NovelToon NovelToon
Paket Cinta

Paket Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Chicklit / Enemy to Lovers
Popularitas:793
Nilai: 5
Nama Author: Imamah Nur

Kabur dari perjodohan toksik, Nokiami terdampar di apartemen dengan kaki terkilir. Satu-satunya harapannya adalah kurir makanan, Reygan yang ternyata lebih menyebalkan dari tunangannya.

   Sebuah ulasan bintang satu memicu perang di ambang pintu, tapi saat masa lalu Nokiami mulai mengejarnya, kurir yang ia benci menjadi satu-satunya orang yang bisa ia percaya.

   Mampukah mereka mengantar hati satu sama lain melewati badai, ataukah hubungan mereka akan batal di tengah jalan?

Yuk simak kisahnya dalam novel berjudul "Paket Cinta" ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imamah Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10. Ambil Kesempatan

Reygan menutup apartemen dengan pelan dan lembut, meninggalkan Nokiami yang berada dalam kebingungan total.

Ia bersandar di daun pintu, kantong kertas berisi burger mahal itu masih di tangannya. Aroma gurih daging panggang dan kentang truffle menyelinap keluar, tetapi mendadak terasa hambar.

“Makasih? Dia bilang makasih sama aku gara-gara ngasih ulasan bintang satu? Dan gara-gara ulasan itu dia dapat bonus?" Otaknya berusaha keras memikirkan hal yang baginya tidak mungkin.

Bagaimana mungkin balas dendam yang ia lakukan malah menguntungkan Reygan?

Nokia merasa konyol. Seluruh energi yang ia habiskan untuk marah, kesal, dan menyusun strategi licik terasa sia-sia. Reygan bukan lagi monster menyebalkan, ia telah berubah menjadi teka-teki yang menjengkelkan.

Dengan lesu, ia membawa makanannya ke meja. Kemenangan kecil yang ia harapkan menguap begitu saja, meninggalkan rasa lelah yang aneh. Nokiami makan dengan semangat yang mulai menghilang.

Dua hari setelah pertemuannya dengan Reygan ini Nokiami bertahan hidup dengan sisa belanjaannya. Dia hanya memesan kopi di pagi hari yang untungnya diantar oleh kurir yang berbeda. Rasanya lega sekali setelah melihat wajah yang berbeda saat mengantar pesannya.

Nokiami mencoba mengabaikan keberadaan Reygan. Ia fokus memulihkan kakinya yang sudah mulai menunjukkan kemajuan. Bengkaknya sedikit surut, meski untuk berjalan jauh masih terasa mustahil.

Sayangnya di hari ketiga malah muncul masalah baru. Saat menyeret diri ke dapur untuk mengisi ulang botol minumnya, ia mendapati dispenser itu mengeluarkan bunyi kertak kosong, diikuti oleh tetesan air terakhir yang jatuh dengan menyedihkan. Galonnya habis lagi.

Nokiami menatap galon biru besar di sudut ruangan itu seolah benda itu adalah musuh bebuyutannya. Benda seberat dua puluh kilogram itu mustahil bisa ia angkat dan pasang dengan satu kaki yang berfungsi normal. Ia mencoba menyenggolnya, berharap bisa menggulingkannya ke arah dispenser, tetapi galon itu hanya bergeser beberapa senti dengan bunyi debam yang mengancam akan meretakkan ubin.

“Sial,” umpatnya.

Ia bisa bertahan tanpa burger mahal, tetapi ia tidak bisa bertahan tanpa air minum. Menelepon Rina hanya untuk urusan galon terasa berlebihan, sahabatnya itu sudah cukup repot. Pilihan yang tersisa membuat perutnya mulas. Hanya ada satu orang yang bisa ia andalkan untuk pekerjaan kasar seperti ini. Satu orang yang ia bersumpah tidak akan pernah ia mintai tolong.

