NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 Nafkah Pertama

Raffa tak sengaja melihat pakaian dalam Hanin yang tertata di atas ranjang saat baru memasuki kamar. Sepertinya istrinya itu belum memasukkannya ke dalam lemari. Lelaki itu terenyuh saat melihat ada noda hitam di beberapa bagian. Bahkan, renda yang ada dibra sudah copot dan hanya tersisa di sisi kanan. Miris!

"Loh, Mas? Kapan pulang?" Hanin kaget saat masuk kamar, sudah ada Raffa yang duduk di tepi ranjang. Ia baru saja selesai mandi dan tidak tahu kepulangan Raffa.

"Barusan."

"Oh...." Hanin merasa canggung. la segera memasukkan pakaian dalam yang tergeletak diatas ranjang. Wajahnya bersemu merah, apakah Raffa melihat pakaian dalamnya? Jika iya, betapa malu dirinya!

"Duh, gimana, sih! Kenapa tadi gak sekalian aku masukin lemari!" gerutu Hanin dalam hati.

Raffa tersenyum tipis melihat wajah Hanin yang bersemu merah.

"Hanin?" panggilnya.

"Iya?"

"Nanti akhir pekan ikut aku menemui ibuku," kata Raffa.

Gerakan tangan Hanin yang sedang menata pakaian pun terhenti. Ia berbalik menatap Raffa yang menatapnya. "Ibumu? Mas bilang Ibu ada di luar kota?"

"Ibu sudah pulang. Ibu pulang karena ingin ketemu sama kamu setelah tahu kalau aku menikah,"kata Raffa.

Hanin bergeming sejenak."Apa ... kamu bilang kalau pernikahan kita awalnya kayak apa,

Mas?" tanyanya. "Emm...maksudku, aku cemas kalau ibumu meminta menceraikan aku saat ini

juga. Nanti dipikir aku bukan wanita baik- baik," cetusnya saat mendapat tatapan tajam dari mata elang Raffa.

"Aku sudah mengatakan semuanya tanpa ada yang ditutupi, Nin. Dan ibuku ingin ketemu sama kamu. Sekalian ibu mau ngajak kamu belanja barang lamaran yang belum sempat aku belikan."

"Barang lamaran apa, Mas?"Dahi Hanin mengernyit.

"Seserahan yang seharusnya aku berikan padamu. Mulai yang kamu pakai dari atas sampai kaki, termasuk selimut juga," jelas Raffa.la baru kepikiran hal itu setelah melihat pakaian Hanin yang sudah tak layak pakai. la merasa seperti suami zolim karena mengabaikan hal itu.

"Ohh, tidak perlu begitu, Mas.Lagi pula aku sudah punya semuanya. Mending uangnya ditabung buat keperluan yang lain,"kata Hanin dengan senyum merekah. Ia senang mendengar niat baik Raffa. Pria itu meski terlihat abai, tapi sangat perhatian. Raffa memutar malas bola matanya. "Apa kamu hidup hanya untuk menabung?"

"Eh? Enggak, sih. Tapi, kan...menabung itu penting. Kalau ada hal yang mendadak kayak kena apes gimana kalau gak punya uang, Mas? Berobat kan butuh uang."

Raffa terdiam. "Tapi, memanjakan diri itu slaah satu prioritas. Untuk apa bekerja terus menerus kalau kamu gak bahagia, Nin?"

"Tentu saja untuk kebahagiaan Bapak dan Ibu, Mas." Hanin menjawab dengan wajah tertunduk.

"Nggak papa kalau aku gak bisa rawat diri. Gak papa kalau aku gak bisa jajan enak kayak yang lain. Asalkan, Bapak dan Ibu bahagia karena bisa membeli apa yang mereka mau dengan gaji yang aku berikan meski gak seberapa," ungkapnya.

"Itu aja aku masih sedih karena gaji yang aku berikan sedikit, Mas. Andai punya gaji besar. Aku mau memberangkatkan mereka umroh," tambahnya.

Hanin mendongak menata Raffa dengan senyum tulusnya.Senyum yang membuat wajahnya tampak lebih manis. Kini, wajah Hanin terlihat lebih terawat karena memakai skincare yang diam-diam dibelikan Raffa.

"Amin, kelak harapanmu pasti terwujud, Nin," kata Raffa. la mengusap kepala Hanin. Perlahan tapi pasti, sikap perempuan itu mampu membuka sisi keras hatinya yang selama ini tertutup.

