(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
...(Di sisi lain)...
...Di sisi lain, Viola duduk lesu di samping ranjang ibunya. Matanya sayu menatap tangan renta yang terhubung dengan selang infus, lalu dikecupnya dengan lembut....
"Mama..." bisiknya lirih, kepalanya tertunduk dalam.
...Setetes air mata lolos tanpa bisa dicegah, membasahi punggung tangan ibunya yang dingin. Kenangan siang tadi kembali menghantam benaknya....
"Maafkan Viola, Ma..." isaknya tertahan. "Viola tersesat... dan mencoba mengakhiri semuanya. Maafkan Viola..." Tangisnya pecah, bahunya bergetar hebat.
...Isak pilu Viola semakin dalam, mengguncang tubuhnya. Tiba-tiba, ia merasakan pergerakan lemah dari jemari ibunya....
"Mama..." Viola tersentak, segera menghapus air matanya dengan punggung tangan. Ia membungkuk, menatap wajah pucat sang ibu dengan cemas.
Perlahan, kelopak mata ibunya terbuka, menampakkan tatapan kosong yang menerawang ke langit-langit putih rumah sakit.
"D-di mana... ini?" suara ibunya nyaris tak terdengar, terhalang masker oksigen.
Senyum lega mengembang di bibir Viola saat menjawab lembut, "Kita di rumah sakit, Ma..."
...Mendengar suara lirih Viola, Nyonya Adelia perlahan memutar kepala. Tatapannya bertemu dengan senyum hangat putrinya, dan seketika air mata membanjiri pipinya....
"Maafkan Mama, Nak..." isaknya pilu, "...Mama tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungimu, hiks... hiks... hiks..."
...Kilasan bayangan Viola saat dipukul kembali menyeruak di benak Nyonya Adelia, mengoyak hatinya hingga tangisnya semakin pilu. Dengan penuh kasih, Viola mengulurkan tangannya, mengusap lembut pipi ibunya yang basah....
"Ssst... semua sudah lewat, Ma..." bisik Viola menenangkan, "...dan sebentar lagi aku akan menikah."
Kedua mata Nyonya Adelia membelalak sempurna, menatap Viola dengan tatapan tak percaya. "Dengan siapa? Jangan turuti keinginan mereka, Viola... Mama mohon..." pintanya lirih, suaranya bergetar.
Viola menggeleng perlahan, senyum lembut tak pudar dari bibirnya. "Tidak, Ma... kali ini pernikahan ini adalah keputusanku sendiri. Mama tidak perlu khawatir," ujarnya dengan nada meyakinkan.
"Apa... dia kekasihmu?" tanya Nyonya Adelia, matanya menyelidik.
Deg!
...Jantung Viola berdentum keras di dadanya. Kebingungan tiba-tiba menyeruak, membuatnya membeku sesaat. Bagaimana ia harus menjawab pertanyaan ini?...
"Viola..." panggil Nyonya Adelia lagi, suaranya lirih namun penuh harap.
"I-Iya, Ma..." sahut Viola, tersadar dari pikirannya yang melayang.
"Sayang, kamu belum menjawab pertanyaan Mama," ulang Nyonya Adelia dengan nada lembut namun penuh harap. "Apa dia kekasihmu?"
Bagaimana mungkin kujelaskan yang sebenarnya? Bahwa dia hanyalah orang asing yang secara tak terduga berbagi malam denganku. Mama pasti akan kecewa, benak Viola berkecamuk. Senyum terpaksa ia sunggingkan.
"Dia... dia kekasihku, Ma," jawab Viola, berusaha meyakinkan.
"Syukurlah... Mama merestui pernikahan kalian. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, Nak," ucap Nyonya Adelia tulus.
"Terima kasih, Ma..." lirih Viola, setetes air mata lolos dari sudut matanya.
Maafkan aku, Ma... ini kulakukan demi Mama. Kuharap suatu hari nanti Mama bisa mengerti dan memaafkanku, batin Viola pilu, meskipun senyum tetap terukir di bibirnya saat menatap ibunya.
🌺
🌺
🌺
...(Di rumah keluarga Amaral)...
...Setelah terlibat dalam pertengkaran sengit dengan suaminya, Nyonya Amalia mencari penghiburan di kamar Tasya. Di sana, ia menceritakan kembali peristiwa mengejutkan di rumah sakit siang tadi....
"Mama tidak sedang bercanda kan?" tanya Tasya, kedua matanya membulat sempurna, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya mendengar kabar lamaran itu.
Nyonya Amalia menghela napas berat. "Sayangnya tidak, Sayang. Padahal rencana Mama adalah menjodohkannya dengan pria tua itu... agar dia merasakan penderitaan. Tapi lihatlah, semua justru berbalik," ucapnya dengan nada kelu dan ekspresi kekecewaan yang kentara.
"Tuan Revan, putra pertama keluarga Renald itu kan Jenderal yang terkenal tampan dan berkarisma, aaaa! Ma... dia sangat mempesona! Kenapa harus Viola yang menikah dengannya, bukan aku?" rengek Tasya dengan nada iri.
"Mama juga bingung, Sayang..." jawab Nyonya Amalia lesu, menatap putrinya yang tampak kesal.
"Tunggu!" Tiba-tiba mata Tasya membulat. "Tapi... bukankah dia sudah punya kekasih?" tanyanya heran.
"Bukan hanya punya kekasih, tapi dia juga digosipkan impoten," timpal Nyonya Amalia.
"Impoten? Maksudnya apa, Ma?" tanya Tasya bingung.
Astaga... aku keceplosan, dia masih terlalu muda, batin Nyonya Amalia menyadari perkataannya barusan.
"Bukan apa-apa, Sayang... sudah malam, sebaiknya kamu tidur. Besok kan harus kuliah," ujar Nyonya Amalia cepat-cepat bangkit dari tepi ranjang dan mengambil selimut.
"Cih! Mama tidak asyik, tidak mau menjawab pertanyaanku," gerutu Tasya sambil membalikkan badan memunggungi ibunya.
"Maafkan Mama, Sayang. Kamu belum cukup besar untuk memahami hal seperti itu," balas Nyonya Amalia lembut sambil menyelimuti putrinya dengan selimut.
...Merajuk, Tasya tak menjawab dan memejamkan mata. Melihat itu, Nyonya Amalia menghela napas berat, mematikan lampu nakas, lalu berjalan ke saklar utama....
"Selamat malam, Sayang," ucap Nyonya Amalia sebelum mematikan lampu kamar dan keluar, menutup pintu dengan perlahan.
Tak lama setelah ibunya pergi, Tasya bangkit dan meraih ponselnya. Dengan rasa ingin tahu yang membuncah, ia mencari arti kata "impoten."
...Betapa terkejutnya Tasya mendapati kenyataan bahwa pria yang selama ini diagung-agungkan ternyata impoten. Namun, keheranan muncul, mengapa keluarga Reynard begitu yakin melamar Viola untuknya?...
"Mungkinkah semua gosip itu tidak benar?" gumam Tasya penuh tanya. "Tapi jika benar... sungguh malang nasibmu, Kakak," lanjutnya dengan senyum licik.
(Bersambung)