Dengan perasaan terhina, ia mengambil ponselnya. Ia tidak akan memesan makanan. Itu terlalu kentara. Ia akan memesan minuman paling murah dari warung terdekat, hanya sebagai pancingan. Sebuah panggilan tugas.

Benar saja, lima belas menit kemudian, notifikasi yang sudah familier itu muncul. Pengemudi Reygan sedang dalam perjalanan.

Jantung Nokiami berdebar lebih kencang. Ini berbeda. Kali ini, ia bukan pelanggan yang marah. Ia adalah orang yang butuh bantuan.

Beberapa saat kemudian bel berbunyi. Nokiami membuka pintu, sudah menyiapkan wajah paling netral yang bisa ia pasang. Reygan berdiri di sana, menyodorkan sekantong es teh manis.

“Pesanan,” katanya singkat.

Nokiami mengambil kantong itu, tetapi tidak langsung menutup pintu. Ia menelan ludah. “Tunggu!"

Reygan menaikkan sebelah alisnya, ekspresinya menyiratkan, ‘Apa lagi sekarang?’

“Aku butuh bantuan,” kata Nokiami, setiap kata terasa seperti menelan kerikil. “Ini di luar aplikasi.”

Mata Reygan menyipit penuh curiga. “Bantuan apa?”

“Air. Galon air minumku habis. Aku tidak bisa mengangkatnya,” akunya, menunjuk ke arah galon di sudut dapur dengan dagunya. “Bisa tolong belikan yang baru di minimarket bawah dan pasangkan?”

Reygan mengikuti arah pandangannya, melihat galon kosong itu, lalu kembali menatap Nokiami. Ia terdiam sejenak. Wajahnya yang datar perlahan berubah. Sebuah senyum tipis, bukan senyum ramah, melainkan senyum seorang pebisnis yang baru saja mencium bau keuntungan terbit di bibirnya.

“Oh, jadi sekarang butuh layanan tambahan?” ujarnya, nadanya penuh kemenangan. “Itu tidak ada di deskripsi pekerjaan saya, Mbak Nokiami.”

“Aku tahu,” sahut Nokiami cepat, pipinya mulai memanas.

“Makanya aku akan bayar. Anggap saja ongkos jasa.”

“Tentu saja Mbak akan bayar,” balas Reygan santai, menyandarkan bahunya ke kusen pintu. “Pertanyaannya, berapa?”

Nokiami mengerutkan kening. “Ya seharga galonnya, ditambah ongkos kirim standar. Dua puluh ribu cukup, kan?”

Reygan tertawa kecil. Kekehan yang membuat Nokia ingin melempar es teh di tangannya ke wajah pria itu.

“Dua puluh ribu? Mbak pikir saya ini siapa? Ini layanan premium. Mengangkat beban berat, di luar jam kerja aplikasi, masuk ke unit pribadi pelanggan. Itu banyak sekali pelanggaran prosedur kalau ketahuan.”

Reygan menegakkan tubuhnya. “Harganya juga harus premium.”

“Jadi berapa maumu?” tantang Nokiami, kesabarannya menipis.

Reygan mengetuk-ketukkan jarinya di helm yang ia jinjing, seolah sedang berpikir keras.

“Harga galonnya sekitar dua puluh ribu. Jasa angkatnya … hmm … kita samakan saja dengan ongkos kirim burger mahal Mbak kemarin. Tujuh puluh lima ribu.”

Mata Nokiami membelalak sempurna.

“Apa?! Kamu gila ya? Itu perampokan!”

“Bukan perampokan, itu namanya penawaran dan permintaan,” koreksi Reygan dengan tenang.

“Permintaannya dari Mbak yang tidak bisa angkat galon, dan penawarannya cuma dari saya. Saya satu-satunya kurir yang cukup bodoh untuk terus-terusan balik ke unit ini.”

“Lima puluh ribu!” tawar Nokiami.

