Masa remajaku tidak seindah remaja lain. Di mana saat hormon cinta itu datang, tapi semua orang disekitarku tidak menyetujuinya. Bagaimana?
Aku hanya ingin merasakannya sekali saja! Apa itu tetap tidak boleh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riaaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
"Rendi Pradana?" tanya Bulan. "Lo kenal, Mut?"
"Ga. Gue sih ngarepnya tadi Alex yang bayarin," sahutku.
"Aleeex mulu otak lo!" omelnya.
***
Pradana. Itu nama belakang yang sama dengan Wisnu. Apa itu bapaknya? Tapi kan .... sudahlah. Yang penting sudah dibayar.
"Nama bokap lo siapa, Nu?" tanya Bulan secara tiba-tiba.
"Kenapa lo nanya-nanya!" ketus Wisnu.
Aku tersenyum malu pada nenek sebab perbuatan Bulan yang dinilai kurang sopan.
"Nama ayah Wisnu, Hendra Gunawan," jawab nenek dengan pelan."Tapi sudah pergi sebelum Wisnu lahir. Nama ibu Wisnu, Jesika. Anak Nenek satu-satunya yang sekarang juga ga tau ada di mana," lanjut beliau yang kini matanya terlihat berkaca-kaca.
"Lo sih nanya gituan depan neneknya!" omelku dengan berbisik pada Bulan.
"Ya kan, kali aja itu bapaknya Wisnu yang bayarin," balasnya yang ikut berbisik.
***
Sepulang dari rumah sakit, aku ceritakan semua kejadian dan latar belakang kisah Wisnu kepada ibu agar ia tidak bertanya kenapa aku pulang sore setiap hari.
"Kesian, neneknya Wisnu. Kamu jangan kayak gitu ya, Mut. Ibu ga mau kamu nekat kayak Wisnu cuma gara-gara laki-laki. Kamu harus ingat, ibu ga mau kamu berbuat yang buruk-buruk," ucap ibu sembari mengelap meja dan aku mencuci piring.
"Tapi ada yang aneh, Bu. Tadi kan kita tuh khawatir ga bisa bayar biaya rumah sakit, soalnya nenek Wisnu kan ya kerjaannya gitu, jadi ga punya duit," ucapku.
"Jadi, siapa yang bayarin?" tanya ibu.
"Orang ga dikenal, namanya itu Rendi Pradana. Nah, nama belakangnya sama ama Wisnu, Wisnu Pradana. Tapi nenek bilang bapaknya Wisnu itu namanya Hendra Gunawan. Kita sempat mikir yang bayarin itu bapaknya Wisnu, ternyata bukan. Ya kan bisa aja gitu Wisnu ketemu lagi sama bapaknya," jelasku.
"Hendra Gunawan? Ibu kayak kenal. Kayak pernah baca di mana gitu namanya," balas ibuku.
Aku dengan cepat menyelesaikan cucian piring itu dan duduk di kursi menghadap ibu. "Ibu kenal Om Hendra Gunawan?" tanyaku.
"Ga tau deh, Ibu ga ingat. Tapi kayaknya Ibu pernah baca nama Hendra Gunawan di kertas, tapi ga ingat kertas apa."
"Kerja di perusahaan Ibu?!" tebakku.
"Bukan. Ibu lupa."
Aku langsung berlari ke kamar dan mengirimkan pesan pada Bulan, memberitahu bahwa ibuku sepertinya mengenal sosok Hendra Gunawan.
"Apa jangan-jangan itu bos ibu lo?" tanya Bulan pada isi pesan yang ia kirimkan.
"Ga lah, bos ibu gue cewek semua," balasku.
***
5 hari Wisnu berada di rumah sakit, akhirnya hari ini ia bisa pulang bersama neneknya. Aku berdiri di hadapan Alex dan ragu untuk mengeluarkan suara.
"Kenapa?" tanyanya yang mungkin sudah tahu bahwa aku ingin menyampaikan sesuatu.
"Aku boleh nganterin Wisnu sama ...."
"Ga boleh!" tegas Alex memotong kalimatku.
"Tapi kesian, dia kan baru sembuh ...."
"Udah aku pesenin taksi online," ucap Alex menunjukkan layar ponselnya.
Aku tersenyum menatapnya yang masih menampilkan wajah kesal itu. Aku jadi sangat senang sebab Alex yang tampak seperti cemburu.
"Aku ...." Aku tak melanjutkan kalimat. Alex menatapku dengan alis yang naik sebelah. "Aku boleh peluk ga?" tanyaku pelan.
