Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Katalis Petir Purba
Kegelapan menyelimuti lorong portal kecil, kilatan jingga dan ungu berkelip saling bergantian di permukaan batu hitam. Nian dan tim Penjaga Ember berdiri di ambang **Katalis Petir Purba**, jantung dimensi petir di alam bawah. Angin menderu, membawa aroma korosi dan ozon; setiap helaan napas terasa seperti digerogoti kilat.
“Ini adalah inti kekuatan sambaran,” bisik Lei Yun, mata peraknya memantulkan cahaya petir. “Di sinilah badai abadi bisa lahir.”
Lan’er mengencangkan ikatan sabuk air suci di pinggangnya. “Kita harus bergerak cepat—setiap detik petir merambat, semakin sulit dikekang.”
Master Cang mengangkat Pedang Kayu Mini, sinarnya menyeimbangkan gelombang ungu. “Siap atau tidak, inilah perjalanan terakhir kita.”
Dengan keyakinan tertanam di dada masing-masing, mereka melangkah memasuki lorong berdenyut petir.
Begitu melewati portal, mereka tiba di koridor luas berdinding kristal petir, retakan-retakan memancarkan kilat halus. Lantai granit retak, aliran Qi petir mengalir bebas seperti sungai bercahaya. Setiap langkah menimbulkan getaran, membuat Jiwa Petir tergoda untuk menerjang.
Lei Yun memimpin: “Gunakan formasi gabungan—Qi kayu dan air akan menahan arus utama.” Xu’an merapal formasi biru-putih, Lan’er meneteskan Air Kejernihan ke lantai, menciptakan jalur gelombang yang melambat. Zhuo menaburkan bubuk asam di sela retakan, memblokir pelepasan gas korosi.
Nian menyalakan Pedang Dewa, memancarkan aura jingga kuat. “Saya akan memotong jalur utama ke pusat; kalian ikuti di belakang.” Ia melesat maju, mengayunkan Pedang ke dinding kristal—kilatan memancar, membelah kristal memancar kilat tersipu. Dua makhluk “Penjaga Petir Kecil” terlecut keluar: wujud siluet kilat kecil yang menggema.
Pertarungan kilat terjadi cepat: Nian menangkis serangan petir mini dengan sapuan Qi logam, memantulkannya ke makhluk lain; Lan’er merembeskan kabut air suci, menjerat pergerakan mereka; Master Cang menggerakkan akar kayu mini, membelit tubuh entitas petir, meredam energi terpendam. Zhuo menembakkan semprotan asam, menetralkan luka petir di dinding.
Setelah beberapa gelombang, koridor mereda. Kilatan tersisa terkonsentrasi di pusat dinding—sebuah pintu batu berornamen simbol petir dan rempah barat. Nian menoleh, napas terengah: “Arah kita selanjutnya.”
Di hadapan mereka terbentang **Pintu Pusat Katalis**, dua bilah batu hitam berukir pola sambaran dan dorongan Qi. Di tengah, terbenam **Permata Petir Neraka**, meneteskan aura dingin. Inskripsi kuno terpahat di sekeliling:
“Hanya yang memegang Cahaya dan Petir bersama dapat membuka gerbang permusnahan.”
Lei Yun melangkah maju, memegang tombak rempahnya. “Aku akan memposisikan Kunci Petir Purba—Permata ini—lalu kalian menyalurkan kombinasi Qi.” Ia mengeluarkan Permata dari sarung: kilau ungu-perak memantulkan wajah mereka yang terpantul di permukaan.
Master Cang mengambil alih, menyalurkan Qi kayu melalui Pedang Kayu Mini, menghantarkan energi lembut ke bilah batu sebelah kiri. Lan’er membaurkan Qi air melalui botol suci, meneteskan langsung di alur ukiran. Xu’an dan Zhuo menambahkan Qi logam dan asam secara bergantian.
Nian mengangkat Pedang Dewa, memusatkan Qi api di ujung bilah—ledakan jingga memancar ke batu kanan, menyatu dengan gelombang ungu. Dengan sorak kumandang, kedua bilah batu bergetar, lalu perlahan terbuka, mengungkap tangga menurun curam yang dipenuhi sambaran halus dan bisikan badai.
Lan’er menarik napas panjang. “Gerbang terbuka… kita siap?”
Nian menepuk pundak Lei Yun. “Terima kasih, pewaris Petir Neraka. Sekarang kita masuki inti kekuatan.”
Mereka menuruni tangga sempit, tiba di ruang bundar luas—**Ruang Bor Petir**—yang atapnya tajam membentuk corong raksasa. Di tengah, berdiri **Bor Petir**, poros besi berlumuran rempah hitam, memancarkan resonansi kekuatan petir. Setiap putaran poros memicu kilatan ungu menembus ke dinding kristal.