“Tujuh puluh lima,” Reygan bersikeras, senyumnya semakin lebar. “Dan sebagai bonus, Mbak harus janji tidak akan mengomel atau memberikan ulasan jelek tentang apa pun selama dua puluh empat jam ke depan. Anggap saja itu bagian dari kontrak.”

Nokiami menatapnya dengan geram. Pria ini benar-benar oportunis tak punya hati. Ia memanfaatkan situasinya tanpa malu-malu. Namun, kerongkongannya terasa kering. Bayangan harus minum air keran membuatnya bergidik. Ia kalah telak.

“Setuju,” desisnya dengan gigi terkatup.

“Tapi cepat lakukan. Aku haus.”

“Siap, laksanakan,” sahut Reygan dengan nada ceria yang dibuat-buat.

Ia berbalik, lalu berhenti sejenak. “Uangnya sekarang, ya. Saya tidak terima kredit.”

Sambil mengumpat dalam hati, Nokiami terpincang-pincang mengambil dompetnya dan menyerahkan selembar uang seratus ribuan. Reygan menerimanya, melipatnya dengan rapi, dan memasukkannya ke saku. “Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana!"

Sepuluh menit kemudian, ia kembali dengan sebuah galon baru yang tersegel di bahunya. Ia melangkah masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu dipersilakan, berjalan lurus ke arah dispenser. Untuk pertama kalinya, ia berada di dalam ruang pribadi Nokiami lebih dari sekadar di ambang pintu.

Nokia mengawasinya dengan waspada. Reygan meletakkan galon itu di lantai, merobek segel plastiknya dengan gerakan cepat dan efisien, lalu bersiap mengangkatnya ke atas dispenser.

“Awas, nanti tumpah,” celetuk Nokiami.

Reygan hanya meliriknya sekilas. “Saya tahu apa yang saya lakukan.”

Ia membungkuk, memegang leher dan dasar galon dengan kedua tangannya. Otot-otot di lengannya menegang saat ia mengangkat beban berat itu. Namun, posisi dispenser yang sedikit canggung, terjepit di antara kulkas dan rak piring, membuatnya harus sedikit memutar tubuh.

Saat itulah sikunya tanpa sengaja menyenggol tumpukan majalah di atas rak rendah di sebelahnya. Majalah-majalah itu berjatuhan ke lantai. Dari baliknya, sebuah benda kecil ikut tergelincir.

Sebuah bingkai foto perak ukuran 5R mendarat di lantai dengan posisi menghadap ke atas.

“Astaga!” pekik Nokiami, refleks mencoba bergerak maju untuk mengambilnya, tetapi kakinya yang sakit menahannya. Itu adalah foto yang sengaja ia sembunyikan, satu-satunya benda dari rumah yang ia bawa.

Reygan, yang baru saja berhasil meletakkan galon melirik ke bawah untuk melihat apa yang jatuh. Matanya tertuju pada bingkai foto itu.

Nokiami menahan napas. “Jangan … jangan dilihat.”

Namun, sudah terlambat. Pandangan Reygan terkunci pada gambar di dalam bingkai itu. Sebuah potret keluarga yang sempurna. Seorang pria gagah berjas mahal, seorang wanita anggun dengan kalung mutiara, dan di antara mereka, seorang gadis yang lebih muda dan lebih kurus dengan senyum yang dipaksakan. Semuanya berlatar belakang sebuah rumah mewah dengan pilar-pilar besar. Sebuah potret keistimewaan dan kekayaan.

Ekspresi Reygan berubah total. Senyum sinis yang tadi sempat terbit saat negosiasi harga galon lenyap tanpa jejak. Keisengan di matanya padam, digantikan oleh kekosongan yang dingin dan tajam. Rahangnya mengeras, dan tatapannya yang menusuk pada foto itu seolah melihat sesuatu yang lebih dari sekadar gambar keluarga bahagia. Seolah ia baru saja melihat hantu dari masa lalu yang paling ia benci.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!