tak bisa diabaikan. Dari tumpukan paket hingga rahasia masalalu yang tersembunyi. Hingga menyeret mereka pada permainan kotor orang besar. Namira dan Sean belajar arti sesungguhnya dari sebuah ikatan.
Tapi kalau dunia mulai tau kisah mereka, tekanan dan godaan muncul silih berganti. Bisakah cinta yang berbalut pernikahan paksa ini bertahan? ataukah takdir akan mengirimkan paket lain yang merubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kara_Sorin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17_Konfrontasi Rasa

Udara di ruang tamu rumah keluarga Maxzella terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan karena pendingin ruangan, melainkan oleh suasana yang menyatu antara kecanggungan dan kepentingan tersembunyi.

Bima duduk dengan percaya diri di sofa panjang berbalut kulit cokelat. Di seberangnya, duduk Bu Mirna yang riasannya tidak pernah kurang, dan Pak Arman yang seperti biasa sibuk dengan ponsel dan hanya sesekali mengangguk. Di sudut kanan, Om Rudi memelintir cincin di jari manisnya sambil tersenyum kecil, seolah sudah tahu arah pertemuan ini.

“Jadi, kamu datang ke sini untuk apa, Bima?” tanya Bu Mirna, meski wajahnya sudah cukup menunjukkan antusiasme.

“Untuk menyelesaikan sesuatu yang harusnya selesai dari dulu, Tante,” jawab Bima mantap.”

“Namira…. Aku tahu dia belum benar-benar pergi dariku dan aku tahu... kalian semua juga tidak ingin ia terus bersama lelaki itu.”

Om Rudi menyilangkan kaki.

“Kamu tahu, Sean memang terlalu... bersih. Terlalu diam. Terlalu aman. Tapi orang seperti itu, justru mudah dikendalikan kalau kita tahu kelemahannya.”

“Aku setuju,” timpal Bima.

“Karena itu, aku sudah siapkan sesuatu. Kalau video ini tersebar,”

Ia mengeluarkan ponsel, menampilkan rekaman samar di layar.

“Setidaknya reputasi lelaki itu akan ambruk.”

Bu Mirna meneguk teh pelan.

“Video itu... asli?”

“Dengan sedikit rekayasa teknis dan aktor yang mirip, siapa peduli?” Bima menyeringai.

“Bima!!”

Suara Namira terdengar di ambang pintu. Ia berdiri dengan wajah pucat dan mata tajam, mendengar sebagian besar percakapan tanpa niat sebelumnya.

Keheningan sejenak.

“Aku tahu keluargaku... sering memilih jalan yang tidak bersih. Tapi kamu, Bima? Kamu rela jatuhkan orang yang bahkan belum pernah menyakitimu?”

Bima berdiri, sedikit kikuk.

“Namira, ini semua demi kamu juga. Kamu berhak punya pasangan sepadan. Kamu tidak perlu terjebak dengan….”

“Berhenti.” Namira mengangkat tangannya.

“Jangan kamu tentukan siapa yang pantas untukku. Aku bisa memilih sendiri.”

Om Rudi mengangkat suara.

“Namira, kamu harus ingat siapa dirimu. Keluarga ini sudah cukup didera malu oleh video ayahmu. Sekarang situasi mulai reda. Kamu tidak boleh mengacaukannya.”

“Aku bukan alat pembersih citra keluarga!” Namira berseru, nadanya naik.

“Aku capek jadi pion!”

Pak Arman menurunkan ponselnya sejenak.

“Sudahlah, Namira. Jangan emosional.”

“Ya, tentu saja, karena Papa tidak pernah benar-benar peduli!”

Hening. Tak ada yang menjawab.

Namira memutar tubuh dan pergi. Ia tidak menoleh lagi. Tidak ke Mamanya, tidak ke pamannya, dan jelas-jelas tidak pada Bima.

***

Pulang ke apartemen, Namira membanting pintu. Tas kerjanya ia lempar ke sofa, lalu langsung menuju dapur, membuka kulkas tanpa tahu apa yang sedang ia cari. Tangan gemetarnya tak sanggup mengangkat botol air.

Sean mendekat, mencoba tetap tenang.

“Nam-Nam, ada apa?”

“Jangan panggil aku seperti itu,” desis Namira, matanya memerah.

“Aku muak mendengar namaku keluar dari mulut siapa pun hari ini.”

Sean terdiam. Ia mendekat pelan.

“Kalau kamu tidak cerita, aku tidak bisa bantu.”

“Bantu?” Namira tertawa kering.

“Kamu pikir kamu sudah cukup membantu dengan semua keheninganmu selama ini?”

Sean menegang.

“Apa maksudmu?”

“Aku tidak tahu lagi apa yang kamu rasakan. Aku tidak tahu apakah kamu benar-benar peduli atau hanya menjalani ini karena kontrak. Kamu terlalu tenang, Sean. Terlalu... diam. Aku lelah.”

Sean menatapnya tajam. “Jadi kamu mau aku berubah menjadi siapa? Bima?”

Namira membeku.

“Dunia kalian terlalu rapi untuk membiarkan satu pun noda muncul ke permukaan.”

“Aku tidak punya pilihan, Sean,” balas Namira dengan suara tercekat.

“Aku dibesarkan di bawah bayang-bayang reputasi. Papa sibuk membangun citra. Mama hanya peduli soal status. Om Rudi mengatur semua seolah aku pion catur dan sekarang Bima datang, membawa masa lalu yang belum pernah aku tutup dengan benar.”