"Amin. Makasih, Mas. Oh, ya ... makanan kesukaan ibu Mas Raffa apa?" tanya Hanin, antusias.

"Ibu bukan tipe pemilih makanan. Makanan apa aja Ibu suka. Apalagi kalau tahu kamu yang masak." Raffa tersenyum melihat sikap istrinya.

"Kalau kue?"

"Kamu bisa bikin kue?"

"Bisa dong! Tapi, bukan kue aneh- aneh kayak di toko kue. Bisaku cuma bikin bolu sama kue-kue basah tradisional, Mas. Emm.. kalau aku buat nagasari kira- kira ibu suka nggak?"

"Pasti suka." Hanin tersenyum lebar.

"Baiklah, nanti aku buatin, ya, buat Ibu. Oh, ya aku lupa. Nama Ibu Mas siapa?"

"Amira."

"Nama yang cantik. Pasti Ibu juga cantik." Hanin tersenyum.

"Iya." Hanin mencebik. Perlahan ia sudah biasa menerima sikap Raffa yang irit bicara itu.

Semakin hari, Lisna merasa bahwa Hanin semakin cantik.

Wajah yang dulu kusam, kini mulai cerah. Kalau kulit, memang pada dasarnya kulit Hanin putih hanya kurang terawat saja dulu.

"Kamu gak masak?" tanya Lisna pada Hanin yang baru saja keluar kamar. Kakaknya itu sudah rapi dan hendak bersiap bekerja.

"Enggak, Lis. Mas Raffa semalam beli lauk buat kita."

Kening Lisna mengkerut."Lauk? Cih! Emang lauk apa, sih,yang bisa dibeli sama suamimu?Gaya banget! Bilang aja kalau kamu ogah masak, soalnya sekarang udah glowing, udah perawatan. Kamu takut kulitmu rusak kan karena kena minyak?" tuduhnya dengan mata memicing.

"Oalah.... serba salah aku di mata kamu, Lis." Hanin berlalu begitu saja melewati Lisna.

"Loh, hei! Kok, malah ditinggal sih!" Lisna berteriak. Lantas, ia berdiri mengikuti langkah Hanin yang menuju dapur.

"Nih, ada ayam gurame bakar lengkap sama lalap dan sambalnya.Ini semua Mas Raffa yang beli," kata Hanin usai membuka tudung saji.

Lisna menelan ludah melihat dua ikan gurame berukuran besar terhidang di meja makan. Ia tak menyangka bahwa Raffa mampu membeli makanan itu. Ia bahkan mengira, Hanin telat memasak karena saat bangun tak melihat kakaknya di dapur seperti biasa.

"Dan soal kulit wajahku yang sekarang mulai terawat, itu gak ada hubungannya sama masak atau enggak. Toh, kamu setiap hari masih melihatku masak, kan?" kata Hanin lagi.

"Ya udahlah, aku mau pergi dulu. Keburu telat!" celetuk Hanin,lantas berjalan meninggalkan Lisna yang membeku di tempat.

"Dih! Nyebelin banget, sih!" gerutu Lisna.

"Mana Mas Arya sekarang sulit banget dihubungi!"

"Lis, kamu gak kerja ta?" Bu Daning melempar tanya. la baru saja keluar kamar setelah tidur usai Subuhan. Dilihatnya Lisna sedang termenung di dapur sambil menatap meja makan.

"Shift malam aku, Bu."

"Ohh... kamu kalau mau makan, makan saja, jangan dilihatin terus," celetuk Bu Daning.

"Ibu senang dapat ikan gurame bakar ini?" Lisna menatap Bu Daning dengan wajah cemberut.

"Ya seneng lah, Lis. Kan gratis.Ibu kadang heran, kok suaminya Hanin bisa beli ini dan itu dengan mudah. Beberapa minggu lalu dia juga beli empal daging versi restoran kan?" Bu Daning duduk,lalu menuang air ke dalam gelas dan meneguknya.

"Itu steak, Bu! Steak! Bukan empal daging!"

"Halah sama saja. Sama- sama dari daging sapi," sahut Bu Daning.

Lisna menghela napas. Malas menanggapi ocehan ibunya yang menurutnya tidak penting dan buang- buang waktu. "Ibu mulai suka sama Raffa?" tanyanya.

"Emang Ibu pernah bilang kalau gak suka sama Raffa?" sahut Bu Daning.

"Ah, Ibu nyebelin! Semua orang disini nyebelin!" Lisna menggebrak meja. Lantas berlalu pergi menuju kamarnya.