Tiba-tiba dia menoleh ke arah lain dan tersenyum. Aku sangat suka wajah Alex yang seperti ini. Dia selalu berusaha menyembunyikan senyumannya. Gengsi sekali!
"Boleh," jawabnya dengan singkat dan wajah yang kembali kesal. "Tapi jangan lama-lama."
Halah, gayamu, Lex! Pura-pura marah pula.
Aku langsung memeluk Alex dan merasakan kehangatan tubuh pria yang sekarang menjad pacarku. Wangi. Tubuh Alex selalu wangi meskipun di sekolah ia sudah berkeringat.
Aku mendongak menatapnya sambil memeluk. Alex juga menatap wajahku sambil menundukkan kepalanya.
"I love you," ucapku.
Tiba-tiba dia menoleh ke arah lain. Dia selalu begitu.
"Kenapa? Kk ga bales I love you too sih?" omelku.
"I love you too," jawabnya yang masih menoleh ke arah lain.
"Kok ...." Aku menoleh ke arah tempat Alex menoleh, rupanya ia memerhatikan tukang parkir rumah sakit. "Kok malah I love you too sama tukang parkir sih? Liat sini lah! Kan akunya di sini!" omelku lagi.
"Ga! Udah. Jangan lama-lama!" ketusnya melepaskan pelukanku begitu saja.
"Dih! Okeee!" tegasku yang juga ingin menjaga harga diri. "Ga bakalan minta peluk lagi! Ga bakalan bilang I love you lagi! Dih, dibaikin malah kayak gitu responnya. Dikira pacaran sama setan, ga punya hati! Cewek tuh ga suka digituin!"
Tiba-tiba dia menunduk dan mendekatkan wajahnya ke pipi kiriku. Aku terkejut dan tertegun sejenak. "Kalo ngeliat kamu deketan kayak gitu, aku ga tahan mau nyium. Tapi aku ga mau berlebihan sama kamu. Jadi, jangan asal ngomel ya, Cantik," bisiknya dan berlalu.
Aku masih berdiri di tempat yang sama. Entah kenapa tiba-tiba aku tersenyum malu dan menyadari Alex sudah melangkah jauh.
"Aleeex!" teriakku. "Eh, Sayaaang!" ralatku begitu ia memutar tubuh dan memasang wajah kesalnya lagi.
"Aduuuh, capek juga ya jadi pacarnya Alex. Ngambek mulu. Apa-apa marah. Apa-apa ngambek," ocehku begitu sampai di sampingnya.
"Ya, cowok mana yang ga marah kalo ceweknya perhatian banget sama cowok lain," balasnya.
"Ya kan kesian aja aku tuh," balasku.
"Terus, ga kesian sama aku? Aku takut banget loh kamu jadi suka sama Wisnu," ucapnya.
Aku terdiam menatap Alex yang terus berjalan sementara langkahku terhenti. Tiba-tiba dia ikut berhenti dan menoleh padaku yang ada di belakangnya. Ia menghampiriku.
"Kamu beneran suka sama dia?" tanya Alex.
Aku menggeleng.
"Terus kenapa berhenti pas aku ngomong gitu?" tanyanya lagi.
"Aku ga pernah dicemburuin cowok, jadi aku ngerasa kayak aneh aja. Ini pertama kalinya aku dituduh suka sama cowok dan aku ga suka sama sekali. Kalo dituduh suka sama kamu sih aku biasa ya dari Bulan smaa Suci dulu, tapi kan itu aku beneran suka. Tapi kalo sama Wisnu .... Apalagi orang yang nuduh aku itu kamu. Jadi kayak aneh aja rasanya," jelasku.
Alex merogoh saku celana dan mengeluarkan sebuah cincin. Ia juga memperlihatkan itu padaku. "Ini pertanda kalo kamu itu punya aku. Jangan lepas! Kalo ada cowok yang deketin kamu, mau itu Wisnu sekalipun, kamu tunjukin ini dan bilang kalo kamu itu pacarnya Alex! Alex mana? Alex ketua kelas, anggota OSIS. Meskipun kamu ga suka sama mereka, bisa aja mereka suka sama kamu. Jadi, kamu harus ingat cincin ini dan kasih liat ke mereka!" Alex mengoceh terus menerus sembari melingkarkan cincin itu di jari manis kananku.
"Paham?" tanyanya.
Aku tersenyum dan mengangguk.
Dia mengusap kepalaku. "Bagus," lanjutnya.