“Dan kamu masih menyimpan celah untuknya.” Sean menatapnya dalam-dalam.

Namira menggeleng.

“Bukan itu maksudku.”

“Lalu apa?” suara Sean meninggi. Seolah kehilangan ketenangannya selama ini.

“Kita menikah. Kita tinggal satu atap. Aku berusaha menghormati batasmu. Tapi kamu bahkan tidak bisa jujur pada hal sekecil ini.”

Namira membanting gelas ke wastafel.

“Karena kamu terlalu aman, Sean. Terlalu... sempurna. Tidak ada ledakan. Tidak ada... perjuangan. Hanya diam dan bersikap sopan!”

Sean terpaku. Lalu ia tertawa pahit.

“Aku seperti ini karena aku tidak tahu harus meletakkan diriku di mana. Kamu menjadikan aku suami kontrak. Tapi hatiku bukan kontrak. Aku bukan perabot rumah tangga yang kamu pajang demi citra.”

“Kamu marah?” tantang Namira.

“Aku kecewa,” jawab Sean lirih.

“Karena aku berpikir... mungkin aku bisa berarti lebih dari sekadar formalitas.”

Namira menutup matanya. Air matanya mulai jatuh, tapi ia tahan.

“Sean,” katanya pelan.

“Aku lelah.”

“Aku juga.”

“Kita tidak pernah memilih satu sama lain. Kita hanya dijebak keadaan.”

Sean menatap mata Namira. Lama….Dalam…. Lalu ia berbalik, melangkah menuju balkon.

***

Malam itu sunyi. Tidak ada suara film yang diputar. Tidak ada aroma masakan. Tidak ada tawa kecil. Hanya dua orang dewasa yang saling menyakiti karena takut jujur pada diri sendiri. Namira duduk sendirian di tepi tempat tidurnya. Ponselnya berkedip. Pesan baru dari Bima.

Aku akan bertemu Mamamu lagi minggu depan. Jangan membuatku menunggu terlalu lama, Namira.

Ia menghapus pesan itu. Perlahan, Namira bangkit dan menatap bayangannya di cermin. Mata sembap. Bahu menurun. Hati remuk.

“Aku bukan boneka,” bisiknya sendiri.

Lalu ia keluar kamar, berjalan pelan ke balkon. Tapi Sean sudah tertidur di sofa, sketsa kosong di pangkuannya, pensil jatuh ke lantai. Namira menatapnya lama. Ada rasa sesak di dadanya. Bukan karena pertengkaran tadi. Tapi karena ia sadar di tengah semua badai hidupnya, Sean adalah satu-satunya tempat ia bisa merasa tenang. Tapi pria itu... kini terlihat jauh. Jauh sekali.

***

Saat tengah malam, Namira duduk sendirian di dapur, secangkir teh dingin di tangannya. Ia menatap lampu gantung di atasnya, lalu bergumam pelan,

“Mungkin... aku harus akhiri semua ini. Mungkin sudah saatnya aku berhenti berpura-pura... bahwa aku baik-baik saja.”

Kali ini, tidak ada yang menjawab, karena Sean... tidur dalam diam. Seperti biasa dan Namira tidak yakin... apakah ia masih ingin menunggu lelaki yang terus sembunyi di balik ketenangannya.

1
NurAzizah504
jgn takut melawan kebenaran /Good/
NurAzizah504
/Determined//Determined//Determined/
NurAzizah504
semoga kalian baik2 saja
Kara: aamiin 🤲🤣
total 1 replies
NurAzizah504
keliatan bgt sean benar2 yakin kali ini
Kara: harus yakin 😁
total 1 replies
NurAzizah504
eh eh eh
NurAzizah504
akhirnya /Sob/
NurAzizah504
bakalan menggemparkan bgt ini
NurAzizah504
mantap. kalo disebar, pasti bakalan cepat viral
Kara: memanfaatkan opini publik 😂 sebagai senjata
total 1 replies
NurAzizah504
awas kalo ninggalin nam nam lagi
NurAzizah504
syukurlah sean udh sadar /Sob/
NurAzizah504
meleleh aku, makkk
NurAzizah504
sen-sen mu itu lohhh
Author Sylvia
yang sabar ya sean, Namira itu banyak banget yang harus dipikirin.
kl kmu sayang ke Namira, kamu harus ekstra sabar dalam menyikapi Namira.
Author Sylvia
capek banget jadi Namira, keluarganya nggak ada yang peduli sama beban yang ada di pundaknya.
Riddle Girl
ceritanya keren, dari pembawaan, dan alur, bikin pembaca ikut merasakan suasana dalam cerita.
Kara: waah terimakasih sudah mampir dan mendukung ☺
total 1 replies
Riddle Girl
aku kasih bintang 5 ya, Thor. semangat nulisnya/Smile//Heart/
Kara: siap 👌
total 1 replies
Riddle Girl
mawar mendarat, Thor. ceritanya bagus/Smile/
Kara: terimakasih sekali dukungannya❤
total 1 replies
Riddle Girl
waahhh Namira yang biasanya tidak peduli kok bisa penasaran?/Grin//Chuckle/
Riddle Girl
mulut Namira sarkas juga yaa/Sob//Facepalm/
Riddle Girl
bener banget, mah ini. sampai ada kata "Lo cantik, Lo aman.", waduhh kasian orang-orang burik macam saya/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!