Lisna menatap pantulan dirinya di cermin. Bekas jerawatdan beruntusan di wajahnya mulai memudar karena pengobatan yang tepat dari dokter kulit. Namun,tetap saja ia kesal karena kini wajah Hanin lebih kinclong ketimbang dirinya.

"Apa aku siram aja wajah Hanin dengan air keras kayak yang lagi viral itu?" Lisna terkikik geli. Namun, ia menggeleng cepat, membuang pikiran jahatnya itu.

Lisna lantas merebahkan tubuhnya di ranjang. Jari jemarinya mulai menari- nari di layar ponsel. Men stalking akun- akun yang ramai pengikut.

"Lumayan ya kalau akun rame, bisa dapat endorse," gumamnya.

"Kira-kira satu kali endorse berapa duit?"

Gerakan jemari Lisna berhenti saat melihat postingan tentang Nirwana Grup. la memicingkan mata saat Arya tak sengaja tersorot kamera. Senyumnya mengembang saat melihat kekasihnya itu berdiri gagah dengan setelan jas yang melekat di tubuhnya.

"Gaji Mas Arya sekarang berapa, ya? Aku jadi kepo? Dua digit pasti ada lah ya," kata Lisna.

"Kira- kira siapa sih Bos dari Nirwana Estates itu? Aku jadi penasaran. Pasti kekayaannya gak bakalan habis tujuh turuan." Sementara itu, Hanin kerepotan mengecek barang yang kadaluarsa. Ia juga harus menyisihkan barang dagangan yang tak layak jual. Sementara Dina, yang ditugaskan untuk membantunya malah asik dengan ponselnya.

"Din, kamu gak kerja?" tegur Hanin.

"Kamu buta? Kamu gak lihat aku lagi apa?" Dina menjawab ketus.

Hanin memutar malas bola matanya. "Bermain ponsel saat bekerja itu melanggar aturan disini, Di. Kalau Ko Yusuf tahu, kamu bakalan dapat sanksi," tuturnya.

"Ko Yusuf gak bakalan tahu kalau kamu gak ngadu. Lagian kalau cuma kamu saja yang kerja begini jug bakalan selesai."

"Tapi, kalau dikerjain berdua malah lebih cepet selesainya, Din. Ayo, sini bantuin alku. Dari pada Ko Yusuf tahu," kata Hanin yang dianggap sebagai ancaman oleh Dina.

"Kamu ngancem?" Dina berdiri dan berjalan mendekati Hanin.

"Aku cuma nyuruh kamu bantuin aku. Kan kamu dibayar sama Ko Yusuf."

"Yang bayar aku Ko Yusuf, bukan kamu, kan?"

"Ya udahlah, terserah kamu. Susah ngomong sama kamu, Din." Hanin beranjak pergi.

Namun, ketika baru berjalan satu langkah, Dina menarik rambutnya yang dikucir kuda.

"Aduh!" Hanin memekik. Ia sampai mendongak karena Dina menarik rambutnya kencang.

"Lepasin!" teriaknya.

"Kamu berani sama aku?"

"Memang kamu siapa dan kenapa harus aku takuti? Kamu bukan Tuhan!" Dina menatap bengis.

"Apa yang kamu lakukan, Dina!"

Dina refleks melepaskan tangannya dari rambut Hanin saat suara barinton Ko Yusuf terdengar menggelegar di gudang tersebut.

"Eh, anu, Ko. Tadi saya hanya main- main saja sama Hanin. Iya kan, Nin?" Dina menatap Hanin dengan tatapan intimidasi. Seolah memohon untuk diselamatkan.

"Ko Yusuf bisa menilai sendiri dari CCTV." Ucapan Hanin kali ini mampu membuat wajah Dina pucat.

"CCTV? Maksudnya?" Dina tak mengerti. Selama ini di toko Ko Yusuf hanya terpasang satu CCTV, dan itu hanya di bagian toko saja.

"Sudah satu minggu ini, Ko Yusuf memasang CCTV di beberapa sudut. Termasuk di gudang ini. KoYusuf datang ke sini, pasti karena sudah melihat apa yang terjadi lewat CCTV itu." Hanin menunjuk CCTV yang ada di sudut ruangan.

Dina mengikuti arah yang ditunjuk Hanin. Jantungnya perlahan berdegup kencang. Kali ini, ia tak bisa mengelak.