Lei Yun maju, menempelkan tombak di poros, memegang stabilisasi alur sambaran agar tak mengamuk. “Kita perlu memompa dan mengalirkan kembali sebagian Qi ke Cawan Neraka. Kalian sisihkan gelombang murni.” Ia mengayun tombak, poros berputar, menciptakan aliran petir terarah.
Nian memegang Cawan Neraka di tangan kiri, Pedang Dewa di kanan. Ia mengalirkan Qi kayu-asam ke cawan, menarik sebagian gelombang keemasan. Lan’er menguatkan batas formasi air di sekeliling, menjamin cairan petir tak bocor. Master Cang memasang akar kayu mini pada dinding, menahan getaran paling ekstrim. Xu’an merapal formasi logam, menyorot butir pahit halus. Zhuo menukar bubuk asam setiap kali poros mempercepat putaran.
Setelah beberapa putaran, Cawan Neraka terisi setengah penuh—kilau emas dan ungu berkelip di permukaannya. Namun tiba-tiba, bor bergetar hebat: sambaran liar memecah formasi, mengerang keras. Dinding kristal retak, kilatan mengamuk.
Lei Yun berseru: “Tahan! Kita harus menyeimbangkan! Nian, salurkan serangan balik!”
Dalam sorot kilat, Nian memutar Pedang Dewa, memusatkan Qi api dan logam, lalu menebas arus petir liar hingga terpecah menjadi butir kecil yang langsung terserap ke cawan. Ledakan kilatan terakhir pecah—suaranya menggema seperti gong besar—lalu mereda menjadi resonansi pelan.
Cawan Neraka kini penuh, menyatu sempurna dengan Permata Petir. Kilau jingga dan ungu berpadu, menciptakan coretan flash cahaya di ruang gelap.
Keheningan menyelimuti **Ruang Bor Petir**. Dinding yang retak meneteskan cairan kristal ungu, menandakan kelemahan dimensi. Lei Yun menunduk, menatap poros yang kini berhenti berputar. “Bor ini… akan runtuh jika kita lanjutkan. Kita harus menutup pusat petir ini—tanpa pengorbanan, pintu ini akan pecah dan badai abadi lepas bebas.”
Master Cang melangkah ke poros, akar kayunya menari, menahan beban. “Kita bisa menggunakan akar penahan Gelombang Cair—namun aku…” Ia menoleh ke Nian, nada bergetar. “Aku harus tetap di sini, menjaga akar hingga poros terhenti.”
Lan’er memegang tangan Master Cang. “Kau sudah melakukan banyak—biarkan kami membantu!”
Master Cang menepis lembut. “Tidak… aku yang memadukan elemen awal kalian. Pengorbananku akan menstabilkan energi.” Ia meneguk sup “Ember Harapan” cadangan, memfokuskan Qi kayu ke akar. Akar memanjang, menembus poros, meredam getaran.
Nian menatap haru. “Guru…”
Master Cang tersenyum, suara parau: “Pergilah… tutup portal. Aku akan menahan badai terakhir.”
Dengan berat hati, Nian dan Lan’er saling berpandangan. “Kita tidak bisa…”
Lei Yun memotong, tegas: “Ini nasib dunia rasa. Kami akan menutup portal ini, dan aku akan menemui Master Cang secepat mungkin.”
Zhuo dan Xu’an membantu memindahkan cawan dan tombak dari poros. Nian menatap tatap akar menahan bor—sensor petir menurun perlahan. Gemuruh memudar. Saat detik terakhir, Master Cang menghembuskan napas panjang, akar lenyap, dan poros berhenti total.
Portal pun menutup rapat, sisa kilat memudar menjadi embun ungu di dinding. Nian, Lan’er, Lei Yun, Xu’an, dan Zhuo berdiri menangis haru—Master Cang tiada di tengah mereka. Di tepian ruang, selembar kain sutra bercorak lima elemen tergeletak: warisan Guru mereka.
Lan’er menghapus air mata, suara bergetar: “Kita… kehilangan dia…”
Nian menunduk, memungut kain sutra. “Namun perjuangan ini tidak sia-sia. Kita menutup badai abadi—tetapi…” Ia menatap Cawan Neraka dan Pedang Dewa berpendar di tangannya.
Dari celah retakan kecil di poros, kilatan ungu tersisa menari sebentar. Di kejauhan bergema satu detakan petir halus, seakan sebuah pesan:
“Petir baru kan datang…
bagi hati yang tak siap.”
Di lorong beku itu, bayangan samar menari sebelum sirna—tanda bahwa ujian terakhir tentang keabadian petir masih menunggu generasi Penjaga Ember berikutnya.