"Apa pembelaanmu kali ini, Dina?" Ko Yusuf bertanya seraya melipat tangan di depan dada.

"Ma- maaf, Ko. Saya tadi sedang ...."

"Main game sama scroll tok-tok, kan?" tebak Ko Yusuf. Pria berkulit putih dan bermata sipit itu menghela napas panjang. la berjalan menghampiri Dina dan kembali berkata. "Temui aku di depan. Hari ini, hari terakhir kamu kerja."

Dina melebarkan mata. "Tapi, Ko. Saya sudah lama kerja di sini.Kenapa Koko tega memecat saya hanya karena satu kesalahan?"

"Satu kesalahan? Yang aku tahu, kesalahan yang kamu buat bukan cuma satu. Aku sudah memantau semua karyawanku selama ini." Ko Yusuf tersenyum tipis.

"Selama ini aku mengenalmu sebagai pribadi yang rajin. Tapi, semakin ke sini, kamu berubah menjadi pemalas. Dan aku tidak suka dengan pekerja pemalas," katanya.

Lantas, ia berlalu pergi. Dina menatap Hanin dengan mata berkaca- kaca. Namun, sorot matanya memacarkan dendam dan amarah yang besar.

Hanin tersenyum saat Raffa menjemputnya dan menunggu didepan toko. Seperti biasa, ia salim dan mengecup punggung tangan lelaki itu.

"Udah lama, Mas?"

"Enggak, baru saja. Naiklah!"

Hanin mengangguk dan menaiki motor vega suaminya. Rasanya bahagia jika bisa berboncengan dengan suami seperti ini.

Mereka sampai dirumah. Hanin menyuruh Raffa duduk dania menyiapkan teh hangat untuk suaminya itu.

Raffa yang terbiasa dilayani seperti ini merasa senang. Bahkan,saat di rumah sendirian terkadang ia merindukan kehadiran Hanin. Perhatian kecil yang diberikan wanita itu ternyata berhasil mengusik hatinya.

"Hanin?" panggil Raffa saat Hanin kembali dari dapur sambil membawa secangkir teh.

"Ya, Mas?"

"Ini." Raffa menyodorkan lima lembar uang merah.

"Ini apa?" Hanin menatap heran lembaran uang di tangan

"Nafkah dariku," jawab Raffa.

"Maaf, karena nominalnya sedikit.Tapi, uang ini gaji pertamaku setelah kita menikah," sambungnya.

Rasa haru menyeruak di hati Hanin. Ia menerima uang itu dengan penuh rasa syukur. "YaAllah, sehatkan suamiku. Berkahi dan mudahkan setiap langkahnya saat mencari nafkah.Dan jadikan uang nafkah dari suamiku ini berkah dan bermanfaat," doanya.

"Terima kasih, ya, Mas. Aku doakan agar rezeki Mas semakin deras mengalir," kata Hanin.

"Nanti dengan uang ini akan aku belikan bahan makanan untuk dibawa ke ibumu, Mas," katanya.

Raffa tersenyum tipis sebagai jawaban. "Iya, terserah kamu saja mau diapakan," sahutnya.

"Ya udah, aku mandi dulu, Mas. Sekalian mau salat Ashar," pamit Hanin yang diangguki oleh Raffa.

Raffa menyentuh dadanya yang terasa aneh. Debarannya berbeda dari biasanya. Doa tulus yang Hanin lontarkan mampu membuat tubuhnya meremang. la pernah mendengar ceramah dari salah satu ustaz yang mengatakan bahwa kunci kesuksesan suami adalah doa dari istri. Benarkah? Dulu, Raffa tak ambil pusing. Namun, mendengar doa Hanin tadi, membuatnya berpikir.

Beberapa saat kemudian, ponsel Raffa berdering. Ternyata panggilan dari Pak Wirya.

"Halo?"

"Pak, Pak Raffa! Kita menang tender! Kita berhasil, Pak!" seru Pak Wirya. Suaranya terdengar sangat bahagia.

"Tender apa?" Jantung Raffa semakin berdegup kencang.

"Tender yang beberapa bulan lalu Pak Raffa ajukan. Saya bahkan hampir lupa kalau pihak sana gak ngabari."

"Berapa uang yang masuk?" tanya Raffa.

"Seratus milyar!"

Raffa memejamkan mata. Ia mematikan ponsel. Lalu menatap secangkir teh buatan Hanin. la baru memberi nafkah lima ratus ribu. Tapi, Tuhan justru mengembalikannya berkali- kali.

1